Kisah A Yong 阿勇





Tahun pelajaran yang baru belum lama dimulai, baru berjalan menginjak minggu yang kedua. Pada umumnya pada masa-masa perkenalan, semua berlangsung menyenangkan. Suasana di ruang guru pasti penuh dengan gelak-tawa, masing-masing guru menceritakan kisah-kisah lucu di dalam kelas. Sayang, kali ini saya mengalami hal yang berbeda. Seorang guru senior mengeluhkan murid yang saya bina.

Suatu hari pada saat jam istirahat, datanglah bu guru Agnes ke meja saya di ruang guru. Dari ekspresi wajah & bahasa tubuh, dapat diketahui: beliau pasti sedang mempunyai masalah dengan murid di kelas. Dengan nada jengkel beliau berkata:”Mei Feng lao shi, metode pembelajaran dengan kasih yang anda banggakan ternyata tidak bermanfaat. Tahukah anda, jika murid-murid yang anda bina kelakuannya sangat buruk? Murid kelas anda yang bernama A Yong, saat jam pelajaran berlangsung berani mengatai saya dengan kata-kata umpatan. Anda harus menghukum A Yong! Saya mengajar sudah puluhan tahun, belum pernah menjumpai murid seburuk & senakal A Yong.” Selesai berbicara, bu guru Agnes begitu saja meninggalkan saya.

Saya bertanya kepada murid-murid: ”Apa yang telah terjadi pada saat bu guru Agnes mengajar di kelas kita?” Semua murid saling berebut untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi di kelas. “Mei Feng lao shi, A Yong di saat jam pelajaran berlangsung menepuk-nepuk meja, ia melepas sepatu & menepuk-nepukkan di atas meja.” “ Mei Feng lao shi, A Yong mengatai bu guru Agnes dengan kata-kata umpatan.”

Setelah mendapat penjelasan dari murid-murid, saya hendak memanggil A Yong untuk memberikan lebih lanjut. Akan tetapi, A Yong tidak terlihat berada di dalam kelas. Ternyata A Yong sedang berlari mengitari lapangan sekolah. Satu putaran, dua putaran, tiga putaran,...sampai merasa lelah barulah berhenti berlari. Dengan menundukkan kepala A Yong masuk kembali ke dalam kelas.

“Mengapa engkau terus berlari, tidak segera masuk ke dalam kelas?”, tanya saya kepada A Yong. A Yong menjawab: ”Saya takut Mei Feng lao shi memukul saya?”

“Untuk apa saya memukul kamu?”

“Karena saya mengatai bu guru Agnes dengan kata-kata umpatan.”

“Kalau begitu, mengapa engkau mengucapkan kata-kata yang tidak sepantasnya kepada bu guru Agnes?”

Dengan nafas yang terengah-engah & wajah yang penuh kebencian, A Yong bercerita...

“Itu semua saya lakukan karena saya begitu membenci ibu guru agnes. Dari kelas I sampai sekarang, bu guru Agnes selalu mengajar pelajaran melukis. Suatu ketika, saya lupa membawa peralatan menggambar. Beliau lantas mengomeli saya secara berlebihan. Kata-kata yang beliau ucapkan tidak dapat saya terima. Karena jengkel, saya melotot ke arah beliau. Bu guru Agnes kian emosi, beliau dengan penuh amarah memukul saya seraya berkata: ”Masih kelas I SD sudah berani kurang ajar. Sudah salah masih juga melotot.”


Usai jam pelajaran, bu Agnes melaporkan saya kepada bu guru Rika (wali kelas saya waktu itu). Bu guru Rika juga memarahi saya dengan keras. Lagi-lagi saya memelototkan mata kepada bu guru Rika. Tanpa banyak bicara, beliau langsung memukul saya. Entah bagaimana, ayah yang berada di rumah bisa mengetahui keadaan di sekolah. Sesampainya di rumah, ayah langsung memukul saya. Mengapa hanya karena lupa membawa peralatan menggambar, baik di sekolah maupun di rumah, saya mendapatkan pukulan? Dulu saya masih kecil, mendapat perlakuan buruk hanya bisa diam & menerima. Sekarang saya telah tumbuh dewasa, kelas III SD. Saya harus membalas perlakuan bu guru Agnes.

Saat itu A Yong menunjukkan memar di lengan tangannya. ”Mei Feng lao shi lihatlah...Memar ini adalah karena dipukul oleh bu guru Agnes. Saya akan meminta visum di rumah sakit untuk melaporkan kepada polisi perlakuan bu guru Agnes. Mendengar penjelasan dari A Yong, saya merasa sangat sedih. ”Mengapa A Yong yang baru kelas III SD bisa memiliki perasaan benci terhadap seorang guru?”

Sambil menatap A Yong, saya berkata:”Bolehkah lao shi memelukmu untuk sejenak?” Mendengar perkataan saya, A Yong merasa terkejut. Sebelum A Yong sempat menjawab, saya sudah terlebih dahulu maju untuk memeluknya. Saat itu A Yong masih diliputi oleh perasaan marah, ia diam saja tidak bereaksi. Ketika melepaskan pelukan, saya mendapati jari kuku A Yong sangat panjang & kotor. ”A Yong, jari kuku mu sangat panjang & kotor, mengapa tidak meminta tolong kepada ibu untuk merapikannya?” tanya saya. A Yong menjawab:”Mei Feng lao shi... tahukah anda, ayah & ibu saya telah bercerai? Ibu & adik perempuan saya tinggal di kota, sedangkan saya ikut ayah.” A Yong menjadi sedikit lebih tenang & melunak. Ayah kamu bekerja dimana?”

”Kami mengelola sebuah toko daging. Setiap hari ayah memotong & menjual daging. Saya sangat merindukan ibu & adik perempuan saya. Sebelum tahun pelajaran baru dimulai, mereka telah mengunjungi & memberikan hadiah untuk saya.” Dengan mata yang sembab, A Yong memberitahu saya: ”Mei Feng lao shi...Meskipun mereka secara berkala telah datang berkunjung, akan tetapi saya tetap merasa rindu. Saya ingin tinggal bersama mereka. Ayah setiap hari hanya dapat memukul & memarahi saya. Dengan berkelakuan buruk, ayah akan membenci saya, ada kemungkinan untuk mengusir saya. Bila ayah mengusir, saya dapat tinggal bersama ibu & adik perempuan.”

Mendengar penuturan dari A Yong, saya merasa sangat sedih. Bagaimana bisa saya dapat menghukum A Yong atas perbuatannya terhadap bu guru Agnes? Seorang diri tinggal bersama ayah, pastilah sudah cukup menderita. Pikiran-hati A Yong dipenuhi dengan kegalauan & pertentangan, sungguh kasihan.

Saya mempersilahkan A Yong untuk duduk di samping sambil berkata:”Mari lao shi bantu untuk merapikan jari kuku kamu. Bisakah kamu belajar mengucapkan kata-kata yang baik? Dengan mengucapkan kata-kata yang baik maka bu guru Agnes tidak akan menghukum kamu.” A Yong mengaggukkan kepala tanda setuju.

Selanjutnya setelah saya memotong jari kuku yang pertama A Yong berkata:” Saya akan mengucapkan kata-kata yang baik.” Memotong jari kuku yang kedua, ia berkata:”Mulut mengucapkan kata-kata yang baik, tangan mengerjakan pekerjaan yang mulia 口说好话,手做好事 kou shuo hao hua, shou zuo hao shi.”...Memotong jari kuku yang ketiga, A Yong berkata:” Mulut mengucapkan kata-kata yang baik, tangan mengerjakan pekerjaan yang mulia, kaki berjalan di jalan yang lapang 口说好话,手做好事,脚走好路 kou shuo hao hua, shou zuo hao shi, jiao zou hao lu.”

Mendengarkan perkataan A Yong saya merasa terkejut, lantas bertanya kepadanya: ”A Yong tahukah kamu apa maksud kata-kata tadi? Bila pekataan & perbuatan kita baik, otomatis nasib kita juga akan baik. Dari mana kamu mempelajari kata-kata mutiara tersebut?” A Yong menjawab: ”Mei Feng lao shi, bukankah di dinding sekolah kita banyak sekali digantung kaligrafi yang berisi kata-kata mutiara?” Pada saat saya merapikan jari kuku yang terakhir, A Yong dengan tersenyum berkata: ”Bila hati ada kasih, tiada membenci orang 心中有爱,人见人爱 xin zhong you ai, ren jian ren ai.”

Selesai merapikan jari kuku A Yong, saya bertanya kepadanya:”Selanjutnya apa yang harus kita lakukan?” Setelah berpikir sejenak, A Yong berkata:”Mei Feng lao shi, saya akan menghadap bu guru Agnes untuk meminta maaf.””Kamu pergi menhadap sendiri/lao shi dampingi? Lebih baik lao shi mendampingi kamu.”

Saya menggandeng tangan  A Yong menuju ke ruang guru. Sesampainya di ruang guru, begitu melihat kami bu guru Agnes merasa terkejut. Beliau berkata:”Untuk apa kalian datang kemari?” saya berkata:”A Yong datang kemari untuk meminta maaf.” Saat itu A Yong membungkukkan badannya menghadap bu guru Agnes sebagai tanda permintaan maaf. Bu guru Agnes segera berdiri disamping A Yong sambil berkata:”Saya dari dulu sudah mengatakan: Jadilah murid yang baik, menurut. Dengan demikian bu guru tidak akan mengomeli apalagi memukul kamu.” Saya berkata:”A Yong, bu guru Agnes belum mendengarkan kamu meminta maaf. Segeralah meminta maaf kepada beliau.” A Yong dengan sikap yang penuh hormat, berdiri di hadapan bu guru Agnes. Sambil membungkukkan badannya, A Yong berkata:”Bu guru Agnes saya menyesal, saya minta maaf.”

Sebagai seorang guru, sering kali kita fokus pada kesalahan anak didik. Kita enggan untuk mendengarkan apalagi memahami keadaan mereka. Begitu mengetahui mereka bersalah, langsung memberikan hukuman. Coba bayangkan bagaimana perasaan kita sebagai A Yong, hanya karena lupa membawa peralatan menggambar baik di sekolah maupun di rumah harus mengalami kekerasan fisik. Apakah ini yang dinamakan mendidik? Seandainya saja Mei Feng lao shi serta merta memarahi & menghkum A Yong, kekerasan fisik yang dialami oleh A Yong bagaikan lingkaran setan yang tiada berujung. Mendapati anak didik bersalah ajaklah berbicara dari hati ke hati untuk membangun hubungan yang hangat diantara guru & murid.

Penulis: Xie Zheng Ming.
Ahli Sejarah Kuno Conficius dan bahasa Mandarin.


Guru jaman sekarang sudah bergeser maknanya, Bhante.., mereka sudah bukan lagi PENDIDIK.., tapi sdh berubah jadi PENGAJAR..! Sehingga murid2 jaman sekarang sangat TERPELAJAR.., tapi kurang TERDIDIK...!!! Hehehhh.......

tadi aku nulis bagini" apakah yang ada dalam pikiran guru dengan menyalahkan siswa karena kesalahan yang bukan prinsip. Apakah akan dianggap hebat dan berwibawa menempatkan siswa ada di pihak "SALAH"?


Namo Buddhaya Temen2 Yg Budiman, Klopoaking K, iya sebagian ada yg begitu, tp anak ini A Yong nampaknya sdh bnyak luka hati dg sikon di rumah yaitu perceraian Ortunya (Broken Home), ditambah Ayahnya suka marah2, dan kerinduan pada Ibu dan Adiknya...jadi setiap problem itu terjadi dari Akumulasi kekesalan yg terus menumpuk, akibatnya tinggal menunggu Bom waktu...kira2 demikian pandangan bhante trims sadhu.


Pak Eko Ujianto, iya bener, Guru juga manusia biasa, sapa tau di rumahnya banyak problem KPR belum lunas2, gaji tdk nak2, biaya hdp makin tinggi, dst...Akumulasi permasalahan itulah sebenarnya yg menyeret orang berbuat se-wenang2, dan utamanya tuntutan keingiinan dari pihak keluarga minta2 itu dan ini segala macam, kekesalan di rumah tumpahnya ke orang lain jadi sasaran krn Emosi yg terpendam, kira2 spt itulah hdp manusia dari dulu smp saat ini dst...trims atas komen2nya sadhu.


Namo Buddhaya, Teman2 trims atas dedikasi dan komennya yang berguna. Karma baik ini kita limpahkan kepada para Guru Dharma, para Leluhur d Ortu yg msh hidup atau yg sdh meninggal dan semua makhluk yang telah meninggal semoga mereka dapat menerimanya dan ikut berbahagia, sadhu. 
Sabbe satta bhawantu sukhitatta.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Penyusun Ven.Sudhammacaro.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

" NAMA-NAMA BUDDHIS "

“大悲咒 | Ta Pei Cou (Mahakaruna Dharani) & UM-MANI-PAD-ME-HUM”

“ Fangshen cara membayar Hutang Karma Buruk dengan cepat dan Instan “