Kisah A Hong 阿宏




“Bagi setiap orang rasa hormat & perilaku hormat itu sangat berharga. Setiap orang harus menghormati orang tua, guru, pemimpin, pekerjaan,...sampai sampai ada orang yang berpendapat jika hendak menjadi seorang yang sukses di bidang akademik harus menaruh rasa hormat terhadap buku”

Saat kelas 6 SD, wali kelas A Hong tidak lagi MeI Feng lao shi. Kini A Hong & teman-teman sekelas dibina oleh seorang guru lelaki, Zhuang lao shi. Zhuang lao shi adalah seorang guru senior, usianya mendekati 60 tahun. Di usianya yang telah lebih dari setengah abad, penampilan & pembawaannya tidak dapat dibandingkan dengan Mei Feng lao shi. Rambut Zhuang lao shi telah memutih & banyak yang rontok. Saat berjalan tubuhnya membungkuk & tidak dapat lincah dalam bergerak. Sehari-harinya, Zhuang lao shi tidak memperhatikan cara  berpakaian.

Seringkali beliau datang ke sekolah untuk mengajar tampa mengenakan sepatu. Karena Zhuang lao shi mengajar di sebuah sekolah yang terpencil, kepala sekolah menutup mata terhadap penampilan beliau. Di mata para siswa penampilan Zhuang lao shi lebih mirip seorang tukang kebun daripada sebagai guru. Diantara mereka ada yang berlaku keterlaluan, memberikan sebuah julukan untuk mengolok Zhuang lao shi.

Suatu hari A Hong dengan beberapa siswa yang lain berjalan di belakang Zhuang lao shi. Mereka menirukan gaya berjalan Zhuang lao shi, sesekali tertawa, beberapa kali memanggil Zhuang lao shi dengan nama sebutan. Zhuang lao shi berusaha untuk bersabar & menahan diri. Walaupun mengetahui apa yang sedang mereka perbuat, pura-pura tidak tahu. Sampai pada akhirnya kesabaran Zhuang lao shi sampai pada pucaknya. Zhuang lao shi tiba-tiba membalikkan badannya. Para siswa yang berada dibelakangnya merasa terkejut, mereka semua berlari menjauh. Diantara teman-teman yang lain, perawakan A Hong paling kecil, tidak dapat berlari cepat. A Hong tertangkap tangan oleh Zhuang lao shi.

“Apa yang tadi kau lakukan di belakang saya?”
“Saya tidak melakukan apa-apa, apalagi mengolok anda.”

“Jelas-jelas saya mendengar kau mengucapkan kata-kata yang mengolok, masih saja mengelak.”Tampa banyak bicara Zhuang lao shi menampar pipi A Hong. Dengan penuh amarah Zhuang lao shi berkata:”Sikap kamu sungguh keterlaluan. Mari kita lihat apakah lain kali kamu masih dapat mengulangi perbuatan yang sama? Sekarang berdirilah di luar pintu kelas, saat jam pelajaran berakhir tidak boleh pulang!”

Hari itu, sejak siang semua teman A Hong telah kembali ke rumah masing-masing, hanya ia seorang diri yang tinggal di sekolah sampai petang. Ketika hari gelap, barulah A Hong pergi meninggalkan sekolah, kembali ke rumah. Di rumah, sang ayah telah lama menanti kedatangan A Hong dengan perasaan gusar. Begitu A Hong terlihat datang,belum sampai masuk ke dalam rumah, sang ayah langsung mencecarnya dengan pertanyaan:”Kemana saja kau seharian? Ayo katakan kemana kau pergi bermain?”

”Saya... Saya tidak pergi bermain.”A Hong yang dalam keadaan letih, lapar, kotor terus mendapatkan tekanan dari sang ayah. “Masih juga tidak mau mengaku pergi kemana?””Tampa banyak bicara, sang ayah juga menampar pipi A Hong.”Ayo, katakan! Seharian bermain kemana saja?”Dengan menundukkan kepala & mata sembab, sesegukan A Hong menjawab:”Saya telah mengatai Zhuang lao shi. Oleh beliau saya ditampar & dihukum berdiri di luar kelas.””Apa? kamu ditampar oleh Zhuang lao shi? Apa yang kamu katakan?”

”Saya tidak mengatai beliau, hanya memanggil beliau dengan nama sebutan: Zhuang si tukang kebun, begitulah kami sekelas.”Begitu mendengar penjelasan dari A Hong, sang ayah menjadi marah.”Ayo, sekarang juga kita menuju ke rumah Zhuang lao shi.” Sang ayah sambil memegang rotan, menarik tangan A Hong untuk menuju ke rumah Zhuang lao shi. Sepanjang perjalanan dari rumah sampai ke tempat tinggal Zhuang lao, A Hong terus berusaha untuk memohon kepada sang ayah.”Ayah, sudahlah. Jangan marah. Ayah jangan menemui Zhuang lao shi untuk membuat perhitungan.”Sesampainya di tempat tujuan, A Hong enggan untuk masuk ke dalam. Sang ayah menarik paksa tangan A Hong untuk masuk ke dalam.

Di hadapan Zhuang lao shi, sang ayah berkata:”A Hong, segera berlututlah dihadapan Zhuang lao shi untuk meminta maaf. Katakan kepada beliau: Zhuang lao shi, saya minta maaf.”A Hong merasa terkejut, awalnya ia merasa jika sang ayah akan balas memukul Zhuang lao shi, mengapa sekarang bisa memintanya berlutut untuk meminta maaf. “Tidak, saya tidak mau melakukannya. Tadi di sekolah, Zhuang lao shi telah menampar saya.”

”Sikap kamu itu sungguh keterlaluan, seperti seorang anak yang tidak pernah dididik oleh orang tua. Kalau begitu ayah akan melakukannya untuk kamu.”Dengan perasaan jengkel terhadap A Hong, sang ayah berlutut di hadapan Zhuang lao shi. Zhuang lao shi dengan tergopoh-gopoh segera membantunya berdiri kembali seraya berkata:”Tiadak ada masalah...Tidak ada masalah...Jangan terlalu dibesar-besarkan.”Melihat kejadian tersebut, A Hong tidak kuasa menahan tangis, pada akhirnya ia sambil berlutut berkata:”Zhuang lao shi, maafkan saya.”

Di tengah keheningan malam, A Hong & sang ayah kembali ke rumah. Sang ayah berjalan di depan A Hong, sepanjang perjalanan mereka tidak berkata sepatah kata apapun. Sesampainya di rumah dengan berlinang air mata, sang ayah berkata:”A Hong, sebagai seorang siswa sudah seharusnya menghormati guru. Dengan menghormati, barulah beliau memberikan semua pengetahuan & ilmunya untuk kita. Ayah dulu tidak bersekolah, seumur hidup hanya dapat menjadi seorang petani desa, tidak bisa berkembang maju. Ibu kamu telah tiada, selagi ayah masih mampu membiayai, baik-baiklah menimba ilmu! Satu hal yang harus selalu kamu ingat, selamanya harus menghormati guru!”

Kejadian di rumah Zhuang lao shi memberikan kesan yang begitu mendalam bagi A Hong. Sejak itu A Hong tekun belajar, bercita-cita menjadi seorang guru. Pada akhirnya A Hong dapat menempuh pendidikan keguruan, menjadi seorang guru teladan. Dalam kesehariannya di sekolah, A Hong selalu berpakaian rapi, bersemangat dalam mengajar, bertutur-kata santun, perilakunya menjadi panutan bagi semua siswa.

Ada tiga hal dari cerita di atas yang dapat kita jadikan bahan introspeksi. Pertama:
身为老师,自己的言行穿着都要给学生最好的榜样,不仅要让学生在面前尊敬我们,而也要让学生在背后真心地尊敬我们.

Shen wei lao shi, zi ji de yan xing chuan zhe dou yao gei xue sheng zui hao de bang yang, bu jin yao rang xue sheng zai mian qian zun jing wo men, er ye yao rang xue sheng zai bei hou zhen xin di zun jing wo men. Sebagai seorang guru, setiap perkataan-perbuatan-cara berpakaian kita harus dapat dijadikan panutan bagu para siswa. Jangan sampai para siswa hanya bersikap hormat jika dihadapan kita, akan tetapi dimana saja mereka memiliki kesadaran untuk menghormati seorang guru.

Kedua: pepatah mandarin mengatakan 言教不如身教 yan jiao bu ru shen jiao, memberikan teladan lebih baik daripada memberi nasehat. Sikap sang ayah yang benar-benar menghormati seorang guru telah berhasil merubah nasib A Hong. Seandainya beliau tidak “mewakili” A Hong untuk meminta maaf kepada Zhuang lao shi, mungkin A Hong sekarang adalah juga seorang buruh tani biasa/ bahkan lebih buruk.

Ketiga, seorang guru adalah juga seperti orang pada umumnya, tidak selalu benar, terkadang juga dapat berbuat salah. Menghadapi keadaan demikian, sebagai orang tua siswa kita tidak boleh serta-merta menyalahkan sang guru. Daripada berbuat demikian, apakah tidak lebih baik jika kita meminta penjelasan & memangun komunikasi yang baik dengan guru yang bersangkutan?
http://i04.c.aliimg.com/img/ibank/2012/155/892/612298551_1439592801.310x310.jpg

Semoga berguna dan mohon maaf bila tidak berkenan di hati anda sadhu.

Penulis: Xie Zheng Ming.
Ahli Sejarah Kuno Conficius dan bahasa Mandarin.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

" NAMA-NAMA BUDDHIS "

“大悲咒 | Ta Pei Cou (Mahakaruna Dharani) & UM-MANI-PAD-ME-HUM”

“ Fangshen cara membayar Hutang Karma Buruk dengan cepat dan Instan “