" Budhi "


Apakah ajaran Buddha?


Oleh: Panji_trisula | 18 May 2012 | 21:34 WIB


Nama agama Buddha berasal dari kata ‘budhi’ yang berarti ‘bangun/pencerahan”to wake up dan dengan demikian Buddhisme adalah filosofi Pencerahan. Filosofi ini memiliki asal-usul dalam pengalaman orang Siddhata Gotama, dikenal sebagai Buddha, yang dirinya mengalami Pencerahan pada usia 35thn . Buddhisme sekarang 2.500 tahun dan memiliki sekitar 300 juta pengikut di seluruh dunia. baik di Eropa dan Amerika.

Menurut Albert Einstein Apa yang akan menjadi agama masa depan? cosmic religion If there is any religion that could cope with modern scientific needs it would be Buddhism.

The religion of the future will be a cosmic religion. It should transcend personal God and avoid dogma and theology. Covering both the natural and the spiritual, it should be based on a religious sense arising from the experience of all things natural and spiritual as a meaningful unity. Buddhism answers this description. If there is any religion that could cope with modern scientific needs it would be Buddhism. If people are good only because they fear punishment, and hope for reward, then we are a sorry lot indeed.

Agama masa depan akan menjadi agama kosmik. Ini harus melampaui Tuhan pribadi dan menghindari dogma dan teologi. Meliputi baik alam dan spiritual, harus didasarkan pada rasa religius yang timbul dari pengalaman /fenomenayygterjadi alam fisika material juga alam2 spiritual sebagai suatu kesatuan yang berarti. Buddhisme menjawab deskripsi ini. Jika ada agama yang dapat mengatasi kebutuhan ilmiah modern , maka  itu adalah Buddha. Jika orang yang baik hanya karena mereka takut hukuman, dan berharap pahala, maka kita banyak memang menyesal.

The further the spiritual evolution of mankind advances, the more certain it seems to me that the path to genuine religiosity does not lie through the fear of life, and the fear of death, and blind faith, but through striving after rational knowledge. Immortality? There are two kinds. The first lives in the imagination of the people, and is thus an illusion. There is a relative immortality which may conserve the memory of an individual for some generations. But there is only one true immortality, on a cosmic scale, and that is the immortality of the cosmos itself. There is no other.

Evolusi lebih lanjut spiritual kemajuan umat manusia, semakin pasti bagi saya bahwa jalan menuju religiusitas sejati tidak terletak melalui rasa takut akan hidup, dan takut mati, dan iman buta, tetapi melalui usaha perjuangan pemikiran yg  rasional. Keabadian? Ada dua macam. Yang pertama hidup dalam imajinasi rakyat, dan dengan demikian ilusi. Ada sebuah keabadian relatif yang dapat menghemat memori individu untuk beberapa generasi. Tapi hanya ada satu keabadian benar, pada skala kosmik, dan itu adalah keabadian kosmos itu sendiri. Tidak ada yang lain.

– Albert Einstein, quoted in Madalyn Murray O’Hair, All the Questions You Ever Wanted to Ask American Atheists (1982) vol. ii., p. 29

Kritis terhadap Budaya Tradisi bahkan Kitab Suci

Guru Buddha mengajarkan untuk ”datang dan buktikan” ajaranNya, bukan ”datang dan percaya”. Ajaran mengenai ehipassiko ini adalah salah satu ajaran yang penting dan yang membedakan ajaran Buddha dengan ajaran lainnya.

Salah satu sikap dari Guru Buddha yang mengajarkan ehipassiko dan memberikan kebebasan berpikir dalam menerima suatu ajaran terdapat dalam perbincangan antara Guru Buddha dengan suku Kalama berikut ini:

“Wahai, suku Kalama. Jangan begitu saja mengikuti tradisi lisan, ajaran turun-temurun, kata orang, koleksi kitab suci, penalaran logis, penalaran lewat kesimpulan, perenungan tentang alasan, penerimaan pandangan setelah
mempertimbangkannya, pembicara yang kelihatannya meyakinkan, atau karena kalian berpikir, `Petapa itu adalah guru kami. `

Tetapi setelah kalian mengetahui sendiri, `Hal-hal ini adalah bermanfaat, hal-hal ini tidak tercela; hal-hal ini dipuji oleh para bijaksana; hal-hal ini, jika dilaksanakan dan dipraktekkan, menuju kesejahteraan dan kebahagiaan`, maka sudah selayaknya kalian menerimanya.” (Kalama Sutta; Anguttara Nikaya 3.65)

Tidak ada Asumsi dalam Agama Buddha

Adalah suatu kemuliaan dari Buddhisme bahwasanya ia menjadikan pencerahan intelektual sebagai syarat utama dari keselamatan. Dalam Buddhisme, moralitas dan pencerahan intelektual adalah tak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Moralitas adalah membentuk dasar bagi kehidupan yang lebih tinggi, sedangkan pengetahuan dan kebijaksanaan melengkapinya.

 

Tanpa pemahaman yang sempurna terhadap hukum sebab akibat dan penjelmaan (pratityasamutpada), tak seorang pun dapat dikatakan sungguh – sungguh bermoral bila ia tidak memiliki pemahaman / pengertian dan pengetahuan yang semestinya. Dalam hal ini Buddhisme berbeda dengan semua agama lainnya. Semua agama monoteistik diawali dengan asumsi – asumsi tertentu, dan bilamana asumsi – asumsi ini bertentangan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ia menambah kesengsaraan.

 

Akan tetapi Buddhisme tidak diawali oleh asumsi – asumsi. Ia berdiri di atas batu karang yang tegar dari fakta – fakta, dan karena itu tidak pernah menghindari cahaya kering dari pengetahuan.–(Prof. Lakhsmi Narasu, “The Essence of Buddhism”)

Buddhisme dan Kepercayaan Lainnya

Buddhisme bagaikan telapak tangan, sedangkan agama – agama lainnya sebagai jemarinya.

–(The great Khan Mongka)

Analisa Rasional

Buddhisme merupakan satu – satunya agama besar di dunia ini yang secara sadar dan terus terang berlandaskan kepada suatu analisa rasional yang sistematis terhadap problem – problem kehidupan serta jalan pemecahannya.

–(Moni Bagghee, “Our Buddha”)

Buddha dan Ilmu Pengetahuan Modern

“Saya sudah sering mengatakan, dan saya akan lagi dan lagi mengatakan, bahwa antara Buddhisme dan Ilmu Pengetahuan modern terdapat suatu keterkaitan intelektual yang begitu erat.

–(Sir Edwin Arnold)

Agama Buddha Memenuhi Tuntutan Ilmu Pengetahuan

Jika ada suatu agama yang akan memenuhi tuntutan kebutuhan ilmu pengetahuan modern, maka agama tersebut adalah Buddhisme.–(Albert Einstein)

Ilmu Pengetahuan yang Bersifat spiritual

Buddhisme, sebaliknya merupakan suatu sistem berpikir, suatu agama, suatu sains spiritual, dan suatu pandangan hidup, yang masuk akal, praktis dan menyeluruh. Selama 2500 tahun ia telah memuaskan kebutuhan spiritual dari hampir sepertiga jumlah umat manusia.

 

Ia menarik perhatian dunia Barat, yang menekankan pada kepercayaan diri yang disertai dengan rasa toleransi terhadap pandangan orang lain, termasuk ilmu pengetahuan, agama, filsafat, psikologi, etika dan seni, dan menunjuk manusia sendiri sebagai si pencipta dari kehidupannya saat ini serta perancang tunggal atas nasibnya.

–(Christmas Humpreys)

Keselamatan tanpa Tuhan

Untuk pertama kali dalam sejarah dunia ini, Sang Buddha memproklamasikan suatu keselamatan, yang dapat dicapai oleh setiap orang untuk dirinya sendiri dan oleh dirinya sendiri di dunia ini dalam kehidupan sekarang ini, tanpa pertolongan sedikit pun dari suatu ‘Tuhan yang Berpribadi’ (Personal God) ataupun dari para dewa.

 

Sang Buddha sangat menekankan ajaran tentang kemampuan diri sendiri, tentang penyucian, tentang kemoralan, tentang pencerahan, tentang kedamaian dan cinta kasih yang universal. Beliau amat menekankan tentang perlunya pengetahuan, karena tanpa kebijaksanaan, pemahaman terhadap batin tidak akan diperoleh dalam kehidupan ini.

–(Prof. Eliot, “Buddhism and Hinduism”)

Sang Buddha dan keselamatan

Bukanlah Sang Buddha yang membebaskan manusia, akan tetapi Beliau mengajarkan mereka untuk membebaskan diri mereka sendiri, sama seperti Beliau telah membebaskan diriNya sendiri. Mereka menerima ajaran Beliau tentang kebenaran, bukan karena hal itu berasal dariNya, tetapi karena keyakinan pribadi, yang dibangkitkan oleh kata – kataNya, yang timbul dari cahaya semangat mereka sendiri.

–(Dr. Oldenburg, Seorang Sarjana Buddhis Jerman)

SABDOPALON dan Gama Bud
dha

Bait Serat SabdoPalon yeng berkenaan dg Gama Bu
ddha

4. Kelawan Paduka sang Nata,

Wangsul maring sunya ruri,

Nung kula matur petungna,

Ing mbenjang sakpungkur mami,

Yen wus prapta kang wanci,

Jangkep gangsal atus tahun,

Wit ing dinten punika,

Kula gantos kang agami,

Gama Bu
ddha kula sebar tanah Jawa.

(Berpisah dengan Sang Prabu kembali keasal mula saya. Namun Sang Prabu kami mohon dicatat. Kelak setelah 500 tahun dari sekarang, saya akan mengganti agama Budha lagi, saya sebar seluruh tanah Jawa.)

5. Sinten tan purun nganggeya,

Yekti kula rusak sami,

Sun sajeken putu kula,

Berkasakan rupi-rupi,

Dereng lega kang ati,

Yen during lebur atempur,

Kula damel pratandha,

Pratandha tembayan mami,

Hardi Merapi yen wus rijeblug mili lahar.

(Bila tidak ada yang mau memakai, akan saya hancurkan. Menjadi makanan jin setan dan lain-lainnya. Belum legalah hati saya bila belum saya hancur leburkan. Saya akan membuat tanda akan datangnya kata-kata saya ini. Bila Gunung Merapi meletus dan memuntahkan laharnya.)

6. Ngidul ngilen purugina,

Ngganda banger ingkang warih,

Nggih punika medal kula,

Wus nyebar Agama Budi,

Merapi janji mami,

Anggereng jagad satuhu,

Karsanireng Jawata,

Sadaya gilir gumanti,

Boten kenging kalamunta kaowahan.

(Lahar tesebut mengalir ke barat daya. Baunya tidak sedap. Itulah pratanda kalau saya datang. Sudah mulai menyebarkan agama Budha. Kelak Merapi akan bergelegar. Itu sudah menjadi takdir Hyang Widhi bahwa segalanya harus berganti. Tidak dapat bila dirubah lagi.)

Agama Budi yang telah dijanjikan kedatangannya oleh Dang Hyang Sabda Palon di depan Sunan Kalijaga dan Prabu Brawijaya V menjelang keruntuhan Majapahit hanya tertulis dua kali pada Serat Sabda Palon.Dalam Bahasa Sanskerta, kata buddh berarti untuk mengetahui.

 

Kata buddhi adalah kata benda feminin yang banyak diterjemahkan menjadi kecerdasan, keijaksanaan, atau akal. Namun dalam penerapannya, buddhi cenderung digunakan untuk merujuk pada kesadaran spiritual. Sedangkan kata buddha berarti mereka yang sadar, yang mencapai pencerahan sejati. Para pengikut agama sadar, yang mencapai pencerahan sejati.

 

Para pengikut agama Budha Mahayana mempercayai mereka akan lahir di Surga Barat untuk menunggu Budha Amitabha membakar khotbah Dhamma dan akan memimpin mereka ke tahap mencapai ”Buddhi”, tahap kesejatian di mana kebencian dan ketamakan akan dilampaui.

Dengan berpegang pada buddhi, dia harus mampu mencapai ketenangan sedikit demi sedikit dengan menambatkan manah (pikiran) pada atma (roh) dan tidak terbelenggu apa pun lainnya.

- Bhagavad Gita: 6:25

Kata buddhi inilah yang lantas diserap dalam Bahasa Jawa Kawi (Bahasa Jawa kuno yang banyak menyerap kosakata Bahasa Sanskerta) dan cenderung diterjemahkan dengan arti kesadaran.Bila terdapat manusia yang mampu meninggalkan kemarahan dengan kesabaran, bagaikan ular yang meninggalkan kulitnya dan tidak akan kembali lagi yang telah ditinggalkannya tersebut, maka manusia yang demikian patut disebut berkesadaran agung dan patut disebut manusia sejati.

- Lontar Sarasamuscaya: 95

Dalam Bahasa Jawa sekarang, kata buddhi telah mengalami depresiasi huruf menjadi budi. Makanya pun sedikitt bergeser: dari yang semupa mengacu pada kesadaran spiritual lalu berubah menjadi pikiran, nalar, watak, polah arep oncat.2 Lalu berkembanglah istilah budi pakerti. Pakerti bermakna panggawe (perbuatan). Budi pakerti berarti wewatekan (watak)3.

Sedangkan kata budi pada Kamus Bahasa Indonesia berarti sadar atau yang menyadarkan atau alat kesadaran. Dan menurut definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia, budi adalah suatu alat batin, paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk.

Siddharta Gautama di Hindhu dan Pengikut Bud
dha

Dalam agama Hindu, Gautama Buddha muncul dalam kitab Purana (Susastra Hindu) sebagai awatara (inkarnasi) kesembilan di antara sepuluh awatara (Dasawatara) Dewa Wisnu. Dalam Bhagawatapurana, Beliau disebut sebagai awatara kedua puluh empat di antara dua puluh lima awatara Wisnu. Kata buddha berarti “Dia yang mendapat pencerahan” dan dapat mengacu kepada Buddha lainnya selain Gautama Buddha, pendiri Buddhisme yang dikenal pada masa sekarang.

Berbeda dengan ajaran Hindu, ajaran Gautama Buddha tidak menekankan keberadaan “Tuhan sang Pencipta”[1]

Buddha (Sanskerta: berarti. Mereka yang Sadar, Yang mencapai pencerahan sejati. dari perkataan Sanskerta: “Budh”, untuk mengetahui) merupakan gelar kepada individu yang menyadari potensi penuh mereka untuk memajukan diri dan yang berkembang kesadarannya. Dalam penggunaan kontemporer, ia sering digunakan untuk merujuk Siddharta Gautama, guru agama dan pendiri Agama Buddha (dianggap “Buddha bagi waktu ini”). Dalam penggunaan lain, ia merupakan tarikan dan contoh bagi manusia yang telah sadar.

Penganut Buddha tidak menganggap Siddharta Gautama sebagai sang hyang Buddha pertama atau terakhir. Secara teknis, Buddha, seseorang yang menemukan Dharma atau Dhamma (yang bermaksud: Kebenaran; perkara yang sebenarnya, akal budi, kesulitan keadaan manusia, dan jalan benar kepada kebebasan melalui Kesadaran, datang selepas karma yang bagus (tujuan) dikekalkan seimbang dan semua tindakan buruk tidak mahir ditinggalkan. Pencapaian nirwana (nibbana) di antara ketiga jenis Buddha adalah serupa, tetapi Samma-Sambuddha menekankan lebih kepada kualitas dan usaha dibandingkan dengan dua lainnya.

Tiga jenis golongan Buddha adalah:

Samma-Sambuddha yang mendapat Kesadaran penuh tanpa guru, hanya dengan usaha sendiri
. Pacceka-Buddha atau Pratyeka-Buddha yang menyerupai Samma-Sambuddha, tetapi senantiasa diam dan menyimpan pencapaian Dharma pada diri sendiri. Savaka-Buddha yang merupakan Arahat (pengikut kesadaran), tetapi mencapai tahap Kesadaran dengan mendengar Dhamma.

Dalam ajaran Mahayana, Bodhisattva mengambil janji untuk tidak memasuki nirwana sebelum semua makhluk mencapai ke-Buddha-an. Artinya ia menunda memasuki nirwana dan memilih turun ke bumi mengorbankan dirinya untuk membantu makhluk lain mencapai pencerahan. Karena itulah Bodhisatwa dikenal memiliki sifat welas asih dan sifat tidak mementingkan diri sendiri dan rela berkorban

Dharma Sebagai Obat Samadhi dan Pencerahan

Kita harus mempraktikkan Dharma, yang diumpamakan sebagai obat yang diresepkan Buddha kepada kita untuk mencapai Pencerahan. Tidaklah cukup hanya mendengarkan Dharma, kita harus dengan aktif menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dan dalam hubungan kita dengan orang lain. Ini berarti kita harus berusaha berperhatian murni dan sadar ketika sikap yang mengganggu muncul. Kemudian, kita menggunakan obat yang membuat kita dapat mengamati situasi yang sesungguhnya.

 

Jika orang sakit punya obat tetapi tidak meminumnya, orang itu tidak akan sembuh. Begitu pula, bisa jadi kita punya tempat pemujaan megah dan perpustakaan lengkap berisi buku Dharma di rumah, tetapi jika kita, misalnya, tidak dapat menerapkan kesabaran ketika bertemu dengan orang yang mengesalkan kita, berarti kita kehilangan kesempatan langsung untuk mempraktikkan Dharma.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

" NAMA-NAMA BUDDHIS "

“大悲咒 | Ta Pei Cou (Mahakaruna Dharani) & UM-MANI-PAD-ME-HUM”

“ Fangshen cara membayar Hutang Karma Buruk dengan cepat dan Instan “