" KEBENARAN VS PEMBENARAN "

SERI KE- 8 DEFINISI ALLAH/ TUHAN.


Kebenaran yang hakiki bukan Pembenaran.

Yang dimaksudkan kebenaran disini ialah kebenaran yang hakiki, artinya segala sesuatu yang dikatakan atau dianggap benar menurut hukumnya atau fakta aktual yang dikatakan oleh semua orang baik disini, disana, dan di mana pun. Dinyatakan benar saat itu, hari itu hingga bertahun-tahun, berjuta tahun bahkan sampai kapan pun, kebenaran itu tak berubah, tak mendua.

Kebenaran bukan hanya dikatakan oleh satu orang, satu kelompok, satu negara, sebagian orang sebagian kelompok, sebagian bangsa atau negara saja. Tapi kebenaran yang dinyatakan adalah eksis, dan diakui oleh semua orang dari kalangan mana pun, oleh bangsa apa pun, kebenaran dinyatakan oleh agama apa pun, itulah yang disebut ‘Kebenaran’.

Contoh: Kalau anda ditanya negara Amerika ibukotanya apa? Pasti dijawab New York, dan semua orang akan menjawab sama. Demikian pula jika anda ditanya negara Indonesia ibukotanya apa? Pasti dijawab Jakarta, dan semua orang dari mana pun akan menjawab sama. Bila ditanya di manakah Istina Presiden? Pasti dijawab di jalan anu di Jakarta pusat, dan semua orang akan menjawab sama.

Jika anda ditanya bagaimana rasanya gula? Pasti dijawab ‘Manis’, dan semua orang pasti akan menjawab sama. Kalau anda ditanya ‘Garam’ itu apa rasanya? Dijawab ‘Asin’, dan semua orang akan menjawab sama.

Jadi, jawaban dari satu pertanyaan, akan dijawab sama oleh semua orang, tidak berbeda-beda menurut seleranya. Juga sebaliknya kalau anda ditanya Gula itu apa rasanya? Misalnya kalau dijawab: Gula rasanya ‘Asin’, berarti salah atau tidak benar jawabannya, maka semua orang akan menyangkal jawaban anda itu, kenapa? Sebab jawaban anda salah atau tidak benar menurut hukum kebenaran universal.

Yang benar menurut hukumnya bahwa ‘Gula’ itu rasanya ‘Manis’.
Jadi kebenaran itu tidak mendua dan tidak bisa dibohongi.

Itulah perlunya manusia belajar terus menerus tentang segala sesuatu termasuk belajar ‘Hukum Kebenaran’ yang diajarkan dari agama, hal ini amat penting. Alasannya, karena manusia dalam hidupnya butuh agama dan belajar agama sebagai pegangan hidupnya.

Alasan lain, jika manusia tidak belajar agama, dari mana manusia tahu tentang yang benar (kebenaran) dan yang salah, yang berguna dan yang tak berguna.

Agama menuntun manusia untuk meraih kehidupan yang harmonis, rukun, bersatu dan bermartabat serta demi kebahagiaan dan kesejahteraan bukan sebaliknya.

Sebab ilmu pengetahuan setinggi apapun tidak akan membawa kejalan kebenaran dan kebahagiaan, ilmu pengetahuan hanya menunjukan jalan kemajuan duniawi.

Misalnya pemimpin bangsa dan para pejabat dengan Ilmu pengetahuan hanya bertugas sebatas mengeruk kekayaan, mencari sumber-sumber daya alam atau kekayaan alam. Namun setelah mendapatkan kekayaan alam, pemimpin bangsa dan para pejabat harus menggunakan kebijaksanaan hasil dari belajar agama untuk mengatur hasil kekayaan alam yang bisa digunakan sesuai kemanusiaan yakni demi mensejahterakan semua rakyatnya, bukan hanya untuk dirinya sendiri dan keluarganya saja.

Demikian pula manusia dalam keluarga sebagai orang tua, dengan ilmu pengetahuannya digunakan untuk mencari nafkah bagi keluarga, setelah memperoleh hasil maka orang tua harus ingat kepada anak-anaknya, bahwa hasil dari mencari nafkah dengan kemampuan atau ilmu pengetahuannya, maka orang tua harus bertanggung jawab terhadap anak-anak nya.

Sebaliknya, jika orang sudah mengaku taat beragama apalagi menjadi pemimpin rakyat dan pejabat tapi justru korupsi yakni makan uang rakyat ibarat pagar makan tanaman misalnya. Maka pemimpin dan para pejabat yang mengaku beragama dan taat beragama itu berarti dia tidak bisa menggunakan ilmu hasil belajar dari agamanya.

Atau ada kemungkinan ajaran agamanya yang kurang lengkap, atau ajaran agamanya boleh jadi tidak sempurna bahkan salah. Sebab itu, saya anjurkan anda untuk mengkaji ulang terus menerus isi ajaran agama yang anda anut, tak ada yang melarang bagi siapa pun untuk melakukan kajian suatu ajaran agamanya, malah bagus.

Apalagi setelah benar-benar mendapatkan hasil yang maksimal, lalu anda mau mengamalkannya kepada umat lain demi kebahagiaan dan kesejahteraan semua umat.


Hukum Karma pasti ada dan berlaku bagi semua makhuk.

Substansi agama jika tak ada ajaran ‘hukum karma’ dan orang beragama jika tidak yakin akan hukum karma, maka agama dan penganutnya tidak akan berjalan secara sinkron. Bahkan meskipun agama itu menurutnya disebut sempurna dan sehebat apa pun, hasilnya tak akan membawa manfaat bagi para penganutnya, dan orang lain.
Bila subtansi agama itu tidak mengajarkan, tidak yakin dan tidak mempraktikkan hukum karma.

Hukum Karma inilah sebagai ‘Tiang’, pondamen, dasar dan pedoman hidup manusia. Sebab, dengan keyakinan akan hukum karma inilah manusia akan takut sendiri dalam segala gerak-gerik, tindak-tanduk dan prilakunya, baik berpikir, berucap hingga bertindak.

Hukum karma amat berguna untuk menuntun manusia ke jalan yang benar, tanpa harus ditakut-takuti oleh makhluk agung apa pun namanya seperti Tuhan YME /Allah, atau Neraka jahanam. Faktanya, saat ini sangat banyak orang tidak takut lagi kepada Tuhan YME /Allah, atau neraka jahanam, pasalnya orang yang taat agama dan para pemuka agamanya sendiri banyak yang melanggar kata-katanya sendiri.

Penilaian orang saat ini Khotbah atau ceramah para pemuka agama, dianggap sebagai hiburan belaka, apalagi jika khotbah atau ceramah para pemuka agamanya suka melawak atau mantan pelawak konyol atau pemain ‘Ketoprak’ yang konyol.



Tidak Peduli Ada atau Tidak Ada Tuhan YME /Allah
tapi ‘Hukum Karma’ pasti ada.

Ada atau tidak adanya Tuhan YME /Allah, tapi ‘Hukum Karma’ pasti ada dan tetap berlaku bagi semua makhluk termasuk manusia dan hewan, bahkan yang ada di surga mau pun di neraka. Di dunia dan alam semesta ini ada hukum alam termasuk hukum karma yakni sebab akibat, yang pasti akan berlaku bagi siapa saja.

Seperti pepatah: ‘Siapa menabur dia akan menuai, siapa menanam, dia akan memanen, siapa yang berbuat maka dia akan menerima akibatnya’. Pelaku kejahatan pasti akan menerima buah akibatnya yakni penderitaan, sebaliknya pelaku kebaikan akan menerima kebahagiaan sebagai akibatnya.

Contohnya; Pencuri jika tertangkap polisi akan dihukum, atau tertangkap massa akan dipukuli, dan akhirnya terkenal akibat kejahatannya. Sebaliknya, pelaku kebaikan akan menerima berkah kebahagiaan, yakni dipuji-puji, dihormati, terkenal akibat kebaikannya. Hukum Karma inilah yang perlu dimengerti dan diyakini, sebab ia tetap ada dan pasti berlaku bagi siapa pun.

Hukum Karma berjalan dan bekerja tak perlu ada atau tidak adanya Tuhan YME /Allah, tepat waktunya, tak bisa disuap, tidak tebang pilih atau pilih kasih, tak bisa diputar balik, tak bohong, tak menipu, hukum karma menyertai semua makhluk.


Agama yang baik dan benar.

Agama adalah termasuk satu kebutuhan pokok hidup rohani atau batin manusia, salah satunya untuk memuaskan emosi. Secara positif ajaran agama yang baik dan benar harus memberi andil bagi kerukunan, persatuan, perdamaian, dan kesejahteraan demi tercapainya kemakmuran dan kebahagiaan lahir dan batin, bagi manusia yang memeluk dan mempelajari serta yang mempraktikan agama tersebut.

Tak peduli agama itu namanya apa, misalnya agama A, B, C, atau D. Namun yang terpenting ialah isi ajaran agama itu hasilnya dapat mengubah cara atau pola pikir dan pola hidup manusia yang buruk dan jahat menjadi baik dan benar. Akhirnya, penganut agama tak perlu mempromosikan agamanya sendiri dengan berbagai cara.

Sebab orang sudah melihat buktinya sendiri bahwa penganut agama itu hidupnya rukun, damai, bersatu, suka peduli, rendah hati, jujur, disiplin, akibatnya hidup sejahtera dan bahagia.

Tapi jika sebaliknya, penganut agamanya masih sering bertengkar, hobi rusuh, merusak, menghancurkan milik orang lain, menipu, membunuh, membantai, merampok, memperkosa, hobi perang, pembantai sesama manusia, dsb.

Berarti anda sebagai manusia yang memiliki otak untuk berpikir, alangkah baiknya memeriksa ada apa yang salah di dalam ajaran agama yang anda anut itu?

Artinya, orang beragama pertama belajar dengan otaknya, selain untuk memuaskan emosi (perasaan) dengan melakukan sembahyang, dsb.
Namun yang harus diprioritaskan ialah ‘kesadarannya’ sebagai penyeimbang. Tanpa keseimbangan hasil dari melatih ‘kesadaran’ melalui ‘Dzikir’ dan puasa termasuk semangat melakukan sembahyang, maka yang namanya orang beragama tak akan memperoleh manfaatnya.

Jadi keseimbangan batin ini ibarat timbangan dalam praktik hidup sendiri dan kehidupan bermasyarakat. Keseimbangan batin adalah hasil uji coba belajar dan praktik agama yang benar, ia muncul manakala tindakannya yang sudah melalui pertimbangan penuh dan amat matang.

Ibarat buah yang sudah matang di pohonnya, maka hasilnya tentu saja lebih memuaskan, dibanding dengan buah yang matang dikarbit, dan inilah yang harus menjadi bahan renungan bagi semua penganut agama di mana saja berada.


Kesimpulan: Tujuan tulisan ini bukan untuk mendiskriditkan agama tertentu, atau mau melecehkan pemuka agamanya, namun tujuan tulisan ini hanya untuk memberikan ‘Pencerahan batin’ yang benar kepada anda yang suka belajar agama.

Agama yang baik dan benar adalah ajarannya harus bertanggung jawab terhadap kehidupan manusia di mana ajaran agama itu dianut, baik di lingkungan keluarga, bersama tetangga, bersama masyarakat di negaranya. Bahkan hidup bersama dengan bangsa lain pun harus beradab, penuh toleransi, menjalin persatuan, penuh kedamaian, saling membantu-menolong dalam segala keadaan.

Jadi antara satu negara dan bangsa lain dengan bangsanya tak ada perbedaan, tak ada saling curiga, tak ada permusuhan, bebas dari perang dan akhirnya bebas dari pembantaian sesama saudaranya sendiri.

Alasannya, sebab anda yang beragama percaya bahwa Tuhan YME /Allah yang menciptakan dan mengatur seisi alam semesta termasuk semua manusia dan hewan.

Inilah tujuan ajaran agama yang baik dan benar, sebab arti ‘Agama’ ialah A artinya tidak dan Gama artinya kacau, jadi kalau digabungkan berarti ‘AGAMA’ artinya tidak kacau, tanpa rusuh, tanpa perang, secara positif agama artinya damai, tentram, aman dan bersatu demi meraih kebahagiaan lahir dan batin bagi pemeluknya.

Tulisan ini hanya sedikit kutipan dari sebagian kecil pernyataan dari para pemuka agama dan tulisan di koran, dsb, yang saya ketahui.

Tapi sebenarnya masih lebih banyak lagi yang lebih parah dan tak sesuai dengan kaidah agama yang benar dan sesuai dengan misi dan visi agama itu sendiri.

Sabbe satta bhawantu sukhitatta.
Semoga semua makhluk hidup bahagia.
Waskito.
Pemerhati agama dan sosial.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

" NAMA-NAMA BUDDHIS "

“大悲咒 | Ta Pei Cou (Mahakaruna Dharani) & UM-MANI-PAD-ME-HUM”

“ Fangshen cara membayar Hutang Karma Buruk dengan cepat dan Instan “