" SELAMAT HARI RAYA WAISAK 2554 "

“ SELAMAT HARI RAYA WAISAK 2554 / 2010 “


Berlatihlah dengan tekun hingga gerak batin & jasmani-mu menyatu dengan kesadaran murni. Tujuan utama dari perenungan dan meditasi ialah memusatkan perhatian demi menenangkan pikiran dan perasaan yang galau, gelisah, bergolak. Hingga bias menembus ke dalam hakekat batin yaitu kesadaran murni. Hasil dari latihan perenungan dan meditasi ialah ‘Ketenangan’ yang dalam alias ‘Keseimbangan Batin’bisa menjadi Senjata Pamungkas untuk mengikis Egoistis, Sok Berkuasa, Sok pintar, Sok Suci, Rebutan Menang, melenyapkan Kilesa (Keserakahan, Kebencian dan Kegelapan batin). Selalu ingat dalam tiap tindakan untuk tidak berbuat Kejahatan, namun senantiasa memumuk Kebaikkan dan Kebajikan. Bila anda sudah bisa berlatih sedemikian berarti anda benar-benar melaksanakan Dharma ajaran Buddha. Inilah Makna Waisak tahun ini.

Selamat Hari Raya Waisak 2554 / 2010.

Semoga Umat Buddha dan Bangsa Indonesia Makmur dan Sejahtera.


MERAYAKAN WAISAK.
Waisak ialah memperingati tiga peristiwa penting dalam agama Buddha yakni: Pertama Kelahiran Pengeran Sidhartta Gotama, ke-dua Pertapa Sidhartta Gotama mencapai Pencerahan Sempurna menjadi Buddha, ke-tiga Buddha Gotama Mangkat atau memasuki Parinibba.
Ke-tiga peristiwa penting ini terjadi di bulan Waisak 2553 tahun yang lalu menurut kalender di India zaman dulu.Waisak Nasional dirayakan di Indonesia pada tanggal 28 Mei di berbagai tempat seperti di wihara, cetiya, Candi Borobudur, Mendut, Sewu, Candi Muara Jambi, dsb.
Dengan antusias dan penuh semarak umat Buddha merayakan Waisak, sebagai ungkapan rasa syukur dan bakti serta terimakasih kepada guru agung Buddha Gotama yang telah berkorban dan berjuang demi kebahagiaan dan kesejahteraan bagi umat manusia dan para Dewa.

Ke-tiga peristiwa penting ini terjadi ditandai dengan keajaiban alam semesta yang bergemuruh, bagai gempa bumi yang dahsyat, tapi tidak menimbulkan bencana dan tidak ada korban manusia. Di alam Dewa pun serupa terdengar suara gemuruh, yang disambut oleh para Dewa yang bersorak gembira menyambut tiga peristiwa penting tersebut. Diceritakan alam Dewa dan alam neraka bisa nampak saling memandang satu sama lainnya. Para hewan pun tertegun sejenak seolah merasakan getaran rasa bahagia dalam hatinya, menyambut tiga peristiwa penting itu.

Tiga peristiwa penting itulah yang menandai hari raya Waisak; Kelahiran Pangeran Sidhartta, meraih Pencerahan Sempurna pertapa Sidhartta menjadi Buddha dan Mangkat-Nya Buddha Gotama.


MAKNA WAISAK.
Buddha Gotama bersabda: “Jika kelak Aku telah tiada, kalian jangan mencari guru yang lain, namun jadikanlah Dharma ajaran-Ku sebagai pengganti-Ku” dan “Berjuanglah dengan sungguh-sungguh dengan segala kemampuanmu, jangan lengah tetap sadari segala gerak-gerik batinmu, agar kalian tidak menyesal dikemudian hari”.
Itulah pesan-pesan utama dari guru agung Buddha Gotama, meskipun kini Beliau telah tiada, namun bagi siapa saja yang berniat dengan keyakinan murni, dengan penuh semangat, gigih dan ulet untuk berjuang mengembangkan Kesadaran Murni, maka dialah yang akan meraih Kebahagiaan yang luhur.

Berlatihlah dengan tekun hingga gerak batin & jasmani-mu menyatu dengan kesadaran murni. Tujuan utama dari perenungan dan meditasi ialah memusatkan perhatian demi menenangkan pikiran dan perasaan yang galau, gelisah, bergolak. Hingga bias menembus ke dalam hakekat batin yaitu kesadaran murni. Hasil dari latihan perenungan dan meditasi ialah ‘Ketenangan’ yang dalam alias ‘Keseimbangan Batin’bisa menjadi Senjata Pamungkas untuk mengikis Egoistis, Sok Berkuasa, Sok pintar, Sok Suci, Rebutan Menang, melenyapkan Kilesa (Keserakahan, Kebencian dan Kegelapan batin). Selalu ingat dalam tiap tindakan untuk tidak berbuat Kejahatan, namun senantiasa memumuk Kebaikkan dan Kebajikan. Bila anda sudah bisa berlatih sedemikian berarti anda benar-benar melaksanakan Dharma ajaran Buddha. Inilah Makna Waisak tahun ini.

Rebutan perayaan Waisak di Candi Borobudur

Sebagai umat Buddha saya bangga dan kagum serta bahagia sekali menyaksikan banyaknya umat merayakan Waisak di pelataran candi agung Borobudur. Apalagi dihadiri oleh para pejabat pemerintah daerah dan pusat, terutama Presiden dan Wakil Presiden. Alasannya tentu klise, bahwa dengan acara seperti itu berarti agama Buddha tidak dianggap sebelah mata oleh pemerintah dan bangsa Indonesia, selain memang sudah diakui keberadaannya.

Barangkali tidak boleh dipandang remeh perjuangan dan pengorbanan para sesepuh, pemimpin organisasi dan para rohaniwannya serta seluruh umat untuk mengadakan acara perayaan Waisak di pelataran candi agung Borobudur. Disamping biaya yang tidak sedikit demi suksesnya pelaksanaan acara perayaan Waisak, yang boleh dibilang lebih terasa ‘Sakral’ bila ikut merayakan Waisak di pelataran candi agung Borobudur tersebut.

Saya sendiri sering merasakan hal itu tapi itu dulu, ketika masih muda, bahkan saya sering pergi di waktu lain bukan acara Waisak, hanya untuk menikmati keheningan meditasi di atas puncak candi agung Borobudur.
Yang saya rasakan ketika meditasi di atas puncak candi Borobudur, dalam waktu sekejap begitu duduk berniat mau meditasi, perasaan sakit di kaki dan badan hilang seketika, lalu saya gagap sebab merasa kehilangan tubuh yang besar ini entah kemana.

Keheningan dan kebahagiaan akhirnya yang menjawab semua kebingungan saya saat itu, hingga setelah usai meditasi, beberapa umat yang mengantarkan saya mengeluh karena menunggu sekian jam lamanya, hanya melihat saya duduk bagai patung tak bergerak.
Sementara saya sendiri merasa baru sekejap duduk, dan terbangun akibat suara gaduhnya umat minta pulang, akhirnya saya putuskan berhenti dan keluar dari meditasi, itulah sekelumit pengalaman unik sakralnya sebuah candi agung Borobudur.
Namun kini, dengan makin ramainya para pengunjung yang bebas naik dan bertindak apa saja di atas puncak candi, saya masih pergi berniat untuk mengulang pengalaman unik seperti dulu. Tapi nyatanya tak pernah lagi menemukan keheningan dan indahnya meditasi apalagi kebahagiaan hasilnya pasti sulit untuk diperoleh, maka saya jadi malas pergi lagi ke candi agung Borobudur.

Dari sisi lain, seperti yang saya dengar bahwa perayaan Waisak di pelataran candi agung Borobudur, kini sudah diatur sedemikian rupa oleh para pemimpin organisasi. Antara lain, setiap tahun harus digilir pemakaian candi agung Borobudur untuk acara perayaan Waisaknya.

Dengan demikian berarti ada dua kelompok, yang berebutan candi Borobudur untuk acara tersebut tiap tahunnya. Maka efeknya bukan makin maju dalam segi ritual apalagi spiritualnya, yang kebanyakkan umat mengharapkan sakralnya merasakan ikut acara Waisak di pelataran candi agung Borobudur. Justru dilihat dan dipandang serta dinilai dari segi spiritual, cara-cara seperti itu kurang sesuai menurut Dharma ajaran Buddha. Maaf saja, saya harus menyampaikan hal ini secara terbuka dan terus terang bukan untuk ikut campur urusan organisasi, atau mau mencari kesalahan orang. Apalagi bila tulisan ini dianggap cari muka atau cari nama, cari keuntungan, sungguh ‘Naif’, untuk apa semua itu, sebab tak ada guna sama sekali.

Namun, ada sesuatu yang lebih berharga buat saya menulis atau menyampaikan hal ini, dengan dasar kebenaran Dharma yang kita anut bersama. Hingga timbul beberapa pertanyaan dalam benak hati saya yang paling dalam, setelah sekian lama saya mempelajari ajaran Buddha Gotama, yaitu untuk apa sampai rebutan hanya ingin merayakan Waisak di candi agung Borobudur?
Apa lebih baik atau lebih unggul dalam kemenangan bisa rebutan acara perayaan Waisak di pelataran candi agung Borobudur? Apa anda semua tidak punya rasa ‘Malu’ lagi dilihat dan dinilai oleh umat sendiri apalagi jika dinilai dan dilihat serta diketahui oleh umat lain cara-cara seperti itu?

Apakah anda semua tidak sadar atau hilang rasa sadar dan tanggung jawab secara moral terhadap umat, ketika mengadakan acara Waisak tersebut hasil rebutan antar organisasi itu? Bagaimana perasaan sakit hati, marah, benci, kesal dari kelompok organisasi yang tersingkir?

Saya sendiri yang tidak pernah ikut berkecimpung dalam dunia organisasi, rasanya teriris hati kecil saya, rasanya tak punya muka lagi, jika ditanya oleh umat sendiri tentang rebutan acara perayaan Waisak yang mestinya sakral itu. Apalagi bila ditanya oleh umat lain (untungnya belum) soal rebutan perayaan Wasiak tersebut, wah rasanya bagaimana saya harus menjawabnya, meskipun saya sendiri tak pernah ikut campur hal itu.

Tetapi, rasa tanggung jawab untuk menjawab pertanyaan seluk beluk perkembangan agama Buddha, bukan hak mutlak para pemimpin organisasi saja, jusru saya sebagai bhikkhu merasa ikut bertanggung jawab sebagai panutan oleh mereka.
Sedangkan yang saya tahu, sedikitnya tentang rebutan acara perayaan Waisak di pelataran candi agung Borobudur ini, disponsori oleh para pemimpin organisasi bahkan oleh para bhikkhu, bhikshu dan hampir semua sesepuh dan pemimpinnya justru terlibat di dalamnya.

Saya tak habis berpikir, anda yang terlibat dalam acara Waisak di candi Borobudur itu, hingga bisa berjalan bertahun-tahun artinya sudah berkali-kali rebutan menang dan kalah tiap tahunnya, hanya sekadar untuk berkuasa menggunakan candi agung Borobudur untuk acara Waisak tersebut.

Padahal saya dengar untuk biaya acara perayaan Waisak di pelataran candi agung Borobudur itu tidak sedikit, banyak yang bilang mengatakan hitungan nilai uangnya sampai di atas 10 M (miliar). Dan ingat! Acara waisak tersebut hanya berjalan tidak lebih 3-5 jam saja.

Coba renungkan secara baik dan benar, andai saja uang sebanyak itu kita gunakan untuk biaya membangun sekolah dan mensubsidi pendidikan anak-anak kurang mampu sekolah.
Saya memastikan akan lebih bermakna, jauh melebihi karma baik anda gunakan untuk biaya perayaan Waisak di candi agung Borobudur, benar! Kemudian tentunya perkembangan agama Buddha ke depan lebih pasti akan bertambah maju, semarak, bergairah. Dinilai dari segi ekonomi, uang sebanyak itu kita sudah memilki beberapa gedung sekolah tiap tahunnya, apalagi sudah berjalan sekian tahun.

Dan yang terutama anda semua telah ikut menciptakan lapangan pekerjaan bagi para Guru agama Buddha yang sudah hampir putus asa menunggu dan mencari lowongan pekerjaan. Berapa puluh bahkan ratusan para guru agama Buddha yang menganggur, disebabkan tidak adanya lowongan menjadi guru agama Buddha, sementara anda semua sibuk rebutan kalah menang hanya untuk sebuah acara Wasiak tersebut dengan biaya yang aduhai besarnya.

Apa guna pendidikan tinggi, pakai jubah dan...

Saya sering melihat perlombaan olehraga, sepak bola, seni musik, puisi, dsb, untuk rebutan hadiah tapi hal itu dilakukan oleh orang biasa, nampaknya wajar-wajar saja. Namun kalau rebutan tempat untuk perayaan religius keagamaan seperti Waisak, belum pernah ada selama ini. Apalagi dilakukan oleh para bhikkhu dan bhikshu yang berpendidikan tinggi, sesepuh, panutan umat bahkan sudah pakai jubah dan ..., rasanya sungguh janggal dan aneh.

Pasalnya kalau nulis Dharma bagus, muluk, menghimbau “Perkokoh Kerukunan Bangsa Tingkatkan Kepedulian Pada Semua”. Dan Khobahnya meyakinkan semua umat yang dengar. Namun faktanya ucapan dan tindakan terbalik, yaitu hanya untuk merayakan Waisak saja rebutan dan salah satu harus ada yang tersingkir kalah. Dan yang menang bisa menguasai tempat candi Borobudur untuk perayaan Waisak, dengan tanpa rasa malu lagi. Bagaimana rasa tanggung jawab secara moral kepada umat semua, kok bisa, seperti itu, heran, malah sudah berjalan bertahun-tahun, aneh bin ajaib tapi nyata.

Sebaiknya mengalah daripada merusak ‘Kerukunan’.

Ingat! Buddha Gotama tidak mengajarkan perselisihan, permusuhan, dan rebutan soal perayaan Waisak yang mestinya terasa sakral dan membawa manfaat berkah bagi banyak orang. Justru sebaliknya, anda semua malah merusak dan menodai kesakralan dan keagungan hari besar agama sendiri yang ditunggu-tunggu oleh sekian banyak umat dari seluruh pelosok nusantara. Termasuk merusak dan menodai kerukunan dan persatuan sesama umat sendiri, coba renungkan! Jangan menyimpan, memelihara, membudayakan dan melestarikan hal-hal buruk, sebab merugikan diri sendiri dan orang lain.
Saya kira banyak umat tahu (rahasia umum) soal rebutan perayaan Waisak di candi agung Borobudur, hanya mereka diam saja sebab tidak punya hak kapasitas dan kemampuan untuk mengingatkannya.

Maka, melalui tulisan ini saya memberanikan diri untuk mengingatkan anda semua yang suka rebutan (bertikai) tentang perayaan Waisak di candi agung Borobudur, agar salah satu harus ada yang mengalah, jangan rebutan lagi.

Biarlah hanya satu organisasi saja yang mengelola perayaan Waisak tersebut, jangan sampai terjadi bergiliran lagi, hingga dari kelompok lain harus tersingkir, mirip perlombaan saja. Sungguh tidak sepatutnya hal itu dilakukan oleh anda semua yang sudah dianggap panutan, sesepuh dan pemimpin, apalagi rohaniwan Buddha, yang dipandang mulia oleh sebagian umat Buddha.

Saya anjurkan lebih baik anggaran dana sebanyak itu digunakan membangun sekolah dan mensubsidi anak sekolah yang tidak mampu. Atau untuk membangun rumah sakit atau klinik, demi menolong dan membantu umat yang tidak mampu berobat, coba lihat dan cermati gerakan relawan Tzu Chi, dan ikuti.

Jangan hanya pandai berteori muluk setinggi langit, tak perlu banyak cing-cong bila sudah tahu perbuatan baik itu lebih bermanfaat dan membawa kebahagiaan bagi semua pihak.

Karenanya, saya sering mendorong umat Buddha agar belajar manajemen, sistem dan program sosial masyarakat keagamaan kepada yayasan Tzu Chi dengan menjadi relawan Tzu Chi, setelah tahu dan mengerti lalu boleh diterapkan di wihara masing-masing.
Kita sudah melihat faktanya gerakan relawan Tzu Chi di Indonesia, yang banyak menolong masyarakat dalam peristiwa bencana alam atau musibah tanpa memandang agama, suku dsb.

Termasuk membangun sekolah di area Pesantren Parung Bogor dan bantuan 20 ton beras per bulan untuk para santrinya. Membangun sekolah di Cengkareng, rumah sakit, rumah susun, yang semuanya disediakan secara gratis, bahkan operasi katarak, tumor, busung, wanita miskin mau melahirkan dibebaskan biaya, dsb. Akhirnya banyak mendapat pujian dan sangat terasa manfaatnya, baik oleh masyarakat yang ditolong maupun pemerintah hingga merasa perlu berterimakasih atas kiprahnya. Alasannya, itulah yang sebenarnya praktik Dharma ajaran Buddha, dalam waktu singkat bisa memberi manfaat kepada banyak orang.

Dibandingkan anda yang keberadaannya dinilai kurang tanggap keadaan lingkungan yang sedang butuh pertolongan, sementara anda semua tidak mengerti cara membaca dan merespon kemauan pemerintah maupun rakyat Indonesia. Justru anda sukanya menghamburkan dana (uang) untuk hal yang tak ada gunanya sama sekali, bila dibanding dengan kebutuhan real masyarakat yang sedang kesulitan hidupnya. Untuk itu, mulai saat ini perbaikilah dengan mau berubah sikap dan membuang yang tidak produktif, menjadi lebih berdaya guna bagi banyak orang yang sudah lama menunggu bantuan dan pertolongan anda semua, tapi anda kurang peduli.


Bukan untuk menggurui atau mengatur tindakan anda semua.

Kita semua manusia biasa yang masih banyak kekurangan, kekhilapan, kesalahan, jangan pernah merasa benar sendiri (pembenaran), sebab hal itu tidak diajarkan oleh semua agama di dunia. Jangan pernah bertindak semau-mau dan mau menang sendiri dalam hidup ini. Kita tahu bahwa hidup ini hanya sementara, kesempatan ini kita gunakan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kualitas spiritual, dengan menambah kebajikan dan meminimalkan keburukan. Sebab di alam semesta ini ada hukum alam dan hukum karma termasuk di dalamnya, setiap perbuatan yang kita lakukan pasti akan kembali lagi kepada kita. Hal ini sudah hukum alamnya demikian pasti, sebab jika tidak ada hukum alam atau hukum karma manusia tidak akan sadar sendiri. Maka, berbuatlah yang terbaik jika anda mengharapkan yang terbaik dalam hidup ini agar perbuatan yang anda lakukan akan berbuah manis seperti kebahagiaan dari sebab membahagiakan orang lain.

Hukum karma itu bukan ciptaan YME, namun dia tak lebih dari sebab dan akibat, seperti hukum gravitasi, siapa yang melempar batu ke atas angkasa, maka batu itu akan kembali ke bawah, karena kekuatan alam. Semakin anda melempar batunya lebih berat, maka batu itu akan kembali lebih cepat jatuh ke bawah dimana batu itu di lemparkan, demikianlah sebenarnya hukum alam mengatur yang begitu rapihnya, tepat waktu dan sasaran sebab itu, berhati-hatilah dalam tindakan.

Spekulasi pikiran saya menilai, boleh jadi candi agung Borobudur di depak dari 7 keajaiban dunia, akibat kelakuan anda semua sebagai pemimpin, sesepuh dan para panutan umat seperti bhikkhu dan bhikhsu yang suka bertikai rebutan penggunaan candi agung Borobudur untuk perayaan Waisak tiap tahun. Para Bodhisattwa dan para Dewa tidak suka hal-hal yang berbau emosi, benci, marah, kesal, dendam, sebab semua kekotoran batin itu kurang sesuai dengan teori yang suka anda sampaikan kepada umat.

Artinya, terori dan praktik harus sejalan, jangan sebaliknya yang mirip sandiwara atau lelucon konyol saja, maka jika sudah membaca tulisan ini ccobalah evaluasi diri, atau intropeksi diri, lalu perbaiki dan mau berubah menjadi baik dan benar sesuai Dharma.


Buddha mengajar orang dengan empat cara yakni:

1.Dengan cara halus.
2. Dengan setengah kasar sebab moral orangnya tidak berubah.
3. Dengan cara kasar sekali sebab orangnya bandel dan tak tahu malu.
4. Dengan cara diabaikan atau tidak perlu diajar lagi sebab belum waktunya.

Semua yang dilakukan oleh Buddha berlandaskan cinta-kasih, belas kasih dan kebijaksanaan, sebaliknya bukan karena benci, marah tanpa alasan dan tujuan, bukan melecehkan, menghina, merendahkan. Banyak sekali nasihat dari Buddha yang isinya sangat kasar kepada para bhikkhu maupun umat, dengan tujuan mengingatkan dan menyadarkan.

Coba simak misalnya dalam Dhammapada tentang: Neraka, Kebijaksanaan, Bhikkhu dsb. Contoh: Orang yang malas belajar badannya saja yang membesar seperti kerbau, tapi kebijaksanaannya tidak bekembang. Artinya, anda yang malas belajar Dharma disamakan dengan kerbau, mau tidak? Ada lagi: Bhikkhu yang hidup tidak patuh atau tidak sesuai Dharma-Winaya adalah penipu terbesar/ulung di dunia ini.

‘Sadarlah bhikkhu, jangan lengah, janganlah membiarkan pikiranmu terhanyut oleh kenikmatan indria. Apabila kamu membiarkannya maka kamu akan terjatuh ke alam Neraka dimana kamu akan menelan bola besi yang panas membara. Ketika itu kamu akan mengeluh “Inilah penderitaan”. Oleh karena itu, janganlah membiarkan hal itu terjadi.’ .

Dhammapada Bab: XXV – 371.Tentang bhikkhu.


‘Lebih baik seorang bhikkhu menelan bola besi yang panas membara daripada menerima dana makanan dari umat, apabila dia tidak memiliki moralitas dan tidak bisa mengendalikan pikiran, ucapan dan perbuatannya’.

Dhammapada Bab: XXII – 308.Tentang alam Neraka.


“Meskipun ucapannya bersuara merdu dan enak (kadang dibuat-buat), berpenampilan menarik, namun bila batinnya masih penuh dengan keserakahan, iri hati dan kebohongan serta penipuan (tindakannya bertentangan dengan kata-katanya yang merdu), maka dia tidak pantas disebut sebagai bhikkhu yang baik dan bijaksana”.

Dahmmapada Bab XIX – 262 Tentang maju dalam Dhamma.


“Bukanlah dengan mencukur rambut kepala, seseorang menjadi bhikkhu jika dia tidak melaksanakan Dhamma ajaran Buddha dengan benar, dan berbicara dusta atau menipu. Bagaimana mungkin seseorang yang penuh dengan nafsu keinginan dan keserakahan dapat menjadi seorang bhikkhu?”
Dhammapada Bab XIX – 264 Tentang maju dalam Dhamma

“Seharusnya seseorang bertemu dengan orang bijaksana yang dapat menunjukkan kesalahan-kesalahannya dan memberikan peringatan, seperti orang yang menunjukkan tempat tersimpannya harta karun. Dengan orang seperti itulah seharusnya orang bergaul. Pergaulan yang demikian akan membawa kebaikkan, bukan kemerosotan”.

Dhammapada Bab: VI-76. Tentang Orang Bijaksana.

“Sebaiknya seseorang menasehati, memberi petunjuk dan mencegah agar temannya tidak berbuat jahat, maka orang seperti itu akan disayangi oleh orang bijak, tapi sebaliknya tidak disenangi oleh orang jahat”.

Dhammapada Bab: VI-77. Tentang Orang Bijaksana.

“Selama akibat dari kejahatan belum masak, si pembuat kejahatan menganggap perbuatan jahatnya sebagai hal yang menguntungkan, namun setelah kejahatannya masak dan berakibat, maka dia akan menyadari kerugian dari kejahatannya tersebut”.

Dhammapada Bab: IX-119. Tentang Kejahatan.

“Janganlah menganggap remeh kejahatan yang ringan dengan berpikir: “ Perbuatan keliru yang tidak berarti ini tidak akan berakibat buruk padaku”. Karena seperti air yang mengisi tempayan setetes demi setetes, demikian pula orang bodoh memenuhi dirinya dengan perbuatan jahat sedikit demi sedikit”.
Dhammapada Bab: IX-121. Tentang Kejahatan.

“Meskipun ia telah banyak membaca buku Dhamma, namun tidak melaksanakannya, sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain, maka ia tidak akan mendapatkan manfaat hidup dalam pesamuan para bhikkhu”.
Dhammapada Bab: I-19. Tentang Syair berpasangan.

“Apabila seorang pengembara tidak berhasil menemukan teman yang setara atau lebih baik daripada dirinya, maka lebih baik ia mengembara seorang diri daripada berteman dengan orang bodoh dan dungu serta jahat itu”.

Dhammapada Bab: V-61. Tentang Orang Dungu.


Kesimpulan akhir:

Saya mohon maaf bila tulisan ini menyinggung atau mengusik batin anda yang sudah terbiasa dengan budaya lama, namun alangkah baiknya bila kita mulai sadar dan mau mengubah sikap lama yang kurang baik menjadi baik dan benar. Demi memberi contoh suritauladan yang baik dan benar kepada re-generasi yang akan datang. Saya menulis semua hal ini ada bukti dan faktanya, bukan bualan atau mau cari kesalahan orang, tapi demi mengingatkan dan menyadarkan anda semua, dan terima kasih atas segala perhatiannya.

Sabbe satta bhawantu sukhitatta.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Salam damai dan bahagia selalu.
Bhikkhu Sudhammacaro.

Komentar

Oolyne mengatakan…
Selamat Hari Raya Waisak Bhante...
terimakasih atas ajarannya :)

Postingan populer dari blog ini

" NAMA-NAMA BUDDHIS "

“大悲咒 | Ta Pei Cou (Mahakaruna Dharani) & UM-MANI-PAD-ME-HUM”

“ Fangshen cara membayar Hutang Karma Buruk dengan cepat dan Instan “