Kisah Uang Monopoli
Pada
suatu hari, datanglah seorang anak kecil ke sebuah toko mainan dengan membawa
setumpuk uang monopoli. Setelah mengamati beberapa mainan, ia menjatuhkan
pilihan pada sebuah mainan pesawat terbang. Sambil menunjuk barang yang
dimaksud, si anak kecil berkata kepada sang pramuniaga:”Mbak, saya ingin
membeli mainan pesawat terbang yang ada logo burung. Berapa harganya?”Setelah
mengambilkan barang yang dimaksud oleh si anak kecil, sang pramuniaga
berkata:”Adik, mainan pesawat ini harganya Rp 100.000.”Si anak kecil segera
menggunakan uang monopoli pecahan Rp 100.000 yang dibawanya untuk membayar.
Dengan
ramah sang pramuniaga menegur si anak kecil:”Adik, uang yang kamu berikan untuk
membayar adalah uang monopoli. Uang monopoli tidak dapat digunakan untuk membeli
barang.”Dengan jengkel si anak kecil memberikan sanggahan:”Memang benar uang
saya adalah uang monopoli, pesawat yang saya beli kan juga pesawat mainan bukan
pesawat yang sebenarnya.” Semua orang yang melihat kejadian itu hanya dapat
terdiam & tertawa.
“Anak kecil begitu
polos & lugu, ia tidak mengerti nilai uang. Yang ada dalam benak anak kecil
adalah kebenaran. Sebaliknya orang dewasa mementingkan nilai & keuntungan.
Sering kali karena memperdebatkan pendapat mana yang benar/salah, orang dewasa
menjadi risau.”
Kisah
di atas walaupun singkat akan tetapi menyadarkan kepada kita akan suatu hal.
Semakin bertambah usia kita semakin kompleks pemikiran & pendapat
seseorang. Ketika seseorang tumbuh menjadi dewasa, ia mengenal & belajar
perhitungan untung-rugi. Tak seorang pun ingin & diajarkan untuk “merugi”.
Perhitungan untung-rugi antar individu berbeda-beda. Kerumitan pemikiran &
pendapat inilah yang memicu munculnya kerisauan. Bagaimana hendak hidup damai
& tentram jika sehari-hari merasa risau?
Penulis: Xie
Zheng Ming.
Ahli Sejarah
Kuno Conficius dan bahasa Mandarin.
Komentar