Senyum Ibu
Walaupun
ibu telah tiada beberapa tahun yang lalu, akan tetapi saya senantiasa mengenang
senyum beliau. Saat saya masih kecil, ibu jatuh sakit & menjalani rawat
jalan di rumah. Semasa taman kanak-kanak, ibu senantiasa dengan wajah yang
penuh senyum menjemput saya pulang di depan pintu gerbang sekolah. Sepanjang
perjalanan ke rumah, ibu selalu memberikan nasehat & petunjuk kepada saya
tentang pengetahuan umum dalam kehidupan sehari-hari.
Nasihat
Ibu contohnya: bagaimana cara menyeberang jalan, bagaimana memilih sayur-mayur
di pasar, bagaimana cara menghemat uang, bagaimana menghadapi pencuri,
bagaimana ketika tawar-menawar dengan penjual di toko. Secara berkala, ibu
memberi saya kepercayaan untuk belajar belanja sayur-mayur & aneka
kebutuhan sehari-hari. Beliau dari kejauhan dengan tersenyum memberi saya
semangat, sehingga membuat saya merasa percaya diri. Waktu penyakit ibu semakin
bertambah parah, dalam perjalanan pulang sekolah saya singgah sejenak untuk
berbelanja sayuran.
Sesampainya
di rumah, sambil terbaring di pembaringan ibu memberi petunjuk cara memasak.
Sambil memdampingi saya melakukan pekerjaan rumah tangga, ibu bercerita tentang
hal-hal yang lucu. Penyakit ibu kian hari kian berat, saya & ayah
bergantian menyuapi ibu. Ibu dengan tersenyum berkata: ”Dulu ibu yang menyuapi
kamu, sekarang ibu yang disuapi oleh kamu (bakti dan membalas budi jasa Ibu).”
Semenjak saya bisa “menggantikan” ibu dalam melakukan pekerjaan rumah tangga,
saya merasa telah tumbuh dewasa, memiliki banyak ide. Beberapa hari menjelang
ujian tengah semester, kondisi ibu sangat kritis. Ayah sibuk meminta
pertolongan & memanggil ambulans. Ibu memandu saya mengemasi barang-barang
yang hendak di bawa ke rumah sakit. Begitu saya mendengar suara ambulans
datang, segera saya menggendong ibu. Berat badan ibu terasa begitu ringan
(karena sudah tua-kropos tulang).
Walaupun
bernafas saja sulit, ibu masih memberi saya semangat kepada saya untuk
menggendongnya sampai ke ambulans. Usai mengantar ibu sampai ke ambulans, saya
menoleh ke arah beliau. Ibu dengan tersenyum mengacungkan kedua ibu jarinya.
Setelah ujian tengah semester berakhir, ibu berpulang (meninggal). Selamanya
saya akan mengenang senyum & dorongan semangat dari ibu.
Usai
membaca, saya melihat banyak sekali wali siswa yang menangis. Saya tampak
banyak bicara berdiri & menulis di atas papan tulis: 真正的母爱 zhen
zheng de mu ai: artinya ‘kasih yang tulus dari seorang ibu’.
“Kasih
ibu dapat diungkapkan dengan beraneka cara. Sebagai seorang anak, kita harus
tumbuh menjadi dewasa & mandiri dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Cara
mendidik dengan memanjakan anak, akan mematikan sifat mandiri anak tersebut. Cara
yang benar dalam mendidik seorang anak ialah harus diajarkan untuk dapat
mandiri, teguh, optimis dalam menghadapi kehidupan, ini adalah cara yang
terbaik untuk mengungkapkan kasih seorang ibu dalam mendidik anak2.”
Penulis: Xie
Zheng Ming.
Ahli Sejarah
Kuno Conficius dan bahasa Mandarin.
Komentar