Mengenali Kejahatan Intelektual Ber-Nama Plagiat.
Plagiat tak hanya merugikan diri sendiri, tapi juga
merusak sistem yang ada dimasyarakat. Lemahnya budaya menulis dan membaca
disinyalir menjadi penyebab utama aksi Pencurian Ide ini. Cegah Plagiat dan
tunjukkan respek terhadap Gagasan orang lain.
Pernahkah karya yang Murni Gagasan anda di-“Curi” rekan
kerja atau teman kampus, lantas dijiplak mentah-mentah?
Atau, jangan2 anda kerap tergoda mengambil materi dari
internet, lantas mengopinya ke dalam blog anda tanpa mengolahnya sama sekali?
Hati2 itu namanya Plagiat!
Aksi Plagiat bisa muncul disegala lini, mulai dari
sekolah, kampus hingga dunia kerja.
Plagiat tak hanya ditemukan di pendidikan level bawah
atau menengah-bahkan seorang profesor atau guru besar sekalipn tak luput dari
godaan melakukan Plagiat.
“Plagiat adalah melakukan pengutipan atau pengambilan
otoritas karya orang lain secara sebagian atau seluruhnya, baik pada wilayah
akademis, seni, sastra, tanpa meyebutkan sumbernya.”papar Teuku Kemal Fasya,
staf pengajar antropologi di FISIP Malikussaleh Nangroe Aceh Darussalam, kepada
Media Kawasan.
Menurut Kemal, mengambil sebagian karya orang lain tanpa
menyebutkan sumber dan mengakui karya orang lain sebagai karya sendiri bisa
digolongkan sebagai Perampok Intelektual atau Artistik. Bahkan Plagiat termasuk
bentuk Kejahatan Besar dalam dunia Akademis.
Asep Sapa’at praktisi pendidikan dan Direktus Sekolah
Guru Indon, mengungkap hal serupa. “Yang berbahaya adalah aksi Plagiat yang
dilakukan oleh akademis yang Mandul dalam menulis karya ilmiah, padahal guru
atau dosen harus menjadi contoh bagi murid dan mahasiswa, baik contoh dalam
berkarya maupun dalam menjaga Integritas, tegas Asep kepada Media Kawasan.
Semoga
berguna untuk menambah Pengetahuan dan wawasan Dharma, Maaf
bila tdk berkenan dihati anda, sadhu.
Sumber: Majalah Media
Kawasan.
Penyelaras bhante
Sudhammacaro.
Apa
sih penyebab seseorang melakukan Plagiat?
Asep mencatat ada dua pemicu. Pertama, orang melakukan
Plagiat karena dia tidak tahu bagaimana cara mengutip yang benar sesuai dengan
kaidah2 penulisan Ilmiah.
Pelaku tipe ke-dua, adalah orang yang sudah tahu cara
mengutip yang benar, namun mengabaikannya. Ini tentu terkait dengan Integritas.
Biasanya, alasan atau motivasi orang dalam melakukan
Plagiarisme, adalah self-exposeure alias Pamer, bahwa dia memiliki derajat
kepakaran atau otoritas tertentu.
Selain itu, hal ini sering terjadi di dunia akademis,
pelaku Plagiat biasanya terdesak oleh deadline, baik dalam penyelesaian
skripsi, tesis, disertasi atau tulisan untuk jurnal”. Ungkap Kemal.
Masalahnya, dampak dari Plagiat bukan hanya merugikan
diri sendiri, melainkan juga masyarakat. Plagiarisme adalah Penipuan Publik.
Dampak kulturalnya adalah kita seakan mengatakan bahwa men-Jiplak bukan
Kejahatan dan boleh saja dilakukan,” tandas Kemal.
Imbasnya, bagi proses kreatif, menurut Kemal, adalah
seorang menjadi Malas dan tidak mau bekerja keras dalam melakukan Riset. Tapi,
jika rumusan etik ini disebar luaskan yaitu bahwa melakukan Plagiarisme sama
saja dengan melakukan Kejahatan Besar, maka orang akan berpikir ulang sebelum
melakukan Kejahatan Intelektual.
“Maraknya aksi Plagiat membuat semakin banyak orang yang
bersikap Pragmatis, inginnya instan dan
menghalalkan segala cara,” tukas Asep. “Kita terjebak dalam budaya
Transaksional. Banyak yang memilih membayar hasil karya orang lain ketimbang
berusaha keras, itu membuat orang menjadi pe-MALAS ber-PIKIR”.
Terbukti menurut Asep, kini banyak mahasiswa yang membuat
karya tulis dengan sumber yang diambil seluruhnya dari Internet. Padahal sebuah
karya tulis yang baik bersumber dari Riset terhadal literature seperti jurnal2
Ilmiah. Hal ini akan turut menentukan kualitas kayra tulis tersebut.
“Jadi dalam hal ini, budaya Malas ber-Pikir membuat orang
menempuh cara yang instan dalam berkarya. Akhirnya, Plagiarisme menjadi sebuah
konsekuansi dari kehidupan yang serba Pragmatis. Ini adalah bukti lemahnya
system pendidikan untuk mau ber-Pikir,” lanjut Asep.
Menurut Kemal untuk memastikan bahwa kita tidak melakukan
Plagiarisme, ialah kalau kita mau melakukan pengutipan, pastikan kita
menyebutkan sumber dan menunjukkan bahwa itu adalah hasil karya pikiran orang
yang kita setujui.
Memang tidak ada karya yang 100 persen orosinil. Kita
pasti terinspirasi karya atau gagasan orang lain. Jika demikian, maka kita
harus melakukan cara mengutip karya orang lain dengan benar, sesuai dengan
beberapa metode pengutipan yang ada”, jelas Kemal. “Secara prinsip, kita harus
menyebutkan sumber dan menunjukkan bahwa kita bukanlah pencipta gagasan yang
sebenarnya”.
Semoga
berguna untuk menambah Pengetahuan dan wawasan Dharma, Maaf
bila tdk berkenan dihati anda, sadhu.
Sumber: Majalah Media
Kawasan.
Penyelaras bhante
Sudhammacaro.
MENCEGAH PLAGIRISME.
Untuk mencegah Plagiarisme, Kemal juga menganjurkan agar
semua pihak ikut melakukan pengawasan melekat terhadap berbagai karya yang ada,
karena yang bisa melakukan monitoring sebenarnya siapa saja. Jika ketahuan
melakukan Plagiat, maka jangan ragu untuk memberikan sanksi yang keras kepada
si Pelaku. Asep sepakat. “Sanksi social harus ditegakkan. Sanksi yang membuat
semua orang Jera, juga bukan hanya sanksi, tapi juga apresiasi, hingga makin
memotivasi orang untuk menghasilkan karya2 terbaik yang orisinil”, tegasnya.
Namun, jika sudah terjadi aksi Plagiat, langkah pertama ialah
lakukan konfirmasi terlebih dulu, apakah dia sudah tahu Ilmu dan caranya atau
belum. Kalau belum tahu caranya, saya rasa bentuk hukumannya adalah semacam
teguran atau peringatan dan mengulang tugasnya”, saran Asep.
Itulah sebabnya, penting sekali bagi anak2 untuk belajar
menulis sejak SD, agar kita membudayakan menulis dan baca sejak dini, terutama
menulis yang menyebutkan sumbernya,” ujar Asep. Dari belajar menulis, kita jadi tahu bagaimana cara menulis kutipan yang
baik sesuai kaidah. Budaya kita adalah budaya Tutur, hingga wajar bila budaya
tulis kita masih lemah”.
Saat ini sudah bagus dengan adanya Jurnal online yang
bisa langsung melacak apakah karya orang itu orsinil atau Plagiat. Langkah2nya
sudah berkembang, permasalahannya ialah maukah kita semua belajar dan memahami
aturan main yang ada?” papar Asep.
Dia menegaskan, bila persoalan Plagiarisme, hendak benar2
dibenahi, maka kita harus mulai dari keteladani para Pemimpinnya, setelah itu
baru ke sistemnya yang diperbaiki.
Asep mengingatkan bahwa bangsa kita dilahirkan oleh para
pemimpin dan pemikir, orang2 yang berjuang melalui ke-ber-aksara-an,
tulis-menulis dan orasi. “Namun saat ini, banyak Pemimpin dari level Rendah
sampai Gubernur hingga sekelas Menteri dan Presiden yang tulisannya merupakan
hasil karya Staf ahli, bukan karya orisinil mereka para Pemimpin. Bayangkan
bila para Pemimpin mampu ber-pikir dan me-Nulis buah Pikirannnya sendiri,
masyarakat pasti akan me-Neladani-nya”. Tandasnya. Contohnya: Pramoedya Ananta
Toer mengatakan: Anda belum kelihatan Cerdas, bila anda belum menulis. Maka,
me-Nulis-lah pasti nama-mu akan Abadi,” pangkas Asep.
Semoga
berguna untuk menambah Pengetahuan dan wawasan Dharma, Maaf
bila tdk berkenan dihati anda, sadhu.
Sumber: Majalah Media
Kawasan.
Penyelaras bhante
Sudhammacaro.
Komentar