Kisah Sebutir Telur
“Bila diri sendiri tidak sering berlatih mana bisa
menjadi cakap, orang bila tidak ditempa bagaimana bisa menjadi kader?”
Seekor
induk ayam telah tepat 21 hari mengerami telurnya. ”Ibu kemarilah...”teriak
buah hati saya yang masih duduk di bangku TK B Maitreyawira Palembang. Pagi-pagi
benar, ia telah jongkok di depan kandang ayam untuk melihat telur yang menetas.
Ternyata sudah belasan telur yang menetas, para anak ayam berlomba cepat siapa
yang dapat keluar dari telur lebih dahulu. Anak-anak ayam menggerak-gerakkan
sayapnya dengan kuat untuk dapat keluar dari dalam telur.
Setelah
diamati, ternyata masih ada sebutir telur yang belum menetas dengan sempurna. Dengan
terburu-buru buah hati saya membantu memecahkan telur. Berkat bantuan buah hati
saya, anak ayam itu dapat dengan mudah keluar dari dalam telur. Akan tetapi,
baru berjalan beberapa langkah anak ayam itu mati. Buah hati saya menangis karena
merasa sedih. Tiba-tiba saya menyadari apa yang terjadi, ternyata hanya dengan
berusaha sendiri untuk keluar dari dalam telur, barulah seekor anak ayam dapat
menjadi kuat. Ayam di dalam telur menempa & menyempurnakan diri sendiri. Maksud
baik buah hati saya ternyata justru mencelakai anak ayam.
Melihat
si buah hati menyeka air matanya, sejenak saya juga merasa iba. Dewasa ini,
semua orang tua sangat menyayangi anak mereka sampai pada tingkat yang
berlebihan, termasuk juga saya. Walau si buah hati telah memasuki usia sekolah,
setiap hari saya masih membantu dia mengenakan seragam, mengikat tali sepatu,
melipat selimut,...
Bukankah
apa yang selama ini saya lakukan bagaikan membantu seekor anak ayam untuk
keluar dari dalam telur? Anak-anak jaman sekarang bertindak semaunya sendiri,
egois, sangat bergantung. Anak-anak semacam ini kelak dalam masyarakat tidak
akan memiliki sifat kemandirian, sampai-sampai ada yang tidak bisa menghadapi
kesulitan hidup.
Oleh
karena itu, sebagai orang tua kita memiliki kewajiban untuk mendidik dengan
prinsip disiplin & kasih严慈yan ci. Kita tidak boleh mamanjakan anak, harus
menumbuhkan semangat juang & memberi kesempatan luas bagi mereka untuk
melatih diri.
“Tiada
hujan angin, mana bisa timbul pelangi? Segala kesulitan yang dihadapi adalah
untuk menempa kita. Setelah berhasil menghadapi kesulitan, seseorang akan
bertambah kuat & tabah. Hanya dengan ditempa orang dapat menjadi matang
& dewasa.”
Penulis: Xie
Zheng Ming.
Ahli Sejarah
Kuno Conficius dan bahasa Mandarin.
Komentar