Kisah Ming Ren 明仁
“Sifat
pesimistis adalah penghambat bagi seseorang untuk tumbuh & berkembang. Percaya
terhadap diri sendiri merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan seseorang. Tampa
rasa percaya diri, kehidupan akan terasa hambar tiada berarti. Di dunia ini
masing-masing individu dapat melakukan banyak hal. Asalkan percaya diri &
mau belajar segala kesulitan akan dapat teratasi. Dengan optimis & tidak
mudah patah semangat, kita dapat mewujudkan sebuah keinginan menjadi kenyataan.”
Anak-anak
kelas 1 SD saat jam istirahat selalu bermain ayunan, begitu pula dengan Ming
Ren. Pada saat jam istirahat pertama, ia lupa daratan bermain ayunan, tampa
sengaja terjatuh. Tulang tangan kanan Ming Ren menjadi patah, harus digips. Karena
Ming Ren untuk sementara tidak bisa menggunakan tangan kanannya, sang ibu
setiap hari saat jam istirahat siang,
terpaksa datang ke sekolah untuk menyuapi.
Ibu
Ming Ren adalah seorang pengajar di sebuah pusat rehabilitasi. Di satu sis
sebagai seorang ibu, beliau sangat menyayangi Ming Ren. Di sisi lain, sebagai
seorang pengajar beliau juga bertanggung jawab terhadap murid-muridnya. Keadaan
demikian mebuat beliau senantiasa merasa tidak tenang, menyuapi Ming Ren dengan
tergesa-gesa, terburu-buru kembali ke pusat rehabilitasi.
Pada
sebuah kesempatan, saya berkata kepada ibunda Ming Ren:”Bu, boleh tidak anda
memberikan kesempatan kepada Ming Ren untuk belajar beraktivitas dengan
menggunakan tangan kiri. Makan dengan tangan kiri, menulis pun dengan tangan
kiri?” Beliau merasa ragu-ragu untuk mengiyakan. Ming Ren yang berada di
samping sang ibu juga menggeleng-gelengkan kepala sambil berkata:”Saya tidak
bisa. Saya tidak bisa beraktivitas dengan tangan kiri.” Saya memberitahu kepada
Ming Ren:”Ada banyak sekali hal, asalkan mau belajar pasti bisa. Bila tidak
belajar bagaimana bisa melakukannya?” Saat jam pelajaran berlangsung, saya
menceritakan sebuah kisah untuk di dengar oleh anak-anak sekelas.
Alkisah,
hiduplah seorang siswi yang bernama Shan Mu山姆, berusia 10 tahun. Ia menderita
leukimia, dirawat di rumah sakit. Setelah menjalani serangkaian pengobatan,
keadaannya semakin membaik. Ia diijinkan oleh dokter untuk kembali ke sekolah. Karena
kepentingan pengobatan, rambut Shan Mei terpaksa dipotong gundul. Shan Mu
dengan kepala yang gundul & perasaan takut kembali ke sekolah untuk
belajar. Saat pertama kembali ke kelas, suasana yang tadinya ramai mendadak
menjadi hening sejenak. Pandangan mata semua siswa mengarah ke Shan Mu.
Saat
itu, tanpa pengecualian semua siswa mengenakan topi bulu. Di tengah keheningan,
siswa yang berada di baris depan melempar topi yang ia kenakan, siswa yang lain
juga ikut melemparkan topi mereka. Pertama kali Shan Mu mengira mereka melepas
topi untuk menyambut kedatangannya, tak disangka mereka semua juga menggunduli
rambut masing-masing. Semua siswa sama dengan Shan Mu, berambut gundul. Mereka
saling tertawa melihat teman-temannya gundul. Sambil bertepuk tangan, mereka
semua mengucapkan:”Shan Mu. Selamat kembali bersekolah.”
Setelah
saya selesai bercerita, ada seorang siswi yang berkata:”Bu guru, mereka sangat
akrab & setia kawan.” Seorang siswa yang lain menimpali:”Bu guru, saya
mengerti apa yang harus diperbuat.” Sambil menoleh ke arah Ming Ren, ia
berkata:”Ming Ren, siang ini ibu kamu tidak perlu datang ke sekolah untuk
menyuapi. Kita semua akan mendampingi kamu belajar menggunakan tangan kiri
untuk makan.” Siswa-siswi yang lain pun menyetujui pendapat siswa tersebut. Mereka
bertepuk tangan bersorak-sorai:”Baik, kami semua siang ini akan makan dengan
menggunakan tangan kiri. Sebenarnya, Ming Ren tidak berkenan kan tetapi
teman-temannya memberikan dukungan. Apalagi ia telah menganggukkan kepala tanda
setuju. Ming Ren pada akhirnya menelpon sang ibu, meminta beliau tidak perlu
datang ke sekolah unyuk menyuapi.
Siang
itu, seluruh siswa makan dengan menggunakan tangan kiri. Karena tidak terbiasa,
para siswa tidak dapat makan dengan lahap, nasi yang tersisa cukup banyak. Bagaimanapun
ini adalah sebuah permulaan yang baik bagi Ming Ren untuk membiasakan diri
beraktivitas dengan tangan kiri. Sebulan kemudian, Ming Ren dapat menggunakan
tangan kirinya dengan baik untuk beraktivitas. Ia dapat makan, menulis, melukis
dengan menggunakan tangan kiri.
Saat
Ming Ren kelas III kembali terjadi kejadian yang serupa. Kali ini saat sedang
istirahat, seorang siswi bernama Xiao Li小莉 mendorong ayunan terlalu keras sehingga
si adik terjatuh. Karena terjatuh dengan keras, tangan kanan si adik mengalami
patah tulang. Sama dengan apa yang dialami Ming Ren beberapa tahun yang lalu. Ayah
Xiao Li datang menghadap saya di kelas. Beliau menginginkan saya menghukum Xiao
Li atas kelalaiannya dalam menjaga si adik:”Bu guru, tolong Xiao Li diberi
hukuman.
Karena
ia ceroboh, si adik terjatuh hingga mengalami patah tulang tangan kanan. Mulai
hari ini, saat jam istirahat Xiao Li harus ke kelas si adik untuk menyuapinya.
Selesai menyuapi si adik, barulah ia boleh memakan bekalnya.” Saya
berkata:”Tuan Li, kelas yang saya asuh, beberapa tahun lalu pernah mengalami
hal yang serupa. Akan tetapi pada akhirnya, siswa tersebut bisa berkativitas
dengan menggunakan tangan kiri.” Saya segera memanggil Ming Ren untuk maju ke
depan:”Ming Ren, dapatkah kau berbagi pengalaman dengan adik daripada Xiao Li?”
Semua siswa bertepuk tangan, memberi semangat kepada Ming Ren untuk berbagi
pengalaman.
Sambil
memandang & memegang tangan kanan dari adik Xiao Li, Ming Ren
berkata:”Adik, kau pasti bisa menggunakan tangan kiri untuk berkativitas. Makan
dengan tangan kiri, menulis dengan tangan kiri. Saya dulu juga mengalami patah
tulang tangan kanan. Asalkan kau merasa percaya diri & bisa, pasti dapat
melakukannya. Jia you加油.semangat!”
Usai
Ming Ren berbicara demikian, seluruh kelas terasa hening & tersentuh
hatinya. Adik dari Xiao Li pun sependapat, menganggukkan kepala tanda setuju. Saya
berkata kepada adik dari Xiao Li:”Hari ini kakak Xiao Li akan menemani &
menyuapi kamu makan siang, akan tetapi mulai besok kamu harus belajar
menggunakan tangan kiri.” Tak disangka, ia menjawab:”Bu guru, tidak perlu
menunggu hingga esok, siang ini saya akan belajar menggunakan tangan kiri untuk
beraktivitas.”
Menulis
kisah di atas, saya menjadi teringat kisah masa kecil. Ibu selalu mendampingi
saya belajar dari sebelum taman kanak-kanak sampai dengan kelas III SD. Menulis
halus adalah pelajaran yang paling membosankan bagi saya. Setiap mengerjakan
pekerjaan rumah menulis halus, halaman buku selalu kotor terkena bekas
penghapus. Ibu dengan telaten menuntun tangan saya menulis huruf demi huruf.
Sering kali karena merasa capai & bosan saya merengek. Saat itu, ibu selalu
memberikan dorongan semangat:”Jangan takut. Ini
mudah, tidak sulit untuk dikerjakan. Semangat!”
Apa
yang saya alami saat kecil & Ming Ren pada dasarnya sama. Kami bukan tidak
bisa melakukan, akan tetapi enggan untuk mencoba & melakukannya. Ibu
memberi saya dorongan dengan mengucapkan kata-kata pembangkit semangat. Saya
dengan cerita berusaha menumbuhkan rasa ingin mencoba melakukan bagi Ming Ren.
Dukungan dari teman-teman sekelas adalah sebuah bentuk motivasi yang kuat bagi
Ming Ren.
Sebagai
seorang guru, harus senantiasa memperkaya wawasan & pengetahuan tentang
kisah-kisah yang membuka inspirasi-membuka kearifan. Kelak kisah-kisah itu
dapat kita gunakan pada waktu yang tepat untuk menumbuhkan kekuatan & rasa
percaya diri siswa. Ada 4 hal yang harus diperhatikan dalam mendidik para
siswa. Pertama banyak-banyak berbagi cerita untuk membuka wawasan mereka. Kedua
memberi contoh teladan untuk ditiru oleh para siswa. Ketiga memberi kesempatan
luas kepada para siswa untuk mempraktekkan apa yang telah dipelajari. Keempat
sebagai guru kita juga perlu memberikan pujian & dorongan semangat secara
tidak berlebihan kepada para siswa.
Penulis: Xie
Zheng Ming.
Ahli Sejarah
Kuno Conficius dan bahasa Mandarin.
Komentar