Kisah Li Kai李凯 & Yu Mei玉梅

Dalam proses belajar-mengajar, kita sebagai seorang guru terkadang menjumpai ada beberapa anak didik yang memberikan kesan istimewa. Semisal: ia tampak cakap/cantik, lucu, pandai. Terhadap anak didik yang demikian, sering kali kita juga memberikan perlakuan yang istimewa. Saya juga telah berusaha untuk seobyektif mungkin, akan tetapi masih sulit untuk menghilangkan penilaian yang sifatnya subyektif. Menurut saya Li Kai adalah seorang anak didik yang istimewa. Ia sangat rupawan, bola matanya besar serta memiliki lipatan rangkap kelopak mata, lugu & lucu. Di balik itu semua, Li Kai memiliki sebuah kebiasaan buruk. Ia gemar mengayuh sepeda dengan cepat, dari belakang sering kali menjambak rambur anak didik perempuan.

Salah seorang siswi yang kerap mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari Li Kai adalah Yu Mei. Setiap kali Li Kai menjambak rambutnya, Yu Mei selalu mengucapkan kata-kata umpatan. Yu Mei adalah seorang siswi yang dekil. Seringkali bersekolah tampa membasuh muka terlebih dahulu. Ia jarang keramas & merawat rambutnya. Seragam sekolah yang dikenakan juaga kusam. Setiap orang yang berada di dekat Yu Mei akan mencium bau tidak sedap. Di bidang akademis, Yu Mei termasuk siswi yang malas & jarang sekali mengerjakan pekerjaan rumah. Nilai ulangannya selalu termasuk yang paling buruk dalam sekelas. Saat mengikuti pelajaran di dalam kelas, Yu Mei tidak pernah tersenyum.

Secara umum tidak ada seorang siswi yang perilakunya seburuk Yu Mei. Setiap kali Li Kai memperlakukannya dengan tidak baik, Yu Mei secara otomatis selalu mengucapkan kata-kata umpatan. Saya sebagai guru tidak tahu hendak bagaimana memperlakukan Yu Mei. Sering kali dihadapan siswa/i yang lain, saya menegur Yu Mei dengan keras agar tidak terbiasa mengucapkan kata-kata umpatan. Sebaliknya saya terhadap Li Kai hanya memberi peringatan halus. Dengan tersenyum saya berkata kepada Li Kai:”Li Kai jika mengendarai sepeda harap pelan sedikit jangan cepat-cepat. Tidak boleh lagi menggoda/memperlakukan siswi dengan tidak baik. Terhadap Li Kai saya tidak sampai hati untuk menegurnya dengan keras.

Suatu hari, para siswa berada di lapangan untuk mengikuti pelajaran olahraga. Karena hamil tua, saya tidak mendampingi mereka mengikuti pelajaran olahraga. Saya berada di dalam kelas sambil mengoreksi pekerjaan rumah para siswa. Yu Mei kebetulan badannya sedang tidak sehat, ia juga tinggal di dalam kelas. Saat saya tampa sengaja mengangkat kepala, pandangan mata saya bertemu dengan tatapan mata Yu Mei. Tiba-tiba Yu Mei berkata:”Bu guru. Bila anda telah melahirkan, ibu saya bersedia untuk membantu merawat bayi tersebut.”Ibu kamu pekerjaannya apa?”, tanya saya. Yu Mei yang berwajah dekil & rambut berminyak tak terawat menjawab:”Ibu saya membantu orang-orang membersihkan rumah, mengepel lantai. Beliau bisa membantu anda merawat bayi.”

”Bagaimana dengan ayah kamu?”

“Ayah saya setiap hari hanya bermabuk-mabukan. Beliau merasa kecewa karena ibu melahirkan 6 orang anak, semuanya putri. Ayah setiap hari menyalahkan ibu, tidak dapat melahirkan seorang putra. Setelah bermabuk-mabukan ayah juga sering memaki orang lain, memukul ibu & anak-anak.”

Yu Mei juga mengatakan jika ia adalah anak sulung dalam keluarganya. Setiap hari sepulang sekolah, Yu Mei harus membantu merawat adik-adiknya, melakukan berbagai pekerjaan rumah tangga seperti: memasak, mencuci baju, mengepel lantai. Seringkali ia merasa kelelahan melakukan rutinitas tersebut, sehingga tidak sempat merawat dirinya sendiri. Untuk membasuh muka & mencuci rambut saja tidak ada waktu, bagaimana bisa mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh sekolah?

Begitu mendengar penuturan dari Yu Mei, tiba-tiba saya merasa sedih. Saya berpendapat:”Seorang siswa yang dianggap tidak baik oleh para guru, dibalik itu semua pastilah memiliki kesulitan & kesedihan yang tidak diketahui oleh orang lain. Andai Yu Mei tidak bercerita, selamanya saya tidak akan memiliki penilaian yang baru terhadap dirinya. Sebelumnya saya hanya menganggap Yu Mei sebagai seorang siswa yang tidak baik.

Usai mendengarkan curahan hati Yu Mei, saya berhenti mengkoreksi pekerjaan rumah para siswa.saya mengajak Yu Mei menuju wastafel, membantunya untuk membasuh muka & mencuci rambut, mengajarinya cara menggosok gigi. Tak lama setelah itu, muka Yu Mei menjadi cerah, rambutnya tidak lagi berminyak, giginya menjadi bersih. Saya mengambil sebuah cermin untuk Yu Mei. Ia tersenyum melihat bayangannya sendiri. Dalam ingatan saya ini adalah kali pertama Yu Mei tersenyum. Selama ini saya hanya melihat Yu Mei sebagai seorang siswi yang dekil & gemar berkata jorok. Sekarang ia tampak begitu cantik & anggun, apalagi terdapat sepasang lesung pipi yang dalam. Semenjak saat itu Yu Mei menjadi berubah, ia mulai menghargai dirinya sendiri. Setiap hari sebelum sekolah, ia selalu mencuci muka terlebih dahulu.

Tiga minggu kemudian, saat pelajaran ekstrakulikuler, saya menyuruh para siswa untuk belajar lompat tali. Yu Mei dengan penuh rasa gembira & percaya diri berkata:”Saya bisa! Saya bisa! Saya bisa!” Dihadapan teman-teman yang lain, Yu Mei memperagakan aneka teknik bermain lompat tali. Sungguh luar biasa, Yu Mei memperagakan dengan sangat sempurna. Semua siswa yang melihat merasa kagum terhadap Yu Mei, mereka tiada henti-hentinya memberikan tepuk tangan. Saya merasa yakin, ini adalah kali pertama bagi Yu Mei mendapat sambutan yang hangat dari teman-temannya. Semenjak saat itu Yu Mei menjadi lebih bersemangat belajar & kian percaya diri. Prestasi akademiknya semakin hari semakin baik. Dari peristiwa tersebut, saya mendapati jika sebenarnya Yu Mei sangat berbakat di bidang olahraga. Dengan bakatnya, Yu Mei bisa memperoleh bea siswa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pada saat kuliah, Yu Mei mengambil program studi olahraga.

Sepuluh tahun kemudian saya memiliki kesempatan untuk bertemu & bercengkrama bersama Li Kai, Yu Mei dkk. Saya dengan mereka telah membuat janji untuk bertemu. Pada hari H, Yu Mei menjemput saya di stasiun kereta api. Yu Mei sekarang telah tumbuh dewasa, perawakannya tinggi  & atletis. Begitu bertemu dengan saya, Yu Mei memberitahu sebuah kabar buruk:”Bu guru, Li Kai baru saja mengalami kecelakaan, kondisinya sangat kritis. Teman-teman yang lain telah menunggu kita di ICU.”Dengan terkejut saya berkata:”Apa?Li Kai mengalami kecelakaan?” Yu Mei dengan berat hati berkata:”Li Kai mengalami lika yang serius. Sampai sekarang dia mengalami koma, tidak sadarkan diri.”

Sesampainya di rumah sakit, saya segera mengenakan pakaian khusus untuk menjenguk pasien ruang ICU. Begitu masuk ke ruangan ICU tempat Li Kai dirawat, di dalam ruangan sudah ada banyak mantan siswa saya. Li Kai terbaring lemah di rnajang pasien, hidungnya dipasang alat bantu pernafasan, di bagian tubuh yang lain banyak terpasang alat-alat medis, mesin penghitung detak jantung menunjukkan tanda kehidupan yang kritis. Dokter & perawat yang bertugas di ruang ICU mengatakan jika harapan hidup Li Kai sangat kecil, sejak mengalami kecelakaan sampai sekarang belum juga siuman. Meskipun demikian, kita dipersilahkan untuk berkomunikasi dengan Li Kai. Saya raba tangan & kaki Li Kai, terasa begitu dingin. Saya & para siswa tidak henti-hentinya memanggil namanya:”Li Kai. Li Kai. Li Kai.” Akan tetapi Li Kai hanya terbaring, tiada bereaksi sedikit pun.

Saya tak kuasa menahan air mata.”Li Kai saat masih kecil, kau sangat lucu. Kemana perginya Li Kai yang dulu? Tahukan kamu jika ibu guru ingat betul, saat kecil kau begitu tampan. Mengapa engkau sekarang terbaring diam, tiada menjawab pertanyaan saya?” saat itu, Yu Mei sambil memegang tangan saya berkata:”Bu guru katakanlah kata-kata yang dulu biasa anda ucapkan kepada dia!” Saya diam beberapa saat & segera teringat masa lalu. Saya memegang tangan Li Kai & mendekat ke telinganya. Saya dengan lembut berbisik kepada dia:”Li Kai jika mengayuh sepeda pelan-pelan, jangan cepat-cepat.!” Selesai berkata demikian, dari mata Li Kai keluarlah air mata & alat penghitung detak jantung menunjukkan ada perubahan yang berarti. Malam itu Li Kai meninggalkan kita semua. Kepergian Li Kai meninggalkan kesedihan yang mendalam bagi saya. Andai saja, saya dulu bisa lebih keras dalam mendidiknya, mungkin saja ia masih hidup.

Apa yang dapat kita pelajari dari kisah Li Kai & Yu Mei? Sikap keras & disiplin seorang guru dalam mendidik siswa adalah perwujudan dari cinta kasih. Perbedaan perlakuan yang diberikan akan mempengaruhi jalan hidup seseorang. Li Kai karena mendapat perlakuan khusus, ia tidak dapat mengubah kebiasaan buruknya: suka mengebut. Sebaliknya Yu Mei sering mendapat perlakuan tidak baik, akan tetapi ia memiliki semangat untuk menjadi lebih baik.

Sebagai guru, kita pasti akan mencintai para siswa. Mencintai mereka tidak berarti memanjakan. Mencintai para siswa harus menggunakan kearifan & memiliki cara yang tepat. Menanjakan siwa berari sengaja mencelakakan mereka. Biarlah para siswa mengalami kesulitan yang sesuai dengan porsinya. Senantiasa dampingi mereka atas kesulitan yang dialami. Dengan demikian mereka akan tumbuh dewasa & lebih percaya diri.

Penulis: Xie Zheng Ming.
Ahli Sejarah Kuno Conficius dan bahasa Mandarin.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

" NAMA-NAMA BUDDHIS "

“大悲咒 | Ta Pei Cou (Mahakaruna Dharani) & UM-MANI-PAD-ME-HUM”

“ Fangshen cara membayar Hutang Karma Buruk dengan cepat dan Instan “