Thich Quang Duc, Seorang Biksu Yang Membakar Dirinya Demi Protes Keadilan Beragama
Kisah ini dimulai pada tahun 1954 dimana setelah penjajahan 95 tahun lamanya Vietnam berhasil mengusir para tentara Prancis dari negara mereka. Saat itu keadaan masih belum stabil dan Vietnam terbagi menjadi dua bagian (utara dan selatan), Vietnam Selatan dipimpin oleh seorang pria bernama Ngo Dinh Diem.
Dan disinilah masalah itu terjadi. Diem adalah seorang yang… well, dia orang yang karismatik, penganut agama Katolik yang taat, terpelajar dan ambisius sehingga banyak orang menaruh kepercayaan padanya. Namun itu hanyalah penampilan luar Diem, kenyataannya dia ini orang yang sangat kejam dan semena-mena.
Pertama, dia mengisi jabatan-jabatan pemerintahan dengan anggota keluarganya dan juga orang-orang dekatnya (sebagai catatan, mereka semua adalah koruptor). Tindakannya ini mengakibatkan dia dan pejabat lain hidup bergelimang kemewahan sementara rakyatnya harus berjuang menghadapi wabah dan kelaparan yang bisa membunuh mereka setiap saat.
Yang kedua, Diem amat suka pembantaian. Dia membantai banyak orang yang tidak sejalan atau tidak satu kepercayaan dengannya dan dalam hal ini adalah para penganut agama Buddha. Saat itu sekitar 80 persen masyarakat Vietnam merupakan pemeluk agama Buddha dan dalam masa kepemerintahan Diem lah para penganut Buddha ini menjalani masa-masa seperti neraka.
Dalam kepemerintahan Diem apapun yang ada hubungannya dengan agama Buddha tidak boleh terlihat di muka umum. Bendera keagamaan tak boleh dikibarkan, hari raya tak boleh dirayakan dan begitu banyak tempat ibadah dihancurkan. Tentunya para biksu mencoba untuk protes namun dengan mudah mereka semua dilenyapkan.
Dan seperti itulah kediktatoran Diem berlangsung. Anehnya, pers seolah mencoba untuk tidak peduli karna disaat yang bersamaan Vietnam Selatan tengah melangsungkan perang saudara dengan Vietnam Utara. Perang ini seolah menutupi ketidakadilan yang dialami para Buddhis namun semua itu berubah berkat satu kejadian, berkat satu buah foto.
11 Juni 1963. Di hari itu, orang-orang tengah sibuk dengan urusannya masing-masing dan kendati ada sebuah prosesi menuntut kebebasan beragama tengah berlangsung di tengah jalan tak ada yang terlihat peduli, semua orang mencoba untuk tidak terlibat.
Namun begitu mencapai perempatan para biksu yang tengah melakukan protes berhenti dan mulai membentuk sebuah lingkaran. Tak lama kemudian sebuah mobil menembus kerumunan dan berhenti di tengah lingkaran tersebut. Dari mobil tersebut keluar 3 orang biksu, biksu pertama meletakkan bantal diatas aspal, biksu kedua duduk diatas bantal tersebut dan bermeditasi sementara biksu ketiga menuangkan bensin untuk melumuri biksu kedua.
Dan disaat itulah, ketakutan mulai merebak.
Thich Quang Duc, itulah nama dari biksu yang bermeditasi dengan bensin melumuri tubuhnya. Tanpa menghiraukan keadaannya dia melantunkan doa doa pendek dan tanpa ragu menyalakan sebatang korek dan membakar dirinya sendiri.
Anda tidak salah membaca, dia memang berniat untuk bunuh diri dan api yang membumbung itu mulai membakar pakaian, daging dan jiwanya. Meski demikian meditasinya sama sekali tidak terganggu. Tak ada teriakan, tak ada sedikitpun ekspresi ketakutan, Quang Duc tetap duduk tenang dan damai, sebuah meditasi yang sempurna.
Kontras dengan sikap Quang Duc, orang-orang yang melihat tindakannya berteriak histeris. David Halberstam, sebagai satu-satunya yang membawa kamera saat itu, mengabadikan momen tersebut dan menulis seperti ini;
Quote:
Tindakannya yang begitu ekstrim ini pun membawa perubahan besar bagi Vietnam. Bisa dibilang seluruh dunia marah mendengarnya. Malam itu juga Diem menyampaikan amanat melalui radio dan berjanji untuk membuka perundingan dengan kaum Buddhis namun itu semua sudah terlambat, ribuan orang turun ke jalan dan kudeta militer mulai mengincar leher Diem.
Singkat kata Diem pun berhasil dilengserkan dan beberapa bulan kemudian dia dan seluruh keluarganya ditemukan tewas terbunuh. Sejak saat itu para Buddhis pun kembali bebas mengikuti ibadah di Vihara dan para biksu pun bisa dengan bebas menunjukkan ciri keagamaan mereka. Semua berkat kematian Quang Duc.
Menurut riset (saya lupa riset yang mana) mati dengan cara dibakar hidup-hidup adalah cara yang paling menyakitkan untuk mati. Saya sungguh tak bisa membayangkan seperti apa rasa sakit yang dirasakan Qiang Duc disaat kematiannya tiba dan bagaimana caranya dia bertahan menghadapi semua itu tanpa berteriak sedikitpun. Quang Duc tak diragukan lagi merupakan seorang pahlawan dan kematiannya akan diingat sepanjang masa.
sumur
Komentar