DHAMMACAKKA PAVATHANA SUTTA. SUMBER: BUKU PARITTA & MANTRA PENERBIT: SRI MANGGALA TH 2008.

 




 

IDANG-KHO-PANA-BHIKKHAWE-DUKKHANG-ARIYASACCANG. JATIPI-DUKKHA-JARAPI-DUKKHA- BHIYATIPI DUKKHA-MARANAMPI-DUKKHA-SOKA-PARIDEWA-DUKKHA-DOMANASSU-PAYASAPI-DUKKHA-APPIYEHI-SAMPAYOGO-DUKKHO-PIYEHI-WIPPAYOGO-DUKKHO-YAMPICCANG-NA-LABHATI-TAMPI-DUKKHANG-SANGKHITTENA-PANYCUPADANAK-KHANDHA-DUKKHA. IDANG-KHO-PANA-BHIKKHAWE-

 

IDANG-KHO-PANA-BHIKKHAWE-DUKKHASAMUDAYO-ARIYASACCANG.  YAYANG-TANHA-PONOBBHAWIKA-NANDIRAGA-SAHAGATA-TATRA-TATRA—BHINANDINI.  SEYYATHIDANG: KAMMATANHA-BHAWATANHA-WIBHAWATANHA. IDANG-KHO-PANA-BHIKKHAWE-

 

IDANG-KHO-PANA-BHIKKHAWE-DUKKHANIRODHO-ARIYA-SACCANG. YO-TASSAYEWA-TANHAYA-ASESAWIRAGA-NIRODHO-CAGO-PATINISSAGGO-MUTTI-ANALAYO. IDANG-KHO-PANA-BHIKKHAWE-

 

IDANG-KHO-PANA-BHIKKHAWE-DUKKHANIRODHA-GAMINI—PATIPADA-ARIYASACCANG-AYAMEWA-ARIYO-ATTHANGGIKO-MAGGO. SEYYATHIDANG: SAMADITTHI-SAMMASANGKAPPO-SAMMAWACA-SAMMAKAMMANTO-SAMMA-AJIWO-SAMMA-WAYAMO-SAMMASATI-SAMMASAMADHI.

 

 

Artinya:

Kepada Bhagawa makhluk suci nan sempurna karena telah meraih Pencerahan Batin yang Sempurna, Kami memuja-menghormat kepada keagungan Buddha. 3X.

 

  Demikianlah yang saya (Y.M.Ananda) dengar: Suatu ketika Bhagawa berdiam di Taman Rusa Isipatana dekat kota Baranasi. Saat itu Bhagawa memanggil Panycawaggiya-bhikkhu (lima bhikkhu).

 

  „Oh, para bhikkhu, ada dua hal ekstrem yang tidak patut dijalankan oleh mereka yang telah pergi meninggalkan kehidupan rumah sebagai petapa, yaitu: 1. mengikuti kesenangan hawa nafsu berakibat timbulnya hawa nafsu yang rendah, duniawi, yang biasa dilakukan oleh mereka yang masih bodoh, tidak mulia, dan tak berguna. 2. melakukan penyiksaan diri berlebihan (tirakat), menyakitkan, tidak mulia, dan tak berguna.

 

  Oh, para bhikkhu, jalan tengah (majjhima-patipada) menghindari dari kedua jalan ekstrem tersebut, yang telah sempurna diselami oleh Tathagata, membuka mata batin, munculnya pengetahuan batin, membawa kedamaian batin, pengetahuan batin yang mulia, kesadaran luhur, akhirnya pencapaian Nibbana.

 

  Oh, para bhikkhu, apakah jalan tengah itu yang telah sempurna diselami oleh Tathagata, yang membuka mata batin, munculnya pengetahuan batin, membawa kedamaian batin, pengetahuan batin yang mulia, kesadaran luhur, akhirnya pencapaian Nibbana? Demikian itulah Jalan Ariya Berunsur Delapan (ariya-atthanggika-magga), yaitu:

Sammaditthi             - pandangan yang benar.

Sammasangkappo     - pikiran yang benar.

Sammawaca              - ucapan yang benar.

Sammakammanto     - perbuatan yang benar.

Samma-ajiwo          - mata-pencaharian yang benar.

Sammawayamo       - daya-upaya yang benar.

Sammasati              - perhatian yang benar (cermat).

Sammasamadhi       - meditasi yang benar.

 

  Oh, para bhikkhu, itulah Jalan Tengah yang telah sempurna diselami oleh Tathagata, yang membuka mata batin, munculnya pengetahuan batin, membawa kedamaian batin, pengetahuan batin yang mulia, kesadaran luhur, akhirnya pencapaian Nibbana.

 

  Oh, para bhikkhu, kebenaran ariya tentang dukkha atau penderitaan (dukkha-ariyasacca), yaitu;

Jatapi dukkha     - kelahiran penyebab penderitaan

Jarapidukkha      - usia tua penyebab penderitaan

Maranampi dukkhang- kematian adalah penderitaan

Sokaparidewadukkha  - kesedihan, ratap tangis, penderitaan. Domanassupayasapi dukkha - kepedihan hati dan kekecewaan adalah penderitaan.

Piyehi-sampayogo-dukkho – berkumpul dengan yang tidak disukai adalah penderitaan. Piyehi-wippayogo-dukkho - berpisah dengan yang disukai adalah penderitaan. Yampicchang-na-labhati-tampi-dukkha – tidak tercapai  apa yang diharapkan adalah penditaan. Sangkhittena-panycupadanakkhandha-dukkha  - kelima unsur kehidupan adalah penyebab pederitaan (tubuh jasmani, kesadaran, perasaan, pikiran, pencerapan atau ingatan).

 

  Oh, para bhikkhu, itulah kebenaran ariya tentang asal mula penderitaan (dukkha-samudaya-ariyasacca) yaitu: nafsu keinginan (tanha) inilah yang membuat kita lahir kembali, disertai nafsu dan kegemaran, menggemari objek yaitu:

  Kammatanha   : kesukaan kepada nafsu indria

  Bhawatanha     : kesukaan kepada pembentukan

  Wibhawatanha : kesukaan kepada bukan bentuk.

 

  Oh, para bhikkhu, itulah kebenaran ariya tentang lenyapnya penderitaan (dukkhanirodha-ariyasacca), yaitu: lenyapnya nafsu kesukaan terhadap objek tersebut tanpa sisa lagi, karena telah lenyapnya nafsu, terbebasnya nafsu hilangnya nafsu, musnah semua nafsu rendah hingga tak terikat lagi oleh nafsu kesukaan terhadap apapun di dunia.

 

  Oh, para bhikkhu, inilah kebenaran ariya tentang jalan menuju lenyapnya penderitaan (dukkhasirodha-gamini-patipada-ariyasacca)   Jalan Mulia Berunsur Delapan sbb:

Sammaditthi            - pandangan yang benar

Sammasangkappo    - pikiran yang benar.

Sammawaca             - ucapan yang benar.

Sammakammanto    - perbuatan yang benar.

Samma-ajiwo           - mata-pencaharian yang benar.

Sammawayamo        - daya-upaya yang benar.

Sammasati              - perhatian yang benar (cermat).

Sammasamadhi        - meditasi yang benar.

 

  Oh, para bhikkhu, Tathagata telah muncul penglihatan (cakkhu), telah muncul pengetahuan batin (nyana), telah muncul kebijaksanaan (panya), telah muncul ilmu pengetahuan batin (wijja), telah muncul cahaya terang (aloka) yang belum pernah Tathagata dengar bahwa: „Ini adalah kebenaran mulia tentang penderitaan“  

  Oh, para bhikkhu, Tathagata telah muncul penglihatan (cakkhu), telah muncul pengetahuan    bati (nyana), telah muncul kebijaksanaan (panya), telah muncul ilmu pengetahuan batin (wijja), telah muncul cahaya terang (aloka) yang belum pernah Tathagata dengar bahwa: „Ini adalah kebenaran mulia tentang penderitaan ini harus dipahami (parinyayya).“

 

   Oh, para bhikkhu, Tathagata telah muncul penglihatan (cakkhu), telah muncul pengetahuan   batin (nyana), telah muncul kebijaksanaan (panya), telah muncul ilmu pengetahuan batin (wijja), telah muncul cahaya terang (aloka) yang belum pernah Tathagata dengar bahwa: „Ini adalah kebenaran mulia tentang penderitaan ini telah dipahami (parinyata).“

 

   Oh, para bhikkhu, Tathagata telah muncul penglihatan (cakkhu), telah muncul pengetahuan    batin (nyana), telah muncul kebijaksanaan (panya), telah muncul ilmu pengetahuan batin (wijja), telah muncul cahaya terang (aloka) yang belum pernah Tathagata dengar bahwa: „Ini adalah kebenaran mulia tentang asal mula penderitaan ini harus dipahami“.

 

  Oh, para bhikkhu, Tathagata telah muncul penglihatan (cakkhu), telah muncul pengetahuan   batin (nyana), telah muncul kebijaksanaan (panya), telah muncul ilmu pengetahuan batin (wijja), telah muncul cahaya terang (aloka) yang belum pernah Tathagata dengar bahwa: „Ini adalah kebenaran mulia tentang asal mula penderitaan ini harus dihindari (pahatabba)“.

 

  Oh, para bhikkhu, Tathagata telah muncul penglihatan (cakkhu), telah muncul pengetahuan    batin (nyana), telah muncul kebijaksanaan (panya), telah muncul ilmu pengetahuan batin (wijja), telah muncul cahaya terang (aloka) yang belum pernah Tathagata dengar bahwa: „Ini adalah kebenaran mulia tentang asal mula penderitaan ini telah dihindari (pahina)“.

 

  Oh, para bhikkhu, pada Tathagata telah muncul penglihatan (cakkhu), telah muncul pengetahuan batin (nyana), telah muncul kebijaksanaan (panya), telah muncul ilmu pengetahuan batin (wijja), telah muncul cahaya terang (aloka) yang belum pernah Tathagata dengar bahwa: „Ini adalah kebenaran mulia tentang  musnahnya penderitaan „.

  Oh, para bhikkhu, Tathagata telah muncul penglihatan (cakkhu), telah muncul pengetahuan   batin (nyana), telah muncul kebijaksanaan (panya), telah muncul ilmu pengetahuan batin (wijja), telah muncul cahaya terang (aloka) yang belum pernah Tathagata dengar bahwa: „Ini adalah kebenaran mulia tentang  musnahnya penderitaan ini harus dicapai  (sacchikatabba) „.

 

  Oh, para bhikkhu, Tathagata telah muncul penglihatan (cakkhu), telah muncul pengetahuan   batin (nyana), telah muncul kebijaksanaan (panya), telah muncul ilmu pengetahuan batin (wijja), telah muncul cahaya terang (aloka) yang belum pernah Tathagata dengar bahwa: „Ini adalah kebenaran mulia tentang   musnahnya penderitaan telah dicapai (sacchikata)„.

 

  Oh, para bhikkhu, Tathagata telah muncul penglihatan (cakkhu), telah muncul pengetahuan    batin (nyana), telah muncul kebijaksanaan (panya), telah muncul ilmu pengetahuan batin (wijja), telah muncul cahaya terang (aloka) yang belum pernah Tathagata dengar bahwa: „Ini adalah kebenaran mulia tentang   jalan munuju musnahnya penderitaan „.

 

  Oh, para bhikkhu, Tathagata telah muncul penglihatan (cakkhu), telah muncul pengetahuan    batin (nyana), telah muncul kebijaksanaan (panya), telah muncul ilmu pengetahuan batin (wijja), telah muncul cahaya terang (aloka) yang belum pernah Tathagata dengar bahwa: „Ini adalah kebenaran mulia tentang   jalan munuju musnahnya penderitaan ini harus dikembangkan (bhawetabba)„.

 

  Oh, para bhikkhu, Tathagata telah muncul penglihatan (cakkhu), telah muncul pengetahuan batin (nyana), telah muncul kebijaksanaan (panya), telah muncul ilmu pengetahuan batin (wijja), telah muncul cahaya terang (aloka) yang belum pernah Tathagata dengar bahwa: „Ini adalah kebenaran mulia tentang   jalan munuju musnahnya penderitaan ini telah dikembangkan (bhawita)“.

 

  Oh, para bhikkhu, ketika pemahaman terhadap pengetahuan sebagaimana apa adanya (yathabhuta-nyanadassana) tentang empat kebenaran mulia yang terdiri dari tiga tahap dan dua belas ciri belum sempurna Tathagata ketahui; Maka Tathagata tidak akan menyatakan diri sebagai orang yang telah mencapai pencerahan batin sempurna, di dunia ini, di alam dewa, alam mara, alam brahma, para samana dan umat awam semuanya.

 

  Namun, oh, para bhikkhu, karena pemahaman terhadap pengetahuan sebagaimana apa adanya tentang empat kebenaran mulia yang terdiri tiga tahap dan duabelas ciri Tathagata telah ketahui dengan sempurna; Maka saat itulah oh, para bhikkhu, Tathagata menyatakan diri sebagai orang yang telah mencapai pencerahan batin sempurna di dunia ini, di alam dewa, alam mara, alam brahma, para samana dan umat awam semuanya. Timbulah dalam batin Tathagata pengetahuan dan pengertian yang tak tergoyahkan, batin-ku bebas. Inilah kelahiran-ku yang terakhir. Kini tak akan ada lagi kelahiran-ku lagi“. Inilah sabda Buddha; para bhikkhu Panycawaggiya merasa puas dan bersuka cita atas sabda Buddha.

 

Ketika sabda ini disampaikan, munculah pada yang ariya Kondanya mata Dhamma (dhammacakkhu) yang bersih tanpa noda, bahwa; segala sesuatu yang muncul karena ada faktor pembentuk, setelah itu semuanya wajar jika pasti suatu saat akan musnah, lenyap kembali (yangkinyci-samudaya-sabbantang-nirodhadhammang). Ketika roda Dhamma (dhammacakka) ini diputar oleh Buddha, maka para dewa bumi berseru mengumandangkan bahwa: „Itulah roda Dhamma yang tak ada bandingnya telah diputar oleh Bhagawa di Taman Rusa Isipatana dekat kota Baranasi, dan tak mungkin dapat dihentikan oleh para samana, brahmana, dewa, mara, brahma, atau siapa pun di dunia“. Mendengar ucapan para dewa bumi, maka para dewa Catumaharajika berseru dan mengumandangkan bahwa; Itulah roda Dhamma...“

 

Mendengar ucapan para dewa Catumaharajika, maka para dewa Tawatingsa berseru dan mengumandangkan bahwa; Itulah roda Dhamma...“ Mendengar ucapan para dewa Tawatingsa maka para dewa Yama berseru dan mengumandangkan bahwa; Itulah roda Dhamma...“

 

  Mendengar ucapan para dewa Yama maka para dewa Tusita berseru dan mengumandangkan bahwa; Itulah roda Dhamma...“  Mendengar ucapan para dewa Tusita maka para dewa Nimmanarati berseru dan mengumandangkan bahwa; Itulah roda Dhamma...“

  Mendengar ucapan para dewa Nimmarati maka para dewa Paranimmitawasawatti berseru dan mengumandangkan bahwa; Itulah roda Dhamma...“ Mendengar ucapan para dewa Paranimmatawasawatti, maka para dewa yang berdiam di alam Brahma berseru mengumandangkan :“ Itulah roda Dhamma yang tak ada bandingnya telah diputar oleh Bhagawa di Taman Rusa Isipatana dekat kota Baranasi, dan tak mungkin dapat dihentikan oleh para samana, brahmana, dewa, mara, brahma, atau siapa pun di dunia“.

 

  Demikianlah saat itu suara berkumandang hingga menembus ke alam brahma. Serentak ke sepuluh ribu tingkat alam dewa berguncang, bergetar, bergoyah mengeluarkan sinar cahaya gemerlap yang tak ada bandingnya di dunia ini melebihi cahaya kedewaan apa pun. Pada saat itu, Bhagawa berseru: Kondanya telah mengerti, Saudara! Kondanya telah mengerti, Saudara Kondanya! Karena itulah, yang ariya Kondanya memperoleh sebutan „Anya Kondanya“, artinya Kondanya yang telah mengerti.

 

SUMBER: BUKU PARITTA & MANTRA

PENERBIT: SRI MANGGALA TH 2008. 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

" NAMA-NAMA BUDDHIS "

“大悲咒 | Ta Pei Cou (Mahakaruna Dharani) & UM-MANI-PAD-ME-HUM”

“ Fangshen cara membayar Hutang Karma Buruk dengan cepat dan Instan “