Demikian penjelasan mengenai alam-alam Dugati / Apayabhumi.
Mungkin sekilas perlu saya tambahkan penjelasan mengenai alam-alam dugati
tersebut. Pada alam niraya / neraka, disana sama sekali tidak ada kebahagiaan.
Makhluk-makhluk niraya / neraka hidup menderita. Beberapa pengalaman
“perjalanan” saya, di alam niraya ini, ada makhluk yang senantiasa terbakar
api, terbelenggu, meratap, menangis.
Seumur hidup mereka dialam niraya ini
hanya merasakan siksaan demi siksaan, baik batin maupun jasmani. Ada yang
bertubuh cacat, mata “kiwir-kiwir” keluar dari mangkuknya, perut bolong, dan
lain-lainnya.
Karena itulah, maka sebaiknya saya sarankan, kita harus
senantiasa berdoa, melakukan pelimpahan jasa, kepada leluhur kita. Siapa tahu,
meskipun beliau dulunya dikenal “baik” oleh masyarakat, terkenal, bahkan orang
sakti dan linuwih sekalipun, sekarang ini bisa-bisa berada di alam niraya ini,
karena ternyata, dibalik itu semua, tersimpan “amal-amal” perbuatan buruknya.
Keberadaan seseorang di suatu alam tidak ditentukan dari ketenarannya,
kesaktiannya, kesupelannya / keluwesannya bermasyarakat, bahkan anggapan bahwa
ia “utusan-Tuhan” sekalipun, tapi lebih kepada perilakunya, pikiran, ucapan,
dan perbuatannya, jika benar, bajik, lurus, bersih, maka tidak akan terlahir di
alam kesengsaraan ini.
Tapi meskipun semasa hidup sebagai manusia ia adalah orang
terkenal, berharta melimpah, mempunyai kesaktian, dan mengklaim diri sebagai
“utusan Tuhan” , “kekasih Tuhan”, namun disisi lain ia suka mengumbar nafsu
sexualnya ( berpoligami sampai mempunyai istri satu lusin atau lebih misalnya
), berbohong, menipu, berperang,
membunuh tak segan menganiaya makhluk hidup ( termasuk binatang, maka Sang
Buddha melarang pengikutnya untuk melukai makhluk hidup / meneteskan darah
makhluk hidup, a p a p u n a l a s a n n y a, karena, itu termasuk karma buruk.
Meskipun kita hanya “urun” duit / uang, kemudian menyuruh orang lain untuk
membeli hewan2 tertentu, untuk kemudian disembelih oleh tukang jagal, dan
meskipun itu dibagi-bagikan kepada masyarakat, itu tetaplah karma buruk ).
Intinya, semua pikiran, ucapan, perbuatan banyak dinodai perbuatan-perbuatan
tidak baik, maka ia bisa saja terlahir dialam ini, untuk menebus karma-karma
buruknya. Terutama, jika saat kematiannya ia menderita, ketakutan, shock, mati
mendadak, mati tidak wajar dan merana,
maka besar kemungkinan ia segera terlahir di alam ini. Pikiran
terakhirlah yang akan menjadi “Gati-nimitta” ; lambang-tujuan alam kelahiran
berikutnya. Para pembunuh, penjahat kemanusiaan / penyebar perang, penyiksa
binatang-binatang, orang-orang yang bersifat aniaya, dan “kriminil-kriminil”
lain terlahir di alam ini. Panjang atau pendek umurnya di alam niraya tergantung
berat ringannya kamma-kamma buruk yang ia lakukan. Semakin berat, semakin lama
ia akan “mendekam” di penjara ini.
Pada alam Peta dan Asura, makhluk-makhluknya senantiasa
kekeringan, kehausan, kepanasan. Kuntilanak, makhluk2 cebol, setengah manusia
setengah hewan, siluman, dan lain-lain sejenisnya, mereka hidup di alam ini.
Banyak orang yang bisa membuktikan keberadaannya. Saya sendiri sudah sangat
sering melihat, dan menjadi hal biasa saja, bukan hal istimewa.
Makhluk-makhluk alam kesengsaraan ini, baik yang dialam
niraya/neraka maupun peta dan asura, paling suka dan akan sangat berterima
kasih jika kita melakukan pelimpahan jasa kepadanya, seperti misal : mendoakan,
memberi petunjuk jalan hidup yang benar, menentramkan hatinya. Saya, sebelum
memulai samadhi, senantiasa melakukan ini, membacakan “paritta” untuk mereka,
supaya hatinya tentram, tahu bagaimana memperbaiki diri, menuju kehidupan yang
lebih baik dan bahagia.
2. Keadaan bahagia ( Sugati ).
Ada tujuh ( 7 ) tingkatan alam yang merupakan “Keberadaan-Yang-Penuh-Kesenangan”.
Dalam terminology Islam, sepertinya , ini adalah yang disebut
“langit-sab-tujuh”. Tujuh ( 7 ) Alam Sugati ini terdiri dari :
1. Satu Alam Manusia (manussabhûmi),
Yang menyebabkan suatu makhluk terlahir dialam manusia
karena memegang teguh moralitas, yaitu melaksanakan PANCASILA :
1. Tidak membunuh makhluk hidup apapun juga. Tidak menyiksa
dan menimbulkan penderitaan makhluk-makhluk apapun juga.
2. Tidak mencuri, tidak mengambil barang yang tidak
diberikan.
3. Tidak berbuat sex yang menyimpang ( asusila ),
menyetubuhi yang bukan haknya.
4. Tidak berbohong, memfitnah, omong kasar, memecah belah
dan lain-lain.
5. Tidak meminum minuman keras yang menyebabkan lemahnya
kesadaran ( memabukkan ).
2. Enam Alam Dewa (devabhûmi),
Yang menyebabkan suatu makhluk / seseorang terlahir di alam
dewa di keenam alam dewa lingkup-keindriaan / Kamadhatu ( Catummaharajika,
Tavatimsa, Yama, Tusita, Nimmanarati, Paranimmitavatti ), maka ia harus
berlatih dan menjalani hal berikut :
1. Mempunyai “hiri”, yaitu : Rasa malu untuk berbuat jahat.
2. Mempunyai “ottapa”, yaitu : Takut akan akibat perbuatan
jahat.
Saat menjadi manusia, maka seseorang harus berlatih /
mempraktekkan dhamma dengan baik, maka ia akan terlahir di alam-alam Dewa
lingkup-keindrian, ditunjang dengan hiri dan ottapa. Disamping hal-hal itu,
dengan berdoa kepada Dewa tertentu, dengan merenungkannya setiap saat, maka
seseorang akan terlahir di alam surga tempat dewa tersebut berada. Inilah yang
menyebabkan lahirnya agama-agama yang “menyandarkan” diri kepada suatu sosok
Dewa atau Maha-Dewa sebagai “Penolong”, atau “Juru-Selamat”nya. Bukan hal yang
salah, tetapi hanya tidak akan pernah bisa membebaskan makhluk yang bersandar
tersebut dari “samsara”, paling tinggi hanya akan terlahir di alam tempat Dewa
tersebut saat ini berada.
Sesungguhnya ada tiga macam deva atau dewa, yaitu :
1. Upattideva: Dewa sebagai makhluk surgawi berdasarkan
kelahirannya,
2. Sammutideva: Dewa berdasarkan persepakatan atau
perandaian misalnya raja, permaisuri, pangeran dan sebagainya,
3. Visuddhideva: Dewa yang suci terbebas dari segala noda
batin yang tidak lain ialah Arahanta.
Dewa yang dimaksud dalam pembahasan ini hanyalah merujuk
pada pengertian yang pertama, Upattideva, yakni makhluk surgawi yang mengenyam
kenikmatan inderawi. Makhluk surgawi pada hakekatnya adalah TIDAK-KEKAL (
Anicca ), sama dengan makhluk-makhluk lainnya di ke-31 alam kehidupan ini (
kecuali dialam Brahma ke-12, Suddhavasa, alam tempat tinggal para Anagami.
Karena dialam ini para Anagami akan menyempurnakan dirinya untuk merealisasi
Ke-Buddha-an / Ke-Arahat-an ).
Mereka bisa mati karena salah satu dari empat sebab:
1. Habisnya usia,
2. Habisnya kebajikan,
3. Terlena dalam kenikmatan hingga lupa makan,
4. Murka, cemburu / irihati.
Tuhan yang dipercayai sebagai Pencipta yang Maha Sempurna
sendiri dikatakan masih memiliki sifat ‘cemburu’, ‘irihati’, ‘murka’ dan
sebagainya, pengkisahan karakter sedemikian ini bias anda temukan di
kitab-kitab agama pemjua Tuhan , missal AL QURAN, ALKITAB, dan lain-lain. Sehingga,
apa yang diajarkan oleh Sang Buddha bahwa makhluk-makhluk Surga, termasuk Tuhan
sekalipun masih mempunyai sifat : marah/murka, cemburu/iri hati, adalah :
BENAR. Menurut ajaran Sang Buddha, alam surga di mana para dewa-dewi bertempat
tinggal dalam kurun waktu yang berbatas [tidak kekal, tidak selamanya] terbagi
menjadi enam alam, yaitu:
1. Cãtummahãrãjika,
2. Tãvatimsa,
3. Yãma,
4. Tusita,
5. Nimmãnarati,
6.
Paranimmitavasavatti
a). Alam Manusia ( Manussabhûmi ).
Alam manusia adalah suatu campuran dari rasa sakit dan
kebahagiaan. Ini adalah alam saf pertama dari alam Sugati, tempat kita sekarang
ini hidup dan menetap, untuk sementara, sebelum nanti kita mati. Di alam
manusia ini, kita mengalami goncangan badai kekanan dan kekiri, yang dikenal dengan
“delapan-kondisi-duniawi” ( Atthalokadhamma ), yaitu :
1. Untung ( labha ) dan Rugi ( alabha )
2. Terkenal ( yasa ) dan Tidak Dikenal ( ayasa )
3. Dipuji ( pasamsa ) dan Dicela ( Ninda )
4. Bahagia ( sukha ) dan Menderita ( Dukha )
Manussa’ terbentuk atas dua kosakata, yaitu ‘mano‘ yang
berarti ‘pikiran, batin’ dan ‘ussa‘ yang berarti ‘tinggi, luhur, meningkat,
berkembang’. Manussaatau manusia adalah suatu makhluk yang berkembang serta
kukuh batinnya [mano ussanti etesanti=manussâ], yang tahu serta memahami sebab
yang layak [kâranâkaranam manatijânâtîti=manusso], yang tahu serta memahami apa
yang bermanfaat dan tak bermanfaat [atthânattam manati jânâtîti=manusso], yang
tahu serta memahami apa yang merupakan kebajikan dan kejahatan [kusalâkusalam
manati jânâtîti=manusso].
Komentar