Kisa Gotami Memohon Buddha Untuk Menghidupkan Kembali Anaknya Yang Meninggal.
Pada suatu hari, seorang yang berlimpah hartanya menemukan bahwa tumpukan emasnya tiba-tiba berubah menjadi seonggok abu. Karena masygul hatinya, ia hanya berbaring sepanjang hari dan menolak menyantap makanan dan minumannya. Salah seorang diantara para sahabat mendengar kabar sakitnya dan berkunjung ke rumahnya. Di situ, ia mendapat penjelasan mengenai sebab-musabab yang menimpa sahabatnya itu. Maka kata sahabat orang kaua itu: “Engkau tidak mempergunakan kekayaanmu dengan semestinya. Jika engkau hanya menumpuk dan menumpuk kekayaan, ia tiada berguna seperti abu sisa bakaran yang tiada nilainya. Sekarang camkan nasibatku kepadamu. Gelarkan alas tikarmu dan aturlah abu ini dalam beberapa tumpukan. Stelah itu, engkau harus bersikap seolah-olah sedang menjajakn sesuatu kepada para pembeli.”
[MAAF FOTO2 CUMA ILUSTRASI]
Orang kaya itu melakukan
persisi sepertio yang dinasihatkan kepadanya. Ketika tetangga-tetangganya
bertanya, “Mengapa engkau menjajakan abu dapurmu?” dia menjawab, “Aku sedang
menjual harta kepunyaanku.”
Beberapa saat kemudian, seorang gadis muda
bernama Kisa Gotami, yatim-piatu yang sangat miskin di depan dia dan
melihatnya. Kata gadis itu kepadanya, “Tuanku, mengapa engkau menjual emas dan
perakmu?”
Mendengar hal itu, dia menjawab, “Sudilah
kiranya engkau memberi aku emas dan perak yang kau maksud?. Dan Kisa Gotami
meraup segenggam abu dan lihatlah! Abu itu berubah kembali menjadi emas.
Karena menganggap Kisa Gotami dianugerahi mata
pengetahuan spiritual dan kemampuan menakar nilai sesungguhnya dari suatu
benda, tuan yang kaya itu memutuskan menikahkan puranya dengan dia, dan
berkata, “Bagi banyak orang, emas tidak lebih baik dari abu, tetapi dengan Kisa
Gotami, abu berubah menjadi emas murni.”
Alkisah Kisa Gotami beranakkan satu putra namun
kemudian anak itu mati. Dalam sedihnya, dia membawa jenazah putranya itu ke
tetangga-tetangganya minta diberi obat-obatan. Melihat hal itu, mereka berkata,
“Dia telah kehilangan indra keenamnya. Anaknya sendiri mati.”
Akhirnya, Kisa Gotami bertemu dengan seseorang
yang berkata: “Tiada padaku obat-obatan seperti yang kau minta untuk anak-mu
tetapi aku mengetahui seorang dokter yang dapat membantumu.”
Kisa Gotami mengadu di hadapan Buddha sambil
menangis. “Tuan dan Guru, sudilah berikan kepadaku obat penyembuhan anakku
ini.”
Sang Buddha menjawab: “Aku memerlukan
segenggam biji lada.” Tak terkira hatinya mendengar hal itu seraya berjanji
akan membawanya dengan segera. Sabda Sang Buddha lagi: “Biji-biji itu harus
diambil dari sebuah rumah yang tidak pernah mengalami kehilangan anak lelaki,
suami, istri atau sahabat.”
Kisa Gotami yang malang kini mengetuk dari pintu
ke pintu sehingga orang-orang merasa kasihan dengannya dan berkata: “ini,
ambillah!” Tetapi ketika ia bertanya, “Pernahkah ada anak laki-laki, suami,
istri, atau teman mati dirumahmu?” Mereka menjawab: “Aduh, kami yang hidup
hanya sedikit, tapi yang mati sudah banyak jumlahnya. Jangan mengingatkan kami
lagi pada perisitwa-perisitwa yang sangat menyedihkan itu.” Begitulah, tidak
ada rumah yang steril dari kematian.
Kisa Gotami gelisah dan putus asa. Duduklah dia
di pinggir jalan sambil menatap lampu-lampu yang berkelap-kelip tiada hentinya.
Perlahan namun pasti, kegelapan akhirnya menyelimuti seisi kota. Kisa Gotami
merenungkan nasib manusia, betapa mereka hidup dan kemudian mati. Timbul dalam
hatinya: “Betapa kesedihan membangkitkan egosime dalam hatiku! Kematian adalah
lumrah bagi semua orang; namun dalam lembah kesepian ini ada jalan yang
membimbing dia yang telah menanggalkan segala egosentrisme menuju keabadiaan.”
Dalam terang ini, Kisa Gotami merelakan
kepergian anaknya dan menguburnya di tengah hutan. Setelah itu, ia kembali ke
hadapan Buddha dan menjadikan Buddha tempat pengungsian dan menemukan kedamaian
hati dalam Dharma, yaitu obat pelipur dan penyembuh segala hati yang meradang
dalam luka dan duka.
Sabda sang Buddha:
“Hidup manusia di dunia
ini penuh kesusahan, singkat dan becampur dengan penderitaan. Karena itu, tak
seorangpun mampu menghindar dari kematian. Setelah mencapai usia lanjut, sang
Kematian bakal mengetuk rumahmu. Begitulah yang harus terjadi dalam kehidupan
segenap makhluk hidup.”
Seperti halnya buah-buah matang di pohon yang
setiap saat bisa jatuh ke tanah, begitu juga manusia sejak lahirnya selalu
dibayangi bahaya kematian.
Seperti halnya setiap barang-barang buatan
manusia yang suatu saat pasti akan pecah, begitu juga kehidupan manusia.
Baik yang muda maupun yang tua, yang bodoh dan
pinar, semuanya jatuh dalam kekuasaan kematian; semuanya pasti mati.
Seorang ayah tidak akan sanggup menyelamatkan
anak, kerabat atau para sahabatnya yang meninggal dunia itu.
Camkan baik-baik! Sementara kaum kerabat sedang
larut berkabung, satu per satu manusia di giring seperti seekor sapi yang
digiring ke rumah jagal.
Jadi, dunia memang
ditakdirkan bersama kematian dan pembusukan. Oleh karena itu, orang bijak tidak
akan larut dalam perkabungan karena mengetahui hal ini. Bukan karena sedu-sedan
tangisan atau jeritan pedih dia mendapatkan kedamaian hati. Sebaliknya,
penderitaannya akan kian bertambah dan tubuhnya akan kian menderita. Ia justru
akan tampak pucat dan sakit-sakitan padahal yang mati tetap terbaring tinggal
jasad kaku.
Orang meninggalkan dunai ini untuk
selama-lamanya dan nasib mereka selanjutnya tergantung pada setiap perbuatan
mereka semasa hidup.
Jika seseorang hidup
hingga 100 tahun atau bahkan lebih, dia toh akan dipisahkan dari para
kerabatnya dan meninggalkan dunia tanpa kembali lagi.
Dia yang telah mementangkan tali busur jiwanya
dan hidup dalam kebeningan akan mendapatkan ketenangan batin. Dia yang telah mengatasi
semua penderitaan akan bebas dari penderitaan dan diberkati.
(Dikutip dari Buddhisme untuk pemula, halaman 75 – 78)
Nah, itulah cerita
tentang Kisa Gotami. Semoga bermanfaat dan membuka mata hati kita agar sadar
tentang proses hidup dan kehidupan ini.
Anda bisa melihat film pendek
animasi-nya berikut ini :
Video Animasi Film
Pendek "Kisa Gotami"
Klik disini untuk Download video Kisa Gotami.
Komentar