BUDDHA PARINIBBANA HARI2 TERAKHIR BUDDHA PARINIBBANA..SERIE KE 1..
DN 15 Dīgha Nikāya DN 17-PTS: D 2.72, VRI: 2.56, Myanmar: 2.61, Thai 2.85-DN 16: Mahāparinibbāna Sutta-Wafat Agung-Hari-hari Terakhir Sang Buddha. Di terjemahkan dari pāḷi olehMaurice Walshe-ShortUrl: Edisi lain: Pāḷi (vri)
2.8. ‘Ānanda, bukanlah hal yang luar biasa bahwa seseorang yang hidup pasti meninggal dunia. Tetapi bahwa jika engkau harus datang menemui Sang Tathāgata untuk menanyakan takdir dari setiap orang yang meninggal dunia, itu akan sangat melelahkan Sang Tathāgata.13 Oleh karena itu, Ānanda, Aku akan mengajarkan engkau cara untuk mengetahui Dhamma, yang disebut Cermin Dhamma,14 yang dengannya seorang siswa Ariya, jika ia menginginkan, dapat melihat sendiri: “Aku telah menghancurkan neraka, kelahiran-kembali sebagai binatang, alam setan, semua kejatuhan, takdir buruk dan kondisi menderita.
Aku adalah seorang Pemenang-Arus, tidak mungkin terjatuh ke alam sengsara, pasti mencapai Nibbāna.”
2.9. ‘Dan apakah Cermin Dhamma yang dengannya ia dapat mengetahui hal ini? Di sini Ānanda, siswa Ariya ini memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan15 dalam Buddha sebagai berikut: “Sang Bhagavā adalah seorang Arahant, Buddha yang telah mencapai penerangan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, telah menempuh Sang Jalan dengan sempurna, Pengenal seluruh alam, Penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada taranya, Guru para dewa dan manusia, Tercerahkan dan Suci.”
Ia memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan dalam Dhamma, sebagai berikut: “Dhamma telah diajarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā, terlihat di sini dan saat ini, tanpa batas waktu, mengundang untuk diselidiki, mengarah menuju kemajuan, untuk dipahami oleh para bijaksana untuk dirinya sendiri.”
Ia memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan dalam Sangha, sebagai berikut: “Sangha, siswa Sang Bhagavā, terarah baik, berperilaku lurus, berada di jalan yang benar, berada di jalan yang sempurna; yaitu empat pasang individu,16 delapan jenis manusia. Sangha, siswa Sang Bhagavā layak menerima persembahan, layak menerima keramahan, layak menerima pemberian, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia. Dan ia17 memiliki moralitas yang disukai oleh Para Mulia, tidak rusak, tanpa cacat, tanda noda, tidak saling bertentangan,18 membebaskan, tidak kotor, dan mendukung konsentrasi.
‘Ini, Ānanda, adalah Cermin Dhamma, yang dengannya seorang Siswa Ariya … dapat melihat sendiri: “Aku telah menghancurkan neraka … Aku adalah seorang Pemenang-Arus, … pasti mencapai Nibbāna.” (seperti paragraf 8)
2.10. Dan kemudian Sang Bhagavā, selagi berada di Rumah Bata, membabarkan khotbah terperinci: ‘Ini adalah moralitas, ini adalah konsentrasi, ini adalah kebijaksanaan …’ (seperti paragraf 2.4)
2.11. Dan ketika Sang Bhagavā telah menetap di Nādikā selama yang Beliau inginkan, … Beliau pergi bersama sejumlah besar bhikkhu menuju Vesālī di mana Beliau menetap di hutan Ambapālī.
2.12. Dan di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: ‘Para bhikkhu, seorang bhikkhu harus penuh perhatian dan berkesadaran jernih, ini adalah tuntutan kami kepada kalian!
‘Dan bagaimanakah seorang bhikkhu penuh perhatian?19 Di sini seorang bhikkhu berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani,20 tekun, sadar jernih, [95] penuh perhatian setelah menyingkirkan segala kerinduan dan kegelisahan terhadap dunia, dan demikian pula sehubungan dengan perasaan, pikiran dan Ingatan pada objek-objek pikiran. Demikianlah seorang bhikkhu penuh perhatian.
2.13. ‘Dan bagaimanakh seorang bhikkhu berkesadaran jernih? Di sini, seorang bhikkhu, ketika berjalan maju atau mundur, sadar atas apa yang ia lakukan; ketika melihat ke depan atau ke belakang ia sadar atas apa yang ia lakukan; ketika membungkuk dan menegakkan badan ia sadar atas apa yang ia lakukan; ketika membawa jubah dalam dan jubah luar dan mangkuknya ia sadar atas apa yang ia lakukan; ketika makan, minum, mengunyah dan menelan ia sadar atas apa yang ia lakukan; ketika buang air ia sadar atas apa yang ia lakukan; ketika berjalan, berdiri, duduk atau berbaring, ketika terjaga, ketika berbicara atau ketika berdiam diri, ia sadar atas apa yang ia lakukan.
Demikianlah seorang bhikkhu berkesadaran jernih. Seorang bhikkhu harus penuh perhatian dan berkesadaran jernih, ini adalah tuntutan kami kepada kalian!’
Komentar