Apakah saya seorang ateis? Sebuah percakapan imajiner
Agama itu seperti pakaian yang anda pakai
Jika pakaian ini sudah kekecilan, anda tidak lagi memakainya,
anda melepaskannya, lalu mencari pakaian baru....
Jangan sekali-kali serahkan kehidupan anda kepada agama anda,
dan jangan sekali-kali anda mau mati demi agama anda,
tapi serahkanlah hidup anda kepada usaha-usaha mengembangkan ilmu pengetahuan
dan usaha-usaha mengalahkan penderitaan umat manusia
Ilmu pengetahuan dan kebahagiaan manusia jauh lebih penting
ketimbang agama anda
― ioanes rakhmat
Kata orang beragama, agama diturunkan Allah ke dalam dunia
tak lain untuk membuat manusia mengalami kebebasan;
tapi, kataku, burung-burung camar yang berterbangan di atas laut,
kendatipun jelas-jelas tidak beragama, hidup jauh lebih bebas
dibandingkan manusia yang beragama.
― ioanes rakhmat
(1) Seseorang bertanya dengan sangat sopan kepada saya: Maaf, Pak Ioanes, apakah anda sekarang seorang ateis?
(2) Saya menjawab: Apa yang membedakan
seorang beragama dari seorang ateis?
(3) Orang itu menjawab: Seorang beragama
percaya pada adanya Allah, seorang ateis tidak percaya.
(4) Saya bertanya: Apakah Allah itu dalam
pemahaman anda?
(5) Orang itu menjawab: Allah itu suatu
entitas di luar dunia, yang maha kuasa, transenden, maha agung.
(6) Saya bertanya: Lalu apa hubungan Allah
yang semacam itu dengan dunia, dengan anda?
(7) Dia menjawab: Allah yang transenden itu
menciptakan agama-agama untuk kehidupan manusia dalam dunia, dan saya memilih
percaya pada satu agama.
(8) Saya melanjutkan: OK-lah, jika Allah
bagi anda suatu entitas yang transenden, saya juga percaya pada hakikat yang
transenden.
(9) Katanya dengan kaget dan tak sabar: Oh,
jadi anda masih percaya pada Allah? Betulkah?
(10) Saya jawab: Oh saya tak katakan saya
percaya pada Allah seperti yang anda percayai, tapi saya akui ada suatu hakikat
besar yang transenden.
(11) Tanyanya penasaran: Jika hakikat besar
yang transenden yang anda akui itu bukan Allah, habis apa?
(12) Saya jawab: Saya sedang berpikir dalam
kerangka sains, ilmu pengetahuan, ketika saya mengatakan ada hakikat yang
transenden.
(13) Dia bertanya: Saya tak paham, bisa Pak
Ioanes jelaskan?
(14) Saya jawab: Semua ilmuwan, khususnya
yang bergelut dalam dunia material, tahu/sadar, objek kajian sains tak pernah
bisa habis.
(15) Lanjut saya: Kalangan saintis tahu,
selalu ada wilayah yang lebih besar, yang belum bisa dimasuki sains untuk
dikaji, dan terus menantang sains.
(16) Dia memotong: Wilayah yang kudus,
wilayah “the sacred”, wilayah ilahikah?
(17) Saya merespons: Uups, saya tak
mengatakan itu wilayah ilahi, tapi wilayah yang selalu mentransendir sains,
kawasan yang selalu “beyond the present science”.
(18) Dia bertanya: Wilayah yang bagaimana,
apakah dalam wilayah yang anda sebut itu ada hakikat yang dinamakan Allah?
(19) Saya merespons: Nah, sebaiknya anda
mendengar dulu, jangan terus mendesakkan keyakinan anda.
(20) Dia menyerah: OK deh, saya bersedia
mendengar dulu.
(21) Saya melanjutkan: Kalangan saintis
tahu, selalu ada kawasan “beyond the present science”, yang menantang untuk
mereka eksplorasi terus, lalu menjelaskannya.
(22) Kawasan ini, kalau boleh, saya sebut
kawasan “super-science”, atau, lebih tepat, “super-scientific”,
kawasan yang selalu berada di atas/melampaui sains yang dikenal pada masa kini.
(23) Jadi, sebagaimana orang bertuhan
menganggap ada kawasan “supernatural”, adi-kodrati, ada juga kawasan
“super-scientific”, kawasan adi-saintifik.
(24) Sebagaimana ada makhluk yang
adi-insani, super-human,
begitu juga ada kawasan yang adi-saintifik, melampaui sains yang dikenal
sekarang.
(25) Sekalipun sekarang fisika Newton bisa
menjelaskan “kerja” jagat raya, dan “the standard model”
untuk fisika partikel bisa menjelaskan dunia tak kasat mata sub-atomik,
model-model ini belum mencapai garis “finish”, terbuka kemungkinan di masa
depan harus “re-modelled”, disusun ulang, jika misteri-misteri alam makin
terkuak.
(26) Masih banyak fenomena alam yang belum
bisa dijelaskan oleh sains sekarang, dan hukum-hukum alam juga belum
sepenuhnya kita mengerti.
(27) Selalu masih ada kawasan “beyond the
present science”, tapi kawasan ini bukan kawasan ilahi seperti yang dipahami
agama-agama.
(28) Kalaupun seluruh jagat raya kita dan
semua fenomena alam dan hukum-hukum alam di dalamnya sudah bisa dijelaskan, ini
bukanlah titik finish.
(29) Menurut teori dawai (“string theory”),
jagat raya kita bukan satu-satunya jagat raya; masih ada nyaris tak terhitung
jumlahnya jagat raya lain.
(30) Kalau satu jagat raya kita saja nyaris
tak bisa dijelaskan tuntas, apalagi kalau kita masih harus menjelaskan
jagat-jagat raya lain. Mission
impossible!
(31) Anda tahu, berapa jumlah jagat raya
yang mungkin ada menurut prediksi teori dawai? Jumlahnya fantastis: 10500(10
pangkat 500) (yakni angka 1 diikuti angka nol sebanyak 500)!
(32) Sekarang, para saintis memakai bukan
lagi kata “universe” (satu jagat raya tunggal), tapi “multiverse” (jagat raya
berganda-ganda). Jangan dulu kita berkhayal bahwa multiverse akan kita bisa masuki sekarang ini. No
way!
Dalam jagat raya kita saja, sekarang ini salah satu misteri besar yang belum dapat dijelaskan adalah misteri adanya apa yang para saintis namakan “energi gelap” (dark energy), yang tak terlihat, dan hingga kini mereka belum bisa menjelaskan hakikatnya, kendatipun energi gelap ini merupakan 73 persen (bayangkan!) dari isi seluruh jagat raya kita. Dalam perhitungan mereka, energi gelap ini terbentuk ketika jagat raya kita berusia 8 milyar tahun setelah the big bang, dan sejak terbentuk energi ini sudah menguasai jagat raya kita dan diketahui merupakan energi yang makin mempercepat pengembangan jagat raya kita.
Tetapi, ada satu dunia lainnya yang sangat menawan.
Dalam jagat raya kita saja, sekarang ini salah satu misteri besar yang belum dapat dijelaskan adalah misteri adanya apa yang para saintis namakan “energi gelap” (dark energy), yang tak terlihat, dan hingga kini mereka belum bisa menjelaskan hakikatnya, kendatipun energi gelap ini merupakan 73 persen (bayangkan!) dari isi seluruh jagat raya kita. Dalam perhitungan mereka, energi gelap ini terbentuk ketika jagat raya kita berusia 8 milyar tahun setelah the big bang, dan sejak terbentuk energi ini sudah menguasai jagat raya kita dan diketahui merupakan energi yang makin mempercepat pengembangan jagat raya kita.
Tetapi, ada satu dunia lainnya yang sangat menawan.
(33) Kalau anda masuk ke dunia tak kasat
mata, dunia sub-atomik, yang biasa disebut dunia mekanika Quantum, anda akan
tercengang tak paham atas apa yang sebenarnya berlangsung di dalamnya. Kata
Feynman, Jika seseorang mengklaim sudah paham sepenuhnya dunia Quantum, orang
ini sesungguhnya belum memahaminya sama sekali.
(34) Dia bertanya: Dunia sub-atomik
mencengangkan? Memang ada apa di dalamnya, Pak Ioanes?
(35) Saya jawab: Dalam dunia sub-atomik,
dunia yang kata para saintis “weird”, dunia mekanika Quantum, anda menemukan
banyak “marvel”. Sekalipun dunia Quantum sudah dapat dijelaskan oleh “the standard model” (fisika partikel), tetap saja dunia
ini weird dan marvellous.
(36) Dia memotong: Marvel? Jadi mukjizat
itu nyata ya, Pak?
(37) Saya melanjutkan: Ya boleh disebut
“marvel”, keajaiban, tapi bukan “marvel” seperti yang anda sedang pikirkan
sebagai orang bertuhan.
(38) Loh? Habis apa? (dia bengong tak
mengerti).
(38) Saya meneruskan: Dalam dunia
sub-atomik mekanika Quantum, terdapat sekian fenomena aneh/“weird”, yang
memusingkan para saintis.
(39) Sejauh yang saya sudah ketahui, selain
sekian fenomena di dalamnya sudah bisa dijelaskan, ada sekian lagi yang masih
tak terpahami benar, karena sangat weird.
(40) Dalam dunia sub-atomik Quantum, ada
kejadian-kejadian yang timbul begitu saja tanpa penyebab, “without cause, from
nothing to something”.
(41) “Prinsip ketidakpastian” Werner
Heisenberg dirumuskan justru dari fenomena dalam dunia yang sangat kecil, duniaQuantum
mechanics.
(42) Dalam dunia mekanika Quantum, sudah
terpantau, “penyebab” bisa menjadi “akibat”, dan “akibat” bisa menjadi
“penyebab”. Puzzling indeed!
(43) Ada yang berpendapat, “cause” bisa
menjadi “effect” and vice
versa, dalam dunia Quantum, karena partikel-partikel di dalamnya bergerak
melebihi kecepatan cahaya. Tapi, mungkinkah prinsip relativitas khusus Einstein
tak berlaku dalam dunia Quantum? Masih harus dibuktikan!
(44) Apapun usaha para saintis untuk
menjelaskan dunia Quantum, dunia ini tetap weird,
bizarre and marvellous.
(45) Tapi ingat, kendatipun dunia Quantum
sangat weird, tetap tak ada roh tuhan di dalamnya: Higgs Boson bukan partikel
tuhan apapun.
(46) Orang itu berkeluh-kesah: Lah, katanya
Higgs Boson itu bukti adanya tuhan?! Kok anda bisa katakan begitu?
(47) Saya menegaskan: Higgs Boson itu
sebuah partikel (berwujud “material”), sangat penting karena berfungsi memberi
massa pada semua materi dalam jagat raya.
(48) Tanpa Higgs Boson, tak akan ada materi
massif dan kohesif dalam jagat raya, dus jagat raya tak akan terbentuk, juga
tubuh anda dan kancing-kancing baju anda, dan, maaf, dua puting susu anda.
Higgs Boson itu bak seorang pengantin perempuan yang luar biasa cantik
didandani dan luar biasa harum lembut, sehingga menarik semua tamu untuk berada
dan terkonsentrasi di dekatnya, ketika dia baru memasuki ruang perjamuan kawin.
(49) Orang itu menimpali: Oh, begitu ya
duduk perkaranya. Kalau begitu selama ini saya telah memegang sebuah
pandangan keliru tentang Higgs Boson.
(50) Saya tertawa: Ha, ha! Ya, banyak orang
beragama terperdaya oleh info-info keliru tentang sains tanpa mereka sadari.
Mereka ignorantly korban pembodohan.
(51) Saya melanjutkan: Nah, apa arti semua
hal yang saya sudah kemukakan ini? Anda tentu tak sabar ingin tahu, bukan?
(52) Dia antusias menjawab: Ya saya ingin
segera tahu, apa arti semua hal yang Pak Ioanes telah katakan.
(53) Saya melanjutkan: Artinya sebetulnya
sudah jelas: saya menerima, dalam jagat raya kita dan jagat-jagat raya lain,
selalu ada kawasan yang mentransendir sains.
(54) Kawasan ini sangat menakjubkan, weird, bizarre, marvellous, too great, and scientifically transcendent.
Inilah kawasan adi-saintifik: melampaui sains, tapi tidak menentang sains, dan
hanya bisa dimasuki oleh sains secara parsial dan kumulatif.
(55) Harus dicatat, kendatipun kawasan ini
adi-saintifik, kawasan ini tidak ilahi, tidak divine,
tapi tetap kawasan material duniawi.
(56) Meskipun kawasan adi-saintifik ini
tidak ilahi, kawasan ini sangat menakjubkan, menimbulkan rasa hormat, kerendahan
hati, dan cinta. Karena semakin misteri-misteri jagat raya terungkap tahap demi
tahap lewat sains, anda akan makin mencintai jagat raya ini dan semua isi di
dalamnya, sebab lewat sains kita menjadi tahu bahwa kita adalah sama dan bagian
tak terpisah dari jagat raya.
Pada level fundamental, dalam dunia
Quantum, sains sudah menunjukkan, kita ini dan semua materi dalam jagat raya
terdiri dari partikel-partikel yang sama: quark, proton, neutron, positron, dan
elektron.
Pada level fundamental, anda tidak beda
dari kecoak, simpanse, tanah liat, batu kali, cacing, kubis, pisang, pohon
beringin, toge, debu bintang, abu gosok, komet, mouse di tangan anda, dan Coca Cola yang sedang anda hirup.
Kita dan jagat raya bersaudara, yang pada
level mekanika Quantum sehakikat, sebentuk. Maka cinta mengalir deras dalam
diri kita, tertumpah ke seluruh jagat raya. Anda harus mengasihi tanah liat,
genteng dan kendi dan tempayan, karena, kata kitab-kitab suci agama teistik,
anda berasal dari situ. Jika anda bisa mencintai genteng dan kendi, pastilah
anda bisa mencinta semua orang lain yang ada di sekitar anda, termasuk
orang-orang yang anda harus cap bidah, heretik, kafir berhubung anda ditekan
para pemimpin agama anda.
(57) Jika rasa takjub, rasa hormat,
kerendahan hati dan cinta ini dapat disebut sebagai spiritualitas, saya
memiliki spiritualitas ini.
(58) Spiritualitas ini tidak ilahi, tapi
tetap transenden, adi-saintifik, juga saintifik, sekaligus imanen dan material,
dan super-human, adi-insani.
(59) Orang
beragama jelas akan menuduh orang ateis telah menolak Allah; tapi, apakah
seorang Kristen tidak menolak Allah Muslim, tidak menolak Allah sang Nabi Musa?
Apakah seorang Muslim tidak menolak Allah bangsa Yahudi (sementara sebagian
Muslim hingga saat ini bebuyutan benci benar terhadap bangsa Yahudi), tidak
menolak dengan keras tanpa kompromi Allah Kristen yang ada tiga namun tetap
bersatu, Tritunggal, the
three-in-one, yang mereka pandang sebagai kemusyrikan? Semua orang
beragama, to the point saja, adalah teis, sekaligus ateis! This is the real fact! Jangan sangkal fakta ini!
Tetapi, fakta ini sudah dan terus disangkal oleh kebanyakan umat dari tiga agama monoteistik, Yahudi, Kristen dan Islam, bahkan juga oleh para pemuka keagamaan mereka masing-masing yang sebenarnya terpelajar. Umumnya mereka mengklaim, bahwa mereka semua sama-sama percaya dan menyembah Satu Allah, Allah Yang Maha Esa, Allah yang satu dan sama. Benarkah? Sama sekali tidak benar! Klaim ini hanya mitos, bukan fakta. Orang yang beragama Yahudi (Yudaisme), orang Kristen (yang menyembah the divine three-in-one), dan umat Muslim, meskipun masing-masing mengklaim percaya dan menyembah Satu Allah, konsep (baca: teologi) mereka tentang Allah Yang Esa ini berbeda tajam di sana-sini, bahkan bertentangan dalam banyak segi!
Bagi bangsa Yahudi YHWH itu Allah, bagi umat Kristen Bapa di surga (dan Yesus, dan Roh Kudus) itu Allah, dan bagi umat Muslim Allohu Akbar itu Allah. Problem buat mereka semua: konsep mereka masing-masing tentang Allah tidak ada yang sama, bahkan berbenturan satu sama lain. Allah mana yang paling benar, paling asli, dari tiga Allah agama monoteistik ini? Masing-masing akan mengklaim, Allah sendirilah yang paling benar, paling asli, lalu mereka berkelahi, saling menjelekkan, saling bersaing memperebutkan para pengikut, dan... bunuh-bunuhan!
Orang Kristen mengklaim, Allah Yang Maha Esa sudah menjelma menjadi satu manusia suci yang bernama Yesus Kristus, yang menjadi satu-satunya mediator yang menghubungkan surga dan Bumi, Allah dan manusia, lewat dirinya dan lewat ajaran-ajarannya; tapi, orang Yahudi hingga kini tidak bisa menerima klaim Kristen ini, sebab bagi mereka, mediator mulia dan agung antara YHWH dan bangsa Yahudi hanyalah Nabi Musa yang memberi bangsa Israel Taurat Allah. Begitu juga, sangat mustahil seorang Muslim bisa menerima kepercayaan teologis Kristen bahwa Allah YME telah menjelma menjadi manusia, yang namanya Yesus Kristus; sebab, dalam pandangan agama Islam, Allah YME, yang mereka panggil Allohhu Akbar SWT, adalah Allah yang sangat transenden, berada jauh di atas dunia kodrati, sang Khalik yang berbeda sangat tajam dari manusia sebagai makhluk. Konsep teologis inkarnasi (“Allah menjadi daging/manusia”) hanya ada dalam kekristenan, tidak ada dalam Islam dan dalam Yudaisme.
Sementara orang Kristen mengklaim bahwa kitab suci Yahudi (yang orang Yahudi namakan Tenakh, yang dengan keliru dan pejoratif dinamakan Perjanjian Lama orang orang Kristen) sudah digenapi oleh tulisan-tulisan apostolis yang mereka namakan Perjanjian Baru, orang Yahudi tidak menerima klaim ini, dan mereka memandang kitab suci mereka, Tenakhmereka, sudah penuh dan sempurna pada dirinya sendiri dan tak perlu digenapi oleh kitab-kitab suci lain yang ditulis belakangan.
Selain itu, bagi orang Yahudi, Allah Yang Esa yang mereka sembah, mustahil disamakan dengan seorang manusia yang bernama Yesus Kristus; syahadat mereka mengenai keesaan Allah, yang dikenal sebagai Shema, melarang keras mereka untuk menyamakan manusia manapun dengan Allah Yang Maha Esa yang mereka sembah. Jadi, sementara orang Kristen tidak bisa hidup jika tidak menyembah Tuhan Yesus, orang Yahudi akan mati jika menyembah manusia Yesus, apalagi menyamakan sang manusia ini dengan Yahweh Elohim mereka. Selain itu, sebagai seorang mukmin Yahudi yang memegang kuat-kuat Tawhid Yahudi, yang diungkap dalam syahadat Shema, mustahil Yesus dari Nazareth memandang dirinya sendiri sebagai Tuhan Allah. Orang Kristen musti menyadari, kalau mereka yakin bahwa Yesus itu Tuhan, inibukan karena Yesus dari Nazareth pada dirinya sendiri Tuhan (Yahweh Elohim bangsa Yahudi), melainkan karena dia oleh gereja-gereja Kristen perdana dulu dijadikan Tuhan, di-apotheosis-kan, di-deifikasi-kan, sebuah praktek religio-politis yang lazim dilakukan di dunia Yunani-Romawi, kawasan yang dari dalamnya kekristenan dilahirkan.
Masih banyak hal yang sebetulnya bisa diperlihatkan bahwa kendatipun umat Yahudi, umat Kristen dan umat Muslim masing-masing mengklaim percaya pada Allah Yang Esa, teologi mereka berbeda tajam di sana dan di sini, dan bertolakbelakang dalam banyak segi. Untuk saat ini, ulasan-ulasan yang saya sudah berikan di atas cukup memadai. Hanya perlu ditegaskan sekali lagi: Klaim bahwa mereka percaya dan menyembah Allah Yang Esa yang sama dan sebangun, adalah mitos. Jika klaim ini bukan mitos, mustinya tidak pernah terjadi persaingan sengit, bahkan peperangan, antara umat tiga agama ini yang masing-masing menyatakan diri sebagai penganut monoteisme, dan mustinya tiga agama mereka sudah bisa dilebur jadi satu dengan harmonis sejak dulu.
Nah, pendek kata, saya sudah tak mau lagi hidup dalam dunia keagamaan yang takabur dan bengis semacam itu, yang penuh konflik dan penuh kemunafikan. Tapi, saya punya sebuah alternatif yang signifikan, sebuah spiritualitas alternatif.
Tetapi, fakta ini sudah dan terus disangkal oleh kebanyakan umat dari tiga agama monoteistik, Yahudi, Kristen dan Islam, bahkan juga oleh para pemuka keagamaan mereka masing-masing yang sebenarnya terpelajar. Umumnya mereka mengklaim, bahwa mereka semua sama-sama percaya dan menyembah Satu Allah, Allah Yang Maha Esa, Allah yang satu dan sama. Benarkah? Sama sekali tidak benar! Klaim ini hanya mitos, bukan fakta. Orang yang beragama Yahudi (Yudaisme), orang Kristen (yang menyembah the divine three-in-one), dan umat Muslim, meskipun masing-masing mengklaim percaya dan menyembah Satu Allah, konsep (baca: teologi) mereka tentang Allah Yang Esa ini berbeda tajam di sana-sini, bahkan bertentangan dalam banyak segi!
Bagi bangsa Yahudi YHWH itu Allah, bagi umat Kristen Bapa di surga (dan Yesus, dan Roh Kudus) itu Allah, dan bagi umat Muslim Allohu Akbar itu Allah. Problem buat mereka semua: konsep mereka masing-masing tentang Allah tidak ada yang sama, bahkan berbenturan satu sama lain. Allah mana yang paling benar, paling asli, dari tiga Allah agama monoteistik ini? Masing-masing akan mengklaim, Allah sendirilah yang paling benar, paling asli, lalu mereka berkelahi, saling menjelekkan, saling bersaing memperebutkan para pengikut, dan... bunuh-bunuhan!
Orang Kristen mengklaim, Allah Yang Maha Esa sudah menjelma menjadi satu manusia suci yang bernama Yesus Kristus, yang menjadi satu-satunya mediator yang menghubungkan surga dan Bumi, Allah dan manusia, lewat dirinya dan lewat ajaran-ajarannya; tapi, orang Yahudi hingga kini tidak bisa menerima klaim Kristen ini, sebab bagi mereka, mediator mulia dan agung antara YHWH dan bangsa Yahudi hanyalah Nabi Musa yang memberi bangsa Israel Taurat Allah. Begitu juga, sangat mustahil seorang Muslim bisa menerima kepercayaan teologis Kristen bahwa Allah YME telah menjelma menjadi manusia, yang namanya Yesus Kristus; sebab, dalam pandangan agama Islam, Allah YME, yang mereka panggil Allohhu Akbar SWT, adalah Allah yang sangat transenden, berada jauh di atas dunia kodrati, sang Khalik yang berbeda sangat tajam dari manusia sebagai makhluk. Konsep teologis inkarnasi (“Allah menjadi daging/manusia”) hanya ada dalam kekristenan, tidak ada dalam Islam dan dalam Yudaisme.
Sementara orang Kristen mengklaim bahwa kitab suci Yahudi (yang orang Yahudi namakan Tenakh, yang dengan keliru dan pejoratif dinamakan Perjanjian Lama orang orang Kristen) sudah digenapi oleh tulisan-tulisan apostolis yang mereka namakan Perjanjian Baru, orang Yahudi tidak menerima klaim ini, dan mereka memandang kitab suci mereka, Tenakhmereka, sudah penuh dan sempurna pada dirinya sendiri dan tak perlu digenapi oleh kitab-kitab suci lain yang ditulis belakangan.
Selain itu, bagi orang Yahudi, Allah Yang Esa yang mereka sembah, mustahil disamakan dengan seorang manusia yang bernama Yesus Kristus; syahadat mereka mengenai keesaan Allah, yang dikenal sebagai Shema, melarang keras mereka untuk menyamakan manusia manapun dengan Allah Yang Maha Esa yang mereka sembah. Jadi, sementara orang Kristen tidak bisa hidup jika tidak menyembah Tuhan Yesus, orang Yahudi akan mati jika menyembah manusia Yesus, apalagi menyamakan sang manusia ini dengan Yahweh Elohim mereka. Selain itu, sebagai seorang mukmin Yahudi yang memegang kuat-kuat Tawhid Yahudi, yang diungkap dalam syahadat Shema, mustahil Yesus dari Nazareth memandang dirinya sendiri sebagai Tuhan Allah. Orang Kristen musti menyadari, kalau mereka yakin bahwa Yesus itu Tuhan, inibukan karena Yesus dari Nazareth pada dirinya sendiri Tuhan (Yahweh Elohim bangsa Yahudi), melainkan karena dia oleh gereja-gereja Kristen perdana dulu dijadikan Tuhan, di-apotheosis-kan, di-deifikasi-kan, sebuah praktek religio-politis yang lazim dilakukan di dunia Yunani-Romawi, kawasan yang dari dalamnya kekristenan dilahirkan.
Masih banyak hal yang sebetulnya bisa diperlihatkan bahwa kendatipun umat Yahudi, umat Kristen dan umat Muslim masing-masing mengklaim percaya pada Allah Yang Esa, teologi mereka berbeda tajam di sana dan di sini, dan bertolakbelakang dalam banyak segi. Untuk saat ini, ulasan-ulasan yang saya sudah berikan di atas cukup memadai. Hanya perlu ditegaskan sekali lagi: Klaim bahwa mereka percaya dan menyembah Allah Yang Esa yang sama dan sebangun, adalah mitos. Jika klaim ini bukan mitos, mustinya tidak pernah terjadi persaingan sengit, bahkan peperangan, antara umat tiga agama ini yang masing-masing menyatakan diri sebagai penganut monoteisme, dan mustinya tiga agama mereka sudah bisa dilebur jadi satu dengan harmonis sejak dulu.
Nah, pendek kata, saya sudah tak mau lagi hidup dalam dunia keagamaan yang takabur dan bengis semacam itu, yang penuh konflik dan penuh kemunafikan. Tapi, saya punya sebuah alternatif yang signifikan, sebuah spiritualitas alternatif.
(60) Isi spiritualitas yang saya hayati
tidak bisa diberi nama apapun, karena melampaui dan ada di atas semua nama,beyond
every name, above every
name, scientifically transcendent.
(61) Di hadapan kawasan yang mentransendir
sains ini, kawasan yang weird
and marvellous, so great to be conquered by the human mind, saya tunduk.
Seperti tunduknya Albert Einstein di hadapan kemahabesaran jagat raya yang
dilihatnya tertata dengan begitu mengagumkan, yang membuatnya terpesona, dazzled, sementara dia sendiri
sudah tidak bisa lagi percaya pada Allah YHWH personal yang ditakuti nenek
moyang Yahudinya. Sama seperti Baruch de Spinoza, juga seorang Yahudi, bisa
menemukan Allah hanya sebagai nature,
jagat raya, alam ini, sehingga dia menulis Deus
sive Natura!
(62) Kawasan yang mentransendir sains ini
juga too great, too big, too
weird, too huge, to be conquered and absorbed by any religious system.
(63) Kawasan yang di hadapannya saya tunduk
ini too immense, too enermous,
too large, to be absorbed completely by any holy scriptures.
(64) Agama dan kitab suci apapun, sistem
kepercayaan keagamaan apapun, jauh terlalu kecil, jauh terlalu terbatas, far too limited, far too small,
untuk bisa menyerap kawasan ini.
(65) Media yang dapat mendekati kawasan
yang “scientifically transcendent” ini bukan agama, tetapi sains dan nalar
manusia, dan human affection,
cinta kasih yang ada pada manusia.
(66) Nah, jika orang menamakan penghayatan
saya yang semacam itu tentang dunia transenden saintifik sebagai “agama” atau
“spiritualitas”, silakan.
(67) Orang itu, sesudah lama terdiam,
berkomentar: Oh, jadi Pak Ioanes juga punya spiritualitas, punya agama?
(68) Jawab saya: Ya, saya memiliki
spiritualitas yang sangat dalam, sebuah “agama” yang saintifik, dalam
terma-terma yang sudah saya uraikan tadi.
(69) Katanya dengan senang dan dengan mata
berbinar-binar: Jadi Pak Ioanes bukan seorang ateis?
(70) Saya menjawab tegas: Hingga saat ini
saya tak pernah menyatakan diri saya ateis kok. Cuma, orang-orang yang tak
kenal saya dengan semberono menuduh saya ateis, lalu mengancamkan ini dan itu
kepada saya. Para penuduh saya ini, maklumlah, adalah orang-orang beragama yang
anti-sains. Too young to know
me! Terlalu muda untuk bisa kenal saya! Too proud to be humble! Terlalu
sombong untuk bisa rendah hati!
Jakarta, 13 September 2012
ioanes rakhmat
Baca juga:
Baca juga:
Komentar