"Selamat Hari Raya Cap Go Meh 2561/2010"

SELAMAT HARI RAYA CAP GO MEH 2561/2010


KISAH KLASIK DARI NEGRI CHINA ZAMAN DULU


Delapan Ketulusan Seorang Ibu Dalam Hidupnya
Untuk mengingatkan kita tepat di Tahun Baru Imlek dan Cap Go Meh
Yang sudah sepatutnya kita sujud syukur menyembah pada Orangtua



Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa Ketulusan akan membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah ini justru sebaliknya. Dengan adanya Ketulusan ini, makna sesungguhnya dari Ketulusan ini justru dapat membuka mata kita dan terbebas dari penderitaan, ibarat sebuah energi yang mampu mendorong mekarnya sekuntum bunga yang paling indah di dunia.

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata: "Makanlah nak, aku tidak lapar"
KETULUSAN IBU YANG PERTAMA


Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhanku. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping ku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata: "Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan"
KETULUSAN IBU YANG KEDUA


Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah adik dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku berkata: "Ibu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja." Ibu tersenyum dan berkata: "Cepatlah tidur nak, aku tidak capek"
KETULUSAN IBU YANG KETIGA


Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata:"Minumlah nak, aku tidak haus!"
KETULUSAN IBU YANG KEEMPAT


Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap tugas sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku, baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata: "Saya tidak butuh cinta dan seks"
KETULUSAN IBU YANG KELIMA


Setelah aku, kakakku dan adikku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan adikku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata: "Saya punya duit"
KETULUSAN IBU YANG KEENAM


Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku "Aku tidak terbiasa dengan budaya barat (Amerika)"
KETULUSAN IBU YANG KETUJUH


Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang samudra atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang kelihatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap ibuku sambil berlinang airmata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata: "Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan, tapi hanya kelelahan"
KETULUSAN IBU YANG KEDELAPAN.


Setelah mengucapkan Ketulusannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya (meninggal).

Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan: "Terima kasih ibu!"
Coba pikir dan ingat baik-baik teman; sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai berbagai alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah.
Jika dibandingkan dengan pacar kita, kita pasti lebih peduli dengan pacar atau istri kita.
Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar atau istri kita, cemas apakah dia sudah makan atau belum,
cemas apakah dia bahagia bila di samping kita.
Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari Orangtua kita? Cemas apakah Orangtua kita sudah makan atau belum? Cemas apakah Orangtua kita sudah bahagia atau belum?
Apakah pertanyaan ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi..............
Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi jasa baik Orangtua kita,
lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata "MENYESAL" di kemudian hari.

Kesimpulan:
Orangtua memberikan cinta dan kasih sayang setulus hati, berani berkorban apapun mau dilakukan demi anaknya. Sehingga ada nasihat para sesepuh orang Bijaksana mengatakan: “Cinta dan Kasih Sayang Anak terhadap Orangtua hanya sepanjang Galah (pendek sekali)”. Namun, Cinta dan Kasih Sayang Orangtua terhadap Anaknya Sepanjang Jalan (tak terukur)”.
Itulah sebabnya, tiap orang yang merasa masih punya (ada) Orangtua, mestinya tiap tahun baru Imlek mengadakan upacara sujud syukur atau namaskara menyembah pada Orangtua dan memberikan hadiah-hadiah yang menarik dan bernilai kepada Orangtua. Dengan penuh rasa bakti dan balas budi jasa baik kepada Orangtua, sebagai ungkapan rasa syukur dan terimakasih terhadap Orangtua. Yang selama ini telah mengandung, melahirkan, merawat, membesarkan, menasihati, mendorong dan memberi pendidikan yang maksimal.

Sebenarnya, jasa baik Orangtua terhadap anaknya, tak akan bisa terbalaskan oleh seorang anak dengan cara apapun.
Barangkali kalimat ini terlalu naif, namun kelak bila anda telah berumahtangga lalu mempunyai anak. Disitulah anda baru bisa merasakan segala bentuk penderitaan yang dialami, sejak mengandung, melahirkan, merawat, membesarkan, menasihati, mendorong menyemangati dalam memberikan pendidikan yang maksimal terhadap seorang Anak. Semua yang dilakukan Orangtua tak lain hanya demi Anaknya agar kelak setelah dewasa bisa menjadi orang yang berguna bagi semua orang termasuk bagi bangsa dan negaranya. Karenanya ada pepatah mengatakan: “Surga ada di Telapak Kaki Ibu dan Ayah”

Maka, di hari yang baik ini saya menyarankan kepada semua warga Tionghoa dimanapun berada, bila telah membaca tulisan ini dan untuk seterusnya “Lakukan Upacara Sujud Syukur bernamaskara atau menyembah kepada Orangtua selagi Orangtua masih sehat dan bahagia”

Semoga berguna bagi anda semua demi mencapai hidup bahagia lahir dan batin.

Malaysia, 23 Februari 2010.
Bhikkhu Sudhammacaro.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

" NAMA-NAMA BUDDHIS "

“大悲咒 | Ta Pei Cou (Mahakaruna Dharani) & UM-MANI-PAD-ME-HUM”

“ Fangshen cara membayar Hutang Karma Buruk dengan cepat dan Instan “