"Ada Sebab Pasti akan Timbul Akibat"
Ada Sebab Pasti akan Timbul Akibat
Oleh Suyanto Trawas
fakta & Realita
Ada Sebab.
Di alam semesta ini termasuk dunia kita, segala sesuatu yang timbul karena ada sebab. Tanpa ada sebab, tak akan pernah muncul akibat. Dalam bahasa lain, jika ada aksi pasti akan timbul reaksi. Dalam pribahasa; Ada semut pasti ada gula, ada asap pasti ada api, dst. Hal ini adalah sudah merupakan hukum alam, yang berlaku terhadap segala sesuatu yang ada di alam semesta termasuk di dunia ini. Hukum alam ini yaitu sebab dan akibat, atau aksi dan reaksi (hukum karma; perbuatan), harus benar-benar dipahami, dimengerti, dan disadari dengan pikiran dan hati nurani yang jernih. Hukum alam ini mengajarkan kepada kita semua makhluk di manapun berada, agar keberadaan hukum alam ini dapat diterima dan bukan ditolak atau dibantah, dengan berbagai alasan. Contoh sederhana; Anda ada di dunia ini karena ada orangtua, tanpa ada orangtua apa mungkin anda ada di dunia, sama seperti ayam dan telur. Tapi maaf jangan dipelesetkan menjadi teka-teki; lebih dulu mana ayam dan telur, sebab hal itu adalah akan masuk ke ranah debat kusir, yang tak ada guna sebab tak akan selesai. Lalu contoh lainnya; kalau anda punya istri, anak, rumah, coba pikir dari mana sebab atau awalnya, tentu jawabnya panjang. Juga andaikata anda ditanya dari mana anda punya mobil baru Toyota Crown? Maaf dulu sedan Toyota Camry, barangkali yang akan datang Kereta Api atau minta Pesawat Terbang!
Misalnya anda ditanya: Apa sebab anda bisa jadi Presiden? Jadi Menteri, jadi Kapolri, jadi Jaksa Agung, jadi anggota DPR. Sebaliknya, apa sebab anda jadi pemulung, jadi anak jalanan, jadi orang miskin, jadi gelandangan, jadi pengangguran, jadi PSK, jadi perampok, jadi koruptor, apa sebab anda jadi penjahat? Coba pelan-pelan direnungkan!
Masyarakat saat ini sudah melek hukum dan melek politik sebab akibat Globalisasi, apalagi dunia maya yang begitu bebas informasi. Jangankan ulah para pemimpin yang terus diikuti dan diliput oleh media elektronik dan media cetak, sedangkan para selebritis dan orang biasa saja saat ini terus diusik privasi atau kehidupan pribadinya. Alhasil, tak ada rahasia pribadi yang bisa disimpan dengan rapi saat ini. Intinya ialah, jangan menyimpan rahasia pribadi apalagi mempercayakan kepada orang dalam atau kepercayaan, atau ajudan dsb. Karena, suatu saat, pasti akan terbongkar rahasia pribadi anda, dengan berbagai alasan yang tak terduga. Itulah yang terkandung dalam judul artikel ini ialah: ‘Ada Sebab Pasti akan Timbul Akibat’.
Semua yang terjadi dan ada di dunia atau alam semesta ini bukan tiba-tiba.
Segala sesuatu yang ada di dunia dan alam semesta ini, bukan tiba-tiba datang dari langit, atau ciptaan, mujijat, sihir, dsb. Juga, semua yang terjadi di dunia ini, bukan tiba-tiba datang turun dari langit, atau disebut takdir, ciptaan, atau disebut sudah diatur oleh Tuhan YME/Allah. Namun, apa pun yang terjadi di dunia ini dan di alam semesta ini, karena ada sebab awalnya. Sebab dan awalnya ada yang bisa diketahui dan ada sebagian yang tidak dapat diketahui oleh kita manusia dengan alasan tak terjangkau oleh daya pikir manusia. Contoh sebab awal yang bisa diketahui oleh manusia; mengapa si A menikah dengan si B? Kenapa si A bercerai dengan si B? Mengapa terjadi Peperangan di sejumlah negara yang beragama dan taat agama bahkan penyembah Tuhan YME/Allah? Kenapa bisa terjadi Pemanasan Global (Global Warming)? Mengapa bisa terjadi Krisis Ekonomi Global? Mengapa Bank Century gagal lalu diselamatkan? Mengapa ada “Pansus Bank Century DPR”? Dan kenapa bisa terjadi “Demo Aktifis dan Mahasiswa bawa Kerbau”, dan membakar gambar simbol-simbol negara?
Mengapa simbol gambar yang dibakar adalah gambar Presiden dan para Menterinya, buka gambar yang lain? Kalau orang yang benar-benar ‘Bijaksana’ diperlakukan apa pun dan oleh siapa pun, maka Dia akan tetap “Diam, Eling lan Waspada, Hening”. Istilahnya, batinnya (hati dan pikiran) tak terguncang, tak terpancing, emosinya tak terusik, lalu melawan dengan kata-kata, dsb. Mengapa demikian? Alasan pertama, sebab Dia mengerti, menyadari, memahami dan menerima bahwa hal itu adalah seni kehidupan (fenomena, sudah risiko), kalau tak mau menerima yah lebih bagus jangan jadi Presiden, dan jangan jadi Menteri. Alasan kedua, sebab Dia mengerti, menyadari, memahami dan menerima bahwa di dunia ini setiap orang lebih suka mencela daripada memuji. Alasan ketiga, sebab Dia mengerti, menyadari, memahami dan menerima bahwa orang baik juga dicela, apalagi orang jelek dan jahat. Alasan keempat, sebab Dia mengerti, menyadari, memahami dan menerima bahwa pada dasarnya manusia cenderung lebih suka mencari kesalahan orang lain daripada mencari kesalahan sendiri. Alasan keenam, sebab Dia mengerti, menyadari, memahami dan menerima bahwa celaan lebih nyaring suaranya daripada pujian, jadi yang nampak vulgar adalah yang bersifat celaan atau kejahatan, kejelekan, keburukan, kekasaran. Sebaliknya, pujian, yang bagus, yang baik kadang hanya disimpan dalam hati, kalaupun dibicarakan sebatas teman dekat atau keluarga. Berbeda dengan yang kejahatan, kejelekan, keburukan pasti dibicarakan secara terbuka di khalayak umum.
Contoh Risiko Pemimpin jadi Korban.
Fakta: 1. Mahatma Gandhi pejuang dan pelopor kemerdekaan India, dengan aksinya Ahimsa anti kekerasan yang menggetarkan hati nurani masyarakat dunia, dipuja dan dipuji oleh masyarakat dunia, namun sayang Beliau justru wafat ditembak oleh rakyatnya sendiri.
2. Bung Karno mantan Presiden RI pertama, pejuang dan pelopor kemerdekaan, dipuja dan dipuji oleh masyarakat dunia karena sikapnya yang tegas, namun sayang diakhhir hayatnya justru di penjarakan hingga sakit-sakitan dan meninggal oleh rakyatnya sendiri tanpa sebab yang jelas.
3. Saddam Hussein mantan Presiden Irak yang ‘Garang’ ditakuti oleh masyarakat Amerika dan sekutunya, namun sayang wafatnya dihukum ‘Gantung’ oleh rakyatnya sendiri.
Bahkan di Jepang, Korsel, dan di China sudah ada banyak contoh nyata para pejabat dari Presiden dan Menterinya mengambil langkah mundur dari jabatan, malah ada yang bunuh diri ketika diketahui “Korupsi, atau Gagal Kebijakan” secara pemerintahan, dsb. Semua itu sudah “Risiko dan Tanggung Jawab” seorang ‘Pemimpin Negara’, jika memang Dia (yang bersangkutan) melakukan tindakan atau kebijakan yang salah. Sebaliknya, seorang Pemimpin tidak boleh lempar batu sembunyi tangan, bila salah atau merugikan rakyatnya lebih bagus akui lalu menerima dan bertanggung jawab. Kemudian mundur, tak perlu menutupi, membela diri, membantah, menolak, mengecam, menyalahkan atau menuding yang lain atau yang menentangnya. Karena akibatnya akan lebih ‘Parah’, arti pribahasanya; “GNSRSS atau Gara-gara Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga”
Timbul Akibat.
Hukum alam yang di dalamnya termasuk ada hukum karma (hukum perbuatan ) itu adil, tepat waktu, tidak memihak, tidak bisa tebang pilih, dsb. Pribahasa umum mengatakan; Siapa menabur maka dia akan menui atau memanen, siapa menanam, maka dia akan memetik hasilnya. Kejahatan akan ber-akibat penderitaan, kebaikkan pasti akan ber-akibat kebahagiaan. Sebaliknya, tak akan pernah terjadi kejahatan akan ber-akibat kebahagiaan, kebaikkan akan ber-akibat penderitaan. Singkatnya, andai terjadi sesuatu yang baik, atau yang buruk tidak enak, menyakitkan hati, memalukan dsb. Jangan pernah suka mencari kambing hitam atau menyalahkan orang lain. Yang paling bagus ialah “Koreksi Diri atau Introfeksi Diri”, Caranya; terima dulu apa pun yang terjadi, jangan menolak atau membantah dan menentang, lalu melihat ke dalam diri sendiri atau lihat hati dan pikiran sendiri.
Seandainya benar-benar salah yah akui kesalahannya, kemudian harus bertanggung jawab atas kesalahan tersebut. Dengan cara itu maka anda akan dipuji, dihormati, disegani atas keputusan dan tindakan tanggung jawab anda. Memang hidup ini hanyalah “Sandiwara”, dunia ini hanyalah panggung sandiwara kok, lalu apa yang anda cari? Seseorang yang bertindak bagus dan bertanggung jawab seperti itu, namanya akan tetap dikenang dan harum, termasuk nama keluarganya ikut terpuji sampai sepanjang masa. Dan orang yang berani bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri meskipun salah maka orang tersebut disebut “Orang Bijaksana”. Daripada mengelabui, tidak mau bertanggung jawab.
JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Adnan Buyung Nasution secara tegas menyatakan tidak takut dengan siapa pun dalam mengungkap kebenaran.
Kenapa mesti takut dengan SBY. Saat menjadi Wantimpres, saya tidak takut dengan SBY. Yang penting tujuannya buat bangsa dan negara.
Dalam diskusi di Rumah Perubahan bertajuk "Memprediksi Rekomendasi Pansus Century Apakah Demokrasi Terancam?", Minggu (7/2/2010), dirinya juga secara tegas menyatakan tak pernah merasa takut dengan Presiden SBY, bahkan saat masih menjabat anggota Wantimpres.
Apa yang diungkapkan Adnan Buyung terlontar saat salah seorang pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens bertanya, apakah Pansus Angket Kasus Bank Century DPR harus berani memanggil Presiden SBY. "Bisa saja mengapa tidak?" kata Adnan Buyung.
"Kalau mau jujur, harus berani. Kenapa mesti takut dengan SBY. Saat menjadi Wantimpres, saya tidak takut dengan SBY. Yang penting tujuannya buat bangsa dan negara," katanya lagi.
Dalam diskusi, Adnan menyatakan setuju bahwa kebijakan memang tidak bisa dipidanakan. Akan tetapi, bila kebijakan itu dipakai sebagai bungkus atau cover niat untuk kepentingan-kepentingan tertentu, tentu menjadi lain. "Jika benar untuk kepentingan Presiden SBY dan tim suksesnya, maka hal itu menjadi haram dan salah," tandasnya.
Dalam kesempatan itu, Adnan Buyung juga menyindir institusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terkesan masih loyo. Dengan alasan, KPK tidak pro-aktif terhadap Pansus.
"Kalau KPK melihat adanya pelanggaran dari hasil penyelidikan Pansus, maka usut dan tangkap Sri Mulyani dan Boediono. Itu (pelanggaran) terlihat dari periode merger dan rapat KSSK," imbuhnya.
Kesimpulan: Rakyat Indonesia kurang suka dan tidak setuju para pemimpin hidup berfoya-foya, para pejabatnya dibagi-bagi mobil sedan mewah Toyota Crown seharga 1.3 miliar, gaji tinggi naik lagi, pasilitas penuh dan mewah, tunjangan berlebih, dsb. Padahal, semua uang yang digunakan adalah uang rakyat hasil dari berbagai “Pajak, hasil sumber daya alam, hutan, laut, hibah dari bangsa asing, sedangkan hutang Negara banyak, dsb”. Pajak terus dinakkan, ditekan, ke luar negeri harus bayar fiscal naik 2,5 juta rupiah. Masyarakat ke luar negeri harus bayar fiskal 2,5 juta, sedangkan para pejabat tidak bayar fiskal malah tiket gratis, ditambah dapat uang saku lagi. Banyak orang yang ada keperluan nengok anak atau orangtua ke luar negeri mengeluh, sebab harus bayar fiskal mahal 2,5 juta. Setahu saya di luar negeri orang pergi ke luar negeri tidak dipungut bayar fiskal? Sementara rakyatnya banyak yang menjerit karena miskin, kurang gizi, gizi buruk, buta huruf, terlantar jadi anak jalanan, jadi penjahat, jadi pemulung, masalah ekonomi akhirnya putus-asa bunuh diri.
Coba sedikit berpikir dibalik misalnya; kalau anda yang jadi orang miskin, pemulung, ekonomi sulit, harga kebutuhan hidup naik terus, cari kerja sulit, anak-anak sekolah bayaran mahal dan naik terus, belum buku-buku, dan sepatu, baju, dsb. Bagaimana perasaan dan tindakan anda melihat dan menilai para pejabatnya berfoya-foya seperti itu? Seakan-akan rakyat dijadikan sapi perah, tapi yang menikmati justru para pemimpin Negara, kan “Aneh bin Ajaib”. Ya terang saja orang yang melek hukum, dan melek politik pasti akan jengkel dan marah karena tidak terima menilai cara dan tindakan para pemimpin seperti itu. Intinya seperti pribahasa: Pagar Makan Tanaman. Yang diharapkan oleh rakyat ialah uang hasil berbagai pajak, hasil dari sumber daya alam, hutan dan laut, dsb mestinya untuk kesejahteraan rakyat miskin bukan sebaliknya digunakan untuk foya-foya kalangan sendiri saja.
Daripada uang untuk beli mobil Toyota Crown harga 1,3 miliar, dibagikan kepada para pejabat yang belum tahu kerjanya, kan lebih baik uang itu untuk membangun sekolah yang ambruk, membangun jalan raya di seantero Indonesia yang sudah rusak parah, bangun bendungan yang ambrol, mengatasi banjir di Bandung, Jakarta, dsb. Gimana sih cara berpikir dan cara kerjanya, heran? Kecuali, membagikan mobil TC seharga 1,3 miliar itu gunakan ‘uang pribadi’, pasti akan dipuji oleh seluruh rakyat Indonesia, tapi kalau pakai uang rakyat, ya jelas semua orang tidak setuju.
Alasan logisnya ialah, anda jadi Presiden karena ada rakyat, anda jadi Menteri karena ada rakyat, anda jadi anggota DPR karena ada rakyat. Apakah bisa tanpa sebab adanya rakyat yang memilih anda bisa jadi Presiden, Menteri, Anggota DPR, dsb?
Inilah menurut kebenaran hukum alam bahwa “Ada Sebab, maka akan Timbul Akibat” Coba renungkan dengan baik dan benar!
Oleh Suyanto Trawas
Rohaniwan & Pemerhati Sosial.
Oleh Suyanto Trawas
fakta & Realita
Ada Sebab.
Di alam semesta ini termasuk dunia kita, segala sesuatu yang timbul karena ada sebab. Tanpa ada sebab, tak akan pernah muncul akibat. Dalam bahasa lain, jika ada aksi pasti akan timbul reaksi. Dalam pribahasa; Ada semut pasti ada gula, ada asap pasti ada api, dst. Hal ini adalah sudah merupakan hukum alam, yang berlaku terhadap segala sesuatu yang ada di alam semesta termasuk di dunia ini. Hukum alam ini yaitu sebab dan akibat, atau aksi dan reaksi (hukum karma; perbuatan), harus benar-benar dipahami, dimengerti, dan disadari dengan pikiran dan hati nurani yang jernih. Hukum alam ini mengajarkan kepada kita semua makhluk di manapun berada, agar keberadaan hukum alam ini dapat diterima dan bukan ditolak atau dibantah, dengan berbagai alasan. Contoh sederhana; Anda ada di dunia ini karena ada orangtua, tanpa ada orangtua apa mungkin anda ada di dunia, sama seperti ayam dan telur. Tapi maaf jangan dipelesetkan menjadi teka-teki; lebih dulu mana ayam dan telur, sebab hal itu adalah akan masuk ke ranah debat kusir, yang tak ada guna sebab tak akan selesai. Lalu contoh lainnya; kalau anda punya istri, anak, rumah, coba pikir dari mana sebab atau awalnya, tentu jawabnya panjang. Juga andaikata anda ditanya dari mana anda punya mobil baru Toyota Crown? Maaf dulu sedan Toyota Camry, barangkali yang akan datang Kereta Api atau minta Pesawat Terbang!
Misalnya anda ditanya: Apa sebab anda bisa jadi Presiden? Jadi Menteri, jadi Kapolri, jadi Jaksa Agung, jadi anggota DPR. Sebaliknya, apa sebab anda jadi pemulung, jadi anak jalanan, jadi orang miskin, jadi gelandangan, jadi pengangguran, jadi PSK, jadi perampok, jadi koruptor, apa sebab anda jadi penjahat? Coba pelan-pelan direnungkan!
Masyarakat saat ini sudah melek hukum dan melek politik sebab akibat Globalisasi, apalagi dunia maya yang begitu bebas informasi. Jangankan ulah para pemimpin yang terus diikuti dan diliput oleh media elektronik dan media cetak, sedangkan para selebritis dan orang biasa saja saat ini terus diusik privasi atau kehidupan pribadinya. Alhasil, tak ada rahasia pribadi yang bisa disimpan dengan rapi saat ini. Intinya ialah, jangan menyimpan rahasia pribadi apalagi mempercayakan kepada orang dalam atau kepercayaan, atau ajudan dsb. Karena, suatu saat, pasti akan terbongkar rahasia pribadi anda, dengan berbagai alasan yang tak terduga. Itulah yang terkandung dalam judul artikel ini ialah: ‘Ada Sebab Pasti akan Timbul Akibat’.
Semua yang terjadi dan ada di dunia atau alam semesta ini bukan tiba-tiba.
Segala sesuatu yang ada di dunia dan alam semesta ini, bukan tiba-tiba datang dari langit, atau ciptaan, mujijat, sihir, dsb. Juga, semua yang terjadi di dunia ini, bukan tiba-tiba datang turun dari langit, atau disebut takdir, ciptaan, atau disebut sudah diatur oleh Tuhan YME/Allah. Namun, apa pun yang terjadi di dunia ini dan di alam semesta ini, karena ada sebab awalnya. Sebab dan awalnya ada yang bisa diketahui dan ada sebagian yang tidak dapat diketahui oleh kita manusia dengan alasan tak terjangkau oleh daya pikir manusia. Contoh sebab awal yang bisa diketahui oleh manusia; mengapa si A menikah dengan si B? Kenapa si A bercerai dengan si B? Mengapa terjadi Peperangan di sejumlah negara yang beragama dan taat agama bahkan penyembah Tuhan YME/Allah? Kenapa bisa terjadi Pemanasan Global (Global Warming)? Mengapa bisa terjadi Krisis Ekonomi Global? Mengapa Bank Century gagal lalu diselamatkan? Mengapa ada “Pansus Bank Century DPR”? Dan kenapa bisa terjadi “Demo Aktifis dan Mahasiswa bawa Kerbau”, dan membakar gambar simbol-simbol negara?
Mengapa simbol gambar yang dibakar adalah gambar Presiden dan para Menterinya, buka gambar yang lain? Kalau orang yang benar-benar ‘Bijaksana’ diperlakukan apa pun dan oleh siapa pun, maka Dia akan tetap “Diam, Eling lan Waspada, Hening”. Istilahnya, batinnya (hati dan pikiran) tak terguncang, tak terpancing, emosinya tak terusik, lalu melawan dengan kata-kata, dsb. Mengapa demikian? Alasan pertama, sebab Dia mengerti, menyadari, memahami dan menerima bahwa hal itu adalah seni kehidupan (fenomena, sudah risiko), kalau tak mau menerima yah lebih bagus jangan jadi Presiden, dan jangan jadi Menteri. Alasan kedua, sebab Dia mengerti, menyadari, memahami dan menerima bahwa di dunia ini setiap orang lebih suka mencela daripada memuji. Alasan ketiga, sebab Dia mengerti, menyadari, memahami dan menerima bahwa orang baik juga dicela, apalagi orang jelek dan jahat. Alasan keempat, sebab Dia mengerti, menyadari, memahami dan menerima bahwa pada dasarnya manusia cenderung lebih suka mencari kesalahan orang lain daripada mencari kesalahan sendiri. Alasan keenam, sebab Dia mengerti, menyadari, memahami dan menerima bahwa celaan lebih nyaring suaranya daripada pujian, jadi yang nampak vulgar adalah yang bersifat celaan atau kejahatan, kejelekan, keburukan, kekasaran. Sebaliknya, pujian, yang bagus, yang baik kadang hanya disimpan dalam hati, kalaupun dibicarakan sebatas teman dekat atau keluarga. Berbeda dengan yang kejahatan, kejelekan, keburukan pasti dibicarakan secara terbuka di khalayak umum.
Contoh Risiko Pemimpin jadi Korban.
Fakta: 1. Mahatma Gandhi pejuang dan pelopor kemerdekaan India, dengan aksinya Ahimsa anti kekerasan yang menggetarkan hati nurani masyarakat dunia, dipuja dan dipuji oleh masyarakat dunia, namun sayang Beliau justru wafat ditembak oleh rakyatnya sendiri.
2. Bung Karno mantan Presiden RI pertama, pejuang dan pelopor kemerdekaan, dipuja dan dipuji oleh masyarakat dunia karena sikapnya yang tegas, namun sayang diakhhir hayatnya justru di penjarakan hingga sakit-sakitan dan meninggal oleh rakyatnya sendiri tanpa sebab yang jelas.
3. Saddam Hussein mantan Presiden Irak yang ‘Garang’ ditakuti oleh masyarakat Amerika dan sekutunya, namun sayang wafatnya dihukum ‘Gantung’ oleh rakyatnya sendiri.
Bahkan di Jepang, Korsel, dan di China sudah ada banyak contoh nyata para pejabat dari Presiden dan Menterinya mengambil langkah mundur dari jabatan, malah ada yang bunuh diri ketika diketahui “Korupsi, atau Gagal Kebijakan” secara pemerintahan, dsb. Semua itu sudah “Risiko dan Tanggung Jawab” seorang ‘Pemimpin Negara’, jika memang Dia (yang bersangkutan) melakukan tindakan atau kebijakan yang salah. Sebaliknya, seorang Pemimpin tidak boleh lempar batu sembunyi tangan, bila salah atau merugikan rakyatnya lebih bagus akui lalu menerima dan bertanggung jawab. Kemudian mundur, tak perlu menutupi, membela diri, membantah, menolak, mengecam, menyalahkan atau menuding yang lain atau yang menentangnya. Karena akibatnya akan lebih ‘Parah’, arti pribahasanya; “GNSRSS atau Gara-gara Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga”
Timbul Akibat.
Hukum alam yang di dalamnya termasuk ada hukum karma (hukum perbuatan ) itu adil, tepat waktu, tidak memihak, tidak bisa tebang pilih, dsb. Pribahasa umum mengatakan; Siapa menabur maka dia akan menui atau memanen, siapa menanam, maka dia akan memetik hasilnya. Kejahatan akan ber-akibat penderitaan, kebaikkan pasti akan ber-akibat kebahagiaan. Sebaliknya, tak akan pernah terjadi kejahatan akan ber-akibat kebahagiaan, kebaikkan akan ber-akibat penderitaan. Singkatnya, andai terjadi sesuatu yang baik, atau yang buruk tidak enak, menyakitkan hati, memalukan dsb. Jangan pernah suka mencari kambing hitam atau menyalahkan orang lain. Yang paling bagus ialah “Koreksi Diri atau Introfeksi Diri”, Caranya; terima dulu apa pun yang terjadi, jangan menolak atau membantah dan menentang, lalu melihat ke dalam diri sendiri atau lihat hati dan pikiran sendiri.
Seandainya benar-benar salah yah akui kesalahannya, kemudian harus bertanggung jawab atas kesalahan tersebut. Dengan cara itu maka anda akan dipuji, dihormati, disegani atas keputusan dan tindakan tanggung jawab anda. Memang hidup ini hanyalah “Sandiwara”, dunia ini hanyalah panggung sandiwara kok, lalu apa yang anda cari? Seseorang yang bertindak bagus dan bertanggung jawab seperti itu, namanya akan tetap dikenang dan harum, termasuk nama keluarganya ikut terpuji sampai sepanjang masa. Dan orang yang berani bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri meskipun salah maka orang tersebut disebut “Orang Bijaksana”. Daripada mengelabui, tidak mau bertanggung jawab.
JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Adnan Buyung Nasution secara tegas menyatakan tidak takut dengan siapa pun dalam mengungkap kebenaran.
Kenapa mesti takut dengan SBY. Saat menjadi Wantimpres, saya tidak takut dengan SBY. Yang penting tujuannya buat bangsa dan negara.
Dalam diskusi di Rumah Perubahan bertajuk "Memprediksi Rekomendasi Pansus Century Apakah Demokrasi Terancam?", Minggu (7/2/2010), dirinya juga secara tegas menyatakan tak pernah merasa takut dengan Presiden SBY, bahkan saat masih menjabat anggota Wantimpres.
Apa yang diungkapkan Adnan Buyung terlontar saat salah seorang pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens bertanya, apakah Pansus Angket Kasus Bank Century DPR harus berani memanggil Presiden SBY. "Bisa saja mengapa tidak?" kata Adnan Buyung.
"Kalau mau jujur, harus berani. Kenapa mesti takut dengan SBY. Saat menjadi Wantimpres, saya tidak takut dengan SBY. Yang penting tujuannya buat bangsa dan negara," katanya lagi.
Dalam diskusi, Adnan menyatakan setuju bahwa kebijakan memang tidak bisa dipidanakan. Akan tetapi, bila kebijakan itu dipakai sebagai bungkus atau cover niat untuk kepentingan-kepentingan tertentu, tentu menjadi lain. "Jika benar untuk kepentingan Presiden SBY dan tim suksesnya, maka hal itu menjadi haram dan salah," tandasnya.
Dalam kesempatan itu, Adnan Buyung juga menyindir institusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terkesan masih loyo. Dengan alasan, KPK tidak pro-aktif terhadap Pansus.
"Kalau KPK melihat adanya pelanggaran dari hasil penyelidikan Pansus, maka usut dan tangkap Sri Mulyani dan Boediono. Itu (pelanggaran) terlihat dari periode merger dan rapat KSSK," imbuhnya.
Kesimpulan: Rakyat Indonesia kurang suka dan tidak setuju para pemimpin hidup berfoya-foya, para pejabatnya dibagi-bagi mobil sedan mewah Toyota Crown seharga 1.3 miliar, gaji tinggi naik lagi, pasilitas penuh dan mewah, tunjangan berlebih, dsb. Padahal, semua uang yang digunakan adalah uang rakyat hasil dari berbagai “Pajak, hasil sumber daya alam, hutan, laut, hibah dari bangsa asing, sedangkan hutang Negara banyak, dsb”. Pajak terus dinakkan, ditekan, ke luar negeri harus bayar fiscal naik 2,5 juta rupiah. Masyarakat ke luar negeri harus bayar fiskal 2,5 juta, sedangkan para pejabat tidak bayar fiskal malah tiket gratis, ditambah dapat uang saku lagi. Banyak orang yang ada keperluan nengok anak atau orangtua ke luar negeri mengeluh, sebab harus bayar fiskal mahal 2,5 juta. Setahu saya di luar negeri orang pergi ke luar negeri tidak dipungut bayar fiskal? Sementara rakyatnya banyak yang menjerit karena miskin, kurang gizi, gizi buruk, buta huruf, terlantar jadi anak jalanan, jadi penjahat, jadi pemulung, masalah ekonomi akhirnya putus-asa bunuh diri.
Coba sedikit berpikir dibalik misalnya; kalau anda yang jadi orang miskin, pemulung, ekonomi sulit, harga kebutuhan hidup naik terus, cari kerja sulit, anak-anak sekolah bayaran mahal dan naik terus, belum buku-buku, dan sepatu, baju, dsb. Bagaimana perasaan dan tindakan anda melihat dan menilai para pejabatnya berfoya-foya seperti itu? Seakan-akan rakyat dijadikan sapi perah, tapi yang menikmati justru para pemimpin Negara, kan “Aneh bin Ajaib”. Ya terang saja orang yang melek hukum, dan melek politik pasti akan jengkel dan marah karena tidak terima menilai cara dan tindakan para pemimpin seperti itu. Intinya seperti pribahasa: Pagar Makan Tanaman. Yang diharapkan oleh rakyat ialah uang hasil berbagai pajak, hasil dari sumber daya alam, hutan dan laut, dsb mestinya untuk kesejahteraan rakyat miskin bukan sebaliknya digunakan untuk foya-foya kalangan sendiri saja.
Daripada uang untuk beli mobil Toyota Crown harga 1,3 miliar, dibagikan kepada para pejabat yang belum tahu kerjanya, kan lebih baik uang itu untuk membangun sekolah yang ambruk, membangun jalan raya di seantero Indonesia yang sudah rusak parah, bangun bendungan yang ambrol, mengatasi banjir di Bandung, Jakarta, dsb. Gimana sih cara berpikir dan cara kerjanya, heran? Kecuali, membagikan mobil TC seharga 1,3 miliar itu gunakan ‘uang pribadi’, pasti akan dipuji oleh seluruh rakyat Indonesia, tapi kalau pakai uang rakyat, ya jelas semua orang tidak setuju.
Alasan logisnya ialah, anda jadi Presiden karena ada rakyat, anda jadi Menteri karena ada rakyat, anda jadi anggota DPR karena ada rakyat. Apakah bisa tanpa sebab adanya rakyat yang memilih anda bisa jadi Presiden, Menteri, Anggota DPR, dsb?
Inilah menurut kebenaran hukum alam bahwa “Ada Sebab, maka akan Timbul Akibat” Coba renungkan dengan baik dan benar!
Oleh Suyanto Trawas
Rohaniwan & Pemerhati Sosial.
Komentar