Y. A. ANANDA PARINIBBANA [WAFAT]..SUMBER: WIKIPEDIA.








Melalui campur tangan supranatural, ia diangkat ke udara dan bermeditasi di tengah udara, membuat tubuhnya terbakar, dengan relik-reliknya mendarat di kedua tepi sungai,[4][1] atau dalam beberapa versi dari catatan tersebut, terpecah dalam empat bagian.[171] Dengan demikian, Ānanda telah membahagiakan semua pihak yang terlibat.[4][1] Namun, dalam beberapa versi lain dari catatan tersebut, termasuk versi Mūlasarvāstivāda, kematiannya terjadi di atas sebuah tongkang di tengah sungai alih-alih di tengah udara. Jasadnya terbagi menjadi dua, sesuai keinginan Ānanda.[20][4]


Majjhantika kemudian sukses menjalankan misi tersebut sesuai prediksi sang Buddha.[162] Seorang murid bernama Upagupta mengisahkannya kepada guru dari Raja Aśoka (abad ke-3 SM). Bersama dengan empat atau lima murid Ānanda lainnya, Sāṇavāsī dan Majjhantika menghimpun suara mayoritas dalam Konsili Kedua,[172][10] dengan Majjhantika menjadi murid Ānanda yang terakhir.[173] Sumber-sumber Pāli pasca-kanonik menambahkan bahwa Sāṇavāsī juga memiliki peran utama dalam Konsili Buddha Ketiga.[174] Meskipun sedikit yang dianggap historis, Cousins menganggap bahwa setidaknya satu figur utama pada Konsili Kedua merupakan murid Ānanda, karena nyaris semua tradisi tertulis menyebut hubungannya dengan Ānanda.[166]


Ajāsattu dikatakan membangun stūpa di atas relik Ānanda, di sungai Rohīni, atau menurut beberapa sumber, Gangga; Licchavis juga membangun stūpa di sisi sungai mereka.[175] Peziarah Tionghoa Xuan Zang (602 – 64 M) kemudian mengunjungi stūpa-stūpa di kedua sisi sungai Rohīni.[5][20] Faxian juga dilaporkan mengunjungi stūpa-stūpa yang didedikasikan kepada Ānanda di sungai Rohīni,[176] selain juga di Mathurā.[177][170] Selain itu, menurut versi Mūlasarvāstivāda dari Saṃyukta Āgama, Raja Aśoka mengunjungi dan memberikan persembahan paling mewah yang pernah ia berikan ke sebuah stūpa:


"Siapa yang dalam Ajaran sering dikutip,
Dan menyematkan doktrin-doktrinnya dalam hatinya—
Dari wadah perbendaharaan dari Guru Besar—
Sebuah mata bagi seluruh dunia,
Ānanda, yang telah menjemput ajal."

Ia menjelaskan kepada para muridnya bahwa ia melakukannya karena "raga Tathāgata adalah raga dharma, murni di alam. Ia (Ānanda) dapat mempertahankannya/mereka semua; karena alasan tersebut, persembahan (kepadanya) melampaui (semua persembahan kepada orang lain)"—raga dharma di sini merujuk kepada ajaran-ajaran sang Buddha secara keseluruhan.[179]

Dalam teks-teks Buddha awal, Ānanda telah mencapai parinibbana dan tak lagi lahir kembali. Namun, berseberangan dengan teks-teks awal, menurut Sūtra Teratai dari aliran Mahāyāna, Ānanda akan lahir sebagai seorang Buddha di masa mendatang. Ia akan didampingi lebih pelan ketimbang Buddha saat ini, Buddha Gautama, yang telah mendampinginya, karena Ānanda ingin menjadi seorang Buddha dengan menerapkan "pemahaman besar". Namun, karena bujukan jangka panjang dan upaya besar, pencerahannya akan menjadi luar biasa dan dengan kemegahan yang besar.[4]


Peninggalan

Dalam ikonografi Mahāyāna, Ānanda sering digambarkan mendampingi sang Buddha di sebelah kanan, bersama dengan Mahākassapa di sebelah kiri.


Ānanda digambarkan sebagai juru bicara ulung,[26] yang seringkali mengajarkan soal diri sendiri dan meditasi.[180] Terdapat sejumlah teks Buddha yang diatributkan kepada Ānanda, yang meliputi Sutta Atthakanāgara, tentang metode-metode meditasi untuk mencapai Nirwana; sebuah versi dari Sutta Bhaddekaratta (bahasa Sanskerta: Bhadrakārātrī, Pinyin: shanye), tentang kehidupan di masa saat ini;[181][182] Sutta Sekha, tentang pelatihan tingkat tinggi terhadap murid sang Buddha; Subha Suttanta, tentang praktik-praktik sang Buddha yang menginspirasi orang lain untuk ikut serta.[183] Dalam Gopaka-Mogallānasutta, sebuah perbincangan yang terjadi antara Ānanda, brahmin Gopaka-Mogallāna dan menteri Vassakara. Vassakara merupakan pejabat tertinggi di kawasan Magadha.[184][185]


Pada perbincangan tersebut, yang terjadi tak lama setelah sang Buddha menjemput ajal, Vassakara bertanya siapakah yang akan menggantikan sang Buddha. Ānanda menjawab bahwa tak ada penerus yang ditunjuk, namun sang Buddha sebagai gantinya menjadikan ajaran dan disiplin sang Buddha sebagai perlindungan.[186][185] Selain itu, saṅgha tak memiliki sang Buddha sebagai guru lagi, namun mereka menghormati para biksu yang bijak dan terpercaya.[185] Selain sutta-sutta tersebut, sebuah bagian dari Theragāthā diatributkan kepada Ānanda.[187][5] Bahkan dalam teks-teks yang diatributkan kepada sang Buddha sendiri, Ānanda terkadang digambarkan menyematkan nama pada teks tertentu, atau menyiratkan sebuah simile kepada sang Buddha untuk dipakai dalam ajaran-ajarannya.[8]


Dalam Buddhisme Asia Timur, Ānanda dianggap sebagai salah satu dari sepuluh murid utama.[188] Dalam sebagian besar teks Sanskerta dan Asia Timur, Ānanda dianggap sebagai patriark kedua dari garis yang membawakan ajaran sang Buddha, dengan Mahākassapa menjadi yang pertama dan Majjhantika[189] atau Saṇavāsī[190] menjadi yang ketiga. Terdapat sebuah catatan yang berasal dari tradisi-tradisi tertulis Sarvāstivāda dan Mūlasarvāstivāda yang menyatakan bahwa sebelum Mahākassapa menjemput ajal, ia menyerahkan ajaran sang Buddha kepada Ānanda sebagai perpisahan formal terhadap otoritas, meminta Ānanda untuk menyerahkan ajaran tersebut kepada murid Ānanda, Saṇavāsī.[191][192] Kemudian, tepat sebelum Ānanda menjemput ajal, ia melakukannya kepada Mahākassapa.[17] Cendekiawan-cendekiawan kajian Buddha Akira Hirakawa dan Bibhuti Baruah bersikap skeptis terhadap hubungan guru – murid antara Mahākassapa dan Ānanda, berpendapat bahwa terdapat celah waktu antar keduanya, seperti yang disiratkan dalam teks-teks awal.[160][10]


Meskipun demikian, teks-teks tersebut menyatakan jelas bahwa hubungan penyerahan ajaran memiliki arti, berlawanan dengan upajjhāya – hubungan murid dalam garis penahbisan: tiada sumber yang menyatakan bahwa Mahākassapa adalah upajjhāya Ānanda.[193] Di sisi lain, dalam ikonografi Mahāyāna, Ānanda sering digambarkan mendampingi sang Buddha di samping kanan, bersama dengan Mahākassapa di samping kiri.[194] Namun, dalam ikonografi Theravāda, Ānanda biasanya tak digambarkan demikian,[195] dan motif penyerahan Dhamma melalui penurunan patriark tak ditemukan dalam sumber-sumber Pāli.[176]


Lukisan Tiongkok abad ke-8 – 9, menggambarkan dua biksu memakai jubah yang terbuat dari potongan kain. Tradisi Pāli menyatakan bahwa Ānanda merancang jubah biksu Buddha, berdasarkan pada struktur petak sawah.


Karena Ānanda merupakan tokoh penting dalam pendirian sangha bhikkhunī, ia dihormati oleh para bhikkhunī karena hal tersebut sepanjang sejarah Buddha. Akar-akar terawal dari penghormatan tersebut dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan Faxian dan Xuan Zang,[57][9] yang melaporkan bahwa para bhikkhunī memberikan persembahan kepada sebuah stūpa dalam rangka menghormati Ānanda pada perayaan-perayaan dan hari-hari raya. Pada catatan yang sama, di Tiongkok pada abad ke-5 – 6 dan di Jepang pada abad ke-10, teks-teks Buddha yang dikomposisikan menganjurkan wanita untuk menjalankan atthasila yang bersifat semi-monastik dalam menghormati dan menghargai Ānanda. Di Jepang, ini dilakukan dalam bentuk upacara pengampunan dosa yang disebut keka (Hanzi: 悔過). Pada abad ke-13, sebuah kelompok mirip kultus di Jepang untuk Ānanda berkembang dalam sejumlah biara, di mana gambar-gambar dan stūpa-stūpa dipakai dan upacara-upacara diadakan untuk menghormatinya. Saat ini, tanggapan di kalangan cendekiawan terbagi soal apakah kultus Ānanda di kalangan bhikkhunī adalah bentuk ketergantungan mereka terhadap tradisi sangha laki-laki, atau sebaliknya, bentuk pengesahan dan kemerdekaan mereka.[196]


Teks-teks Pāli Vinaya mengatributkan desain jubah biksu Buddha kepada Ānanda. Saat Agama Buddha mengalami masa kejayaan, makin banyak kaum awam yang mulai menyumbangkan busana mahal untuk dijadikan jubah, yang membuat para biksu berisiko mengalami perampokan. Untuk mengurangi nilai komersialnya, para biksu memotong busana sesembahan tersebut, sebelum mereka kenakan. Sang Buddha membujuk Ānanda untuk memikirkan model untuk jubah Buddha, yang terbuat dari potongan busana yang kecil. Ānanda merancang sebuah model jubah standar, berdasarkan pada petak sawah Magadha, yang terbagi menurut tepi tanah.[197][8] Tradisi lain yang dikaitkan kepada Ānanda adalah lafalan paritta.


Umat Buddha Theravāda menjelaskan bahwa tradisi percik air saat melafalkan paritta bermula dari kunjungan Ānanda ke Vesālī, saat ia melafalkan Sutta Ratana dan memercikkan air dari mangkuk amalnya.[34][198] Sebuah tradisi ketiga yang terkadang diatributkan kepada Ānanda adalah pemakaian pohon-pohon Bodhi dalam agama Buddha. Teks Kāliṅgabodhi Jātaka mengisahkan bahwa Ānanda menanam sebuah pohon Bodhi sebagai lambang pencerahan sang Buddha, untuk memberikan kesempatan kepada orang-orang untuk memberikan penghormatan kepada sang Buddha.[8][199] Pohon dan kuilnya kemudian dikenal sebagai Pohon Bodhi Ānanda,[8] yang dikatakan ditumbuhkan dari sebuah benih dari Pohon Bodhi yang asli di mana sang Buddha dikisahkan meraih pencerahan.[200] Sebagian besar jenis kuil Pohon Bodhi di Asia Tenggara didirikan mengikuti contoh tersebut.[199] Saat ini, Pohon Bodhi Ānanda terkadang diidentifikasikan dengan sebuah pohon di reruntuhan Jetavana, Sāvatthi, berdasarkan pada catatan Faxian.[200]





Komentar

Pangeran Mimpi mengatakan…
AGEN JUDI TOGEL | BANDAR TOGEL TERPERCAYA | LIVE CASINO GAMES ONLINE

WWW.PANGERANMIMPI.COM
WWW.PANGERANMIMPI.ORG
WWW.PANGERAN88.COM merupakan situs untuk pencinta permainan togel online serta berbagai macam permainan Live Casino Games yang menarik disiarkan secara LIVE 24 jam. Dengan system enkripsi tingkat tinggi menjamin keamanan dan kerahasian data dari member-member kami.

Daftar dan bergabung bersama kami di PANGERANMIMPI - BANDAR TOGEL ONLINE TERPERCAYA...

Postingan populer dari blog ini

" NAMA-NAMA BUDDHIS "

“大悲咒 | Ta Pei Cou (Mahakaruna Dharani) & UM-MANI-PAD-ME-HUM”

“ Fangshen cara membayar Hutang Karma Buruk dengan cepat dan Instan “