NIBBANA ANALISIS & ULASAN TERBATAS. Serie Ke 2 Naskah ini ada dalam Buku “ SAMADHI “ (PENCERAHAN AGUNG)
Teori dan Praktik Meditasi Menurut Ajaran Buddha Gotama
Diambil dari buku Mahasatipatthana-Sutta, Girimananda-Sutta, Rahulawada-Sutta, bahasa Thailand ditulis oleh:
Buddha Ghosacariya (Nyanawara Thera).
Diterjemahkan oleh: Goey Tek Jong.
Diselingi berbagai Sutta Tipitaka dan tulisan dari pengalaman yang faktual hasil meditasi untuk melengkapi isi buku ini, semoga lebih berguna hingga membawa manfaat bagi praktisi meditasi.
Pengalaman Meditatif tentang Nibbana.
Pada satu ketika YM Ananda menghampiri Buddha Gotama dan bertanya: “Bhante, dapatkah seorang bhikkhu mencapai konsentrasi pikiran yang se-demikian sehingga di bumi dia tidak mencerap bumi, di air dia tidak mencerap air, demikian pula di udara,…landasan ruang tanpa batas …., landasan kesadaran tanpa abtas…, landasan kekosongan.., landasan bukan persepsi pun bukan tanpa persepsi.., dia tidak mencerap semua itu; dan dia tidak pula mencerap dunia ini dan dunia sesudahnya, tapi walaupun demikian dia tetap saja dia mencerap?”.
Buddha Gotama menjawab: ”Ya, Ananda, dia dapat tercapai tingkat konsentrasi pikiran yang demikian itu sehingga di bumi dia tidak mencerap bumi, dan seterusnya… , dia tidak pula mencerap dunia ini atau dunia sesudahnya, tapi walaupun demikian tetap saja dia mencerap”.
YM Ananda bertanya lagi: “Tapi Bhante, bagaimana seorang bhikkhu dapat mencapai tingkat konsentrasi pikiran seperti itu?” Buddha Gotama menjawab: “Disini, Ananda, bhikkhu itu menyadari dan merasakan demikian; “Inilah kedamaian, inilah yang luar biasa, yaitu berhentinya semua bentuk objek, lepasnya semua kemelekatan, hancurnya keserakahan, hilangnya nafsu, berhenti total, diam, hening yakni Nibbana. Dengan cara inilah, Ananda, bhikkhu itu bisa mencapai tingkat konsentrasi pikiran seperti itu”.
Artinya: Kata “mencerap (sanni-bahasa pali)” menghapus indentifikasi keadaan ini dengan berhentinya persepsi dan perasaan (sanyawedayitanirodha-bahasa pali). Mengindetifikasi konsentrasi ini dengan konsentrasi pencapaian buah (tingkat kesucian batin Arahat). Jika dia menerapkan pikiran pada (aspek Nibbana) yang damai, ketika duduk dia mungkin terus bersama pemikiran ‘damai’ itu bahkan sepanjang hari. Demikian dengan (aspek Nibbana) yang lain. Semua ini mengacu pada konsentrasi pencapaian buah (phala samapatti-Samadhi)”.
Nibbana dapat dilihat.
Brahmana Janusosi adalah penasihat Raja Pasenadi yang sering
mengajukan pertanyaan seperti: Saya berpandangan bahwa tiap orang takut
akan kematian, apakah tujuan manusia hidup itu dan seterusnya. Satu
ketika Brahmana Janusosi menghampiri Buddha Gotama, lalu berkata: “Telah
dikatakan, Guru Gotama, Nibbana dapat dilihat secara langsung, dengan
cara apakah Guru Gotama, Nibbana dapat dilihat secara langsung, segera,
megundang orang untuk datang dan melihat, berharga untuk pahami, untuk
dialami, sendiri oleh para bijaksana?”
Buddha Gotama
menjawab: “Brahmana, bila seseorang dipenuhi nafsu keserakahan, bemoral
buruk, karena kebencian…bingung karena kebodohan batin, tergila-gila
karena dikuasai kegelapan batin, maka dia merencanakan kerugian bagi
dirinya, kerugian bagi orang lain, kerugian bagi keduanya, pikirannya
mengalami penderitaan dan kesedihan.
Tapi bila nafsunya, kebencian
dan kegelapan batin telah ditinggalkan, dia tidak lagi merencanakan
kerugian bagi dirinya, kerugian bagi orang lain, kerugian bagi keduanya,
pikirannya tidak akan mengalami penderitaan dan kesedihan. Dengan cara
inilah, Brahmana, Nibbana dapat dilhat secara langsung, segera,
mengundang orang untuk datang dan melihat, berharga untuk pahami, untuk
dialami, sendiri oleh para bijaksana.
Karena dia mengalami
hancur totalnya nafsu, keserakahan, kebencian dan kegelapan batin.
Dengan cara inilah, Brahmana, Nibbana dapat dilhat secara langsung,
segera, mengundang orang untuk datang dan melihat, berharga untuk
dipahami, untuk dialami sendiri oleh para bijaksana”.
Artinya:
Ini mengacu kepada ”elemen Nibbana dengan residu yang tersisa”
(sa-upadisesanibbana-dhatu). Disini seorang bhikkhu adalah Arahat yakni
orang yang nodanya telah hancur. Lima kemampuan inderanya tetap tidak
rusak, dengan lima indera itu dia masih mengalami apa yang menyenangkan
dan tidak menyenangkan, dan merasakan senang dan tidak senang, sakit.
Namun di dalam dirinya padamlah nafsunya, kebencian, dan kegelapan batin, inilah yang disebut elemen Nibbana dengan residu yang masih tersisa”.
Sumber: Buku SAMADHI PENCERAHAN AGUNG.
Karya: Bhante Sudhammacaro.
“ SAMADHI “
(PENCERAHAN AGUNG)
Teori dan Praktik Meditasi
Menurut Ajaran Buddha Gotama
Penerjemah & Penyusun
Goey Tek Jong
Sri Manggala copyright@2009
Diambil dari buku Mahasatipatthana-Sutta, Girimananda-Sutta, Rahulawada-Sutta, bahasa Thailand ditulis oleh:
Buddha Ghosacariya (Nyanawara Thera).
Diterjemahkan oleh: Goey Tek Jong.
Diselingi berbagai Sutta Tipitaka dan tulisan dari pengalaman yang faktual hasil meditasi untuk melengkapi isi buku ini, semoga lebih berguna hingga membawa manfaat bagi praktisi meditasi.
Komentar