Kisah ini tentang 8 Kualitas menakjubkan yang dimiliki oleh Ugga dari Vesali dan Uggata dari Vajji:
Diambil dari SUTTA PITAKA.
Pada suatu ketika Buddha sedang berdiam di:
Vihàra Kåñàgàrasàlà di Hutan Mahàvana di dekat Vesàlã [utk Ugga],
2. di Hatthigàma di Negeri Vajji [Utk Uggata]
Buddha berkata kepada para bhikkhu, “Para bhikkhu, perhatikanlah bahwa:
1. Ugga si perumah tangga dari Vesàlã
2. Uggata si perumah tangga dari Hatthigàma
memiliki delapan kualitas menakjubkan.” Kemudian Beliau masuk ke kuti-Nya.
Pada kemudian hari, seorang bhikkhu datang ke rumah Ugga [dan di kisah lain Uggata] si perumah tangga dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan untuk Saÿgha (lima ratus tempat duduk selalu tersedia untuk Sangha setiap saat). Ugga/Uggata si perumah tangga menyapanya, memberi hormat kepada bhikkhu tersebut, dan duduk di tempat yang semestinya. Kepada perumah tangga itu, bhikkhu tersebut berkata, “Perumah tangga, Bhagavà mengatakan bahwa engkau memiliki delapan kualitas menakjubkan. Apakah delapan kualitas itu?”
Si perumah tangga menjawab, “Yang Mulia, aku tidak yakin delapan kualitas mana yang dilihat oleh Bhagavà dan menganggapnya menakjubkan. Sesungguhnya, aku memang memiliki delapan kualitas yang agak luar biasa. Sudilah Yang Mulia mendengarkan dan mempertimbangkannya.”
“Baiklah, perumah tangga,” bhikkhu tersebut berkata. Dan Ugga si perumah tangga bercerita,
Ugga: (1) “Yang Mulia, sejak saat pertama aku melihat Buddha aku memiliki keyakinan yang kuat dalam diri-Nya sebagai Buddha, tanpa ragu sama sekali. Jadi, Yang Mulia, keyakinanku di dalam Buddha pada pandangan pertama adalah hal yang luar biasa pertama dalam diriku.”
Uggata: (1) “Yang Mulia, saat aku sedang menikmati kenikmatan indria di Taman Nàgavana milikku. [Uggata si perumah tangga sedang minum-minum dan bersenang- senang dilayani oleh gadis-gadis penari selama tujuh hari di Taman Nàgavana. Ketika melihat Buddha ia diliputi oleh rasa malu dan saat ia berada di hadapan Buddha ia mendadak menjadi tenang. Ia bersujud kepada Bhagavà dan duduk di tempat yang semestinya.]. Saat melihat Buddha aku memiliki keyakinan yang kuat dalam diri-Nya sebagai Buddha, dan bangkit pengabdian yang mendalam terhadap Beliau. Aku menjadi sadar dari mabukku. Jadi, Yang Mulia, keyakinanku dan pengabdianku pada Buddha dan kesadaranku dari mabuk pada pandangan pertama adalah hal yang luar biasa pertama dalam diriku.”
[note:
Sejak saat itu ia membebaskan para gadis penari dari pekerjaan mereka dan mengabdikan dirinya dengan melakukan perbuatan- perbuatan kedermawanan. Para dewa akan datang kepadanya di tengah malam dan melaporkan kepadanya tentang perilaku berbagai bhikkhu. Mereka akan berkata, ‘Perumah tangga, bhikkhu ini memiliki enam kekuatan batin, bhikkhu itu memiliki moralitas, bhikkhu ini tidak bermoral.’ Dan seterusnya.
Uggata si perumah tangga tidak memedulikan para bhikkhu gagal yang tidak bermoral, pengabdiannya kepada Saÿgha sebagai kumpulan para bhikkhu yang memiliki moralitas baik, tetap kokoh (suatu teladan yang layak ditiru). Oleh karena itu dalam memberikan persembahan, ia tidak pernah membeda-bedakan bhikkhu yang baik dan yang buruk, (pengabdiannya ditujukan kepada Saÿgha secara keseluruhan.) Saat ia menghadap Buddha, ia tidak pernah menyebutkan tentang bhikkhu yang tidak bermoral tetapi selalu memuji kemuliaan para bhikkhu yang baik.]
(2) “Yang Mulia, aku mendekati Buddha dengan keyakinan murni. Bhagavà membabarkan kepadaku dalam penjelasan yang bertahap tentang (a) Jasa dalam memberi dàna, (b) Kemuliaan moralitas, (c) Penjelasan tentang alam surga, alam para dewa, (d) Praktik Jalan Ariya yang mengarah menuju Magga-Phala-Nibbàna. Hal itu membuat batinku siap menerima, lunak, bebas dari rintangan, gembira dan bersih.
Bhagavà, mengetahui hal ini, membabarkan kepadaku Dhamma yang agung, Empat Kebenaran Mulia Tentang Dukkha, Penyebab Dukkha, Lenyapnya Dukkha, dan Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha. Akibatnya, aku mendapatkan mata Dhamma dan mencapai Anàgàmã-Phala. Sejak saat aku menjadi seorang Anàgàmã Ariya, aku melakukan sumpah Perlindungan Lokuttara seumur hidup dan menjalani Lima Sãla dengan kehidupan suci Brahmacariya sebagai salah satu peraturan rutin. (Ini adalah Lima Sãla biasa dengan mengganti sumpah menghindari perilaku seksual yang salah.) Ini adalah hal yang luar bisa kedua dalam diriku.”
Perhatikan hal ke-3 yg sangat menarik ini:
(3) “Yang Mulia, aku memiliki empat istri yang masih remaja. Ketika aku pulang pada hari aku menjadi seorang Anàgàmi Ariya.
Aku memanggil empat istriku dan berkata kepada mereka, ‘Adik-adikku, aku telah bersumpah untuk menjalani hidup suci. Kalian boleh tetap menetap di rumahku menikmati kekayaanku dan mempraktikkan kedermawanan, atau kalian boleh pulang ke rumah orangtua kalian masing-masing dengan membawa harta yang cukup bagi kalian untuk menjalani kehidupan yang nyaman. Atau jika kalian ingin menikah lagi, katakan saja kepadaku siapa yang akan kalian nikahi. Kalian bebas untuk menentukan pilihan ini.’
Selanjutnya, Yang Mulia, istri pertamaku mengatakan bahwa ia akan menikah lagi dan meyebutkan calon suaminya.
Kemudian aku mengundang laki-laki itu untuk datang ke rumahku, dan dengan memegang istriku dengan tangan kiriku, dan kendi untuk menuang air di tangan kananku, aku menyerahkan istriku kepada laki-laki itu dan meresmikan pernikahan mereka. Yang Mulia, dalam melepaskan istri pertamaku yang masih muda kepada laki-laki lain, aku tidak merasakan apa pun. Yang Mulia, ketidakterikatanku dalam menyerahkan istri pertamaku kepada laki-laki lain adalah hal yang luar biasa ketiga dalam diriku.”
(4) “Yang Mulia, benda apa pun yang kumiliki di dalam rumahku, aku menganggapnya untuk diserahkan kepada orang yang memiliki moralitas. Aku tidak menahan apa pun dari Saÿgha. Seolah-olah semuanya adalah milik Saÿgha. Yang mulia, kedermawanan terhadap Saÿgha, dengan menganggap semua milikku sebagai milik para bhikkhu mulia adalah hal yang luar biasa keempat dalam diriku.”
(5) “Yang Mulia, jika aku melayani seorang bhikkhu, aku melakukannya dengan hormat dan secara pribadi, tidak pernah dengan cara tidak hormat. Yang Mulia, dengan hormat melayani para bhikkhu, adalah hal yang luar biasa kelima dalam diriku.”
Ugga: (6) “Yang Mulia, jika seorang bhikkhu membabarkan khotbah kepadaku, aku akan mendengarkan dengan penuh hormat, tidak pernah dengan cara tidak hormat. Jika bhikkhu tersebut tidak membabarkan khotbah kepadaku, aku akan membabarkan khotbah kepadanya. Yang Mulia, mendengarkan khotbah dengan hormat dari seorang bhikkhu, dan membabarkan khotbah kepada bhikkhu yang tidak membabarkan kepadaku adalah hal yang luar biasa keenam dalam diriku.”
Uggata: (6) “Yang Mulia, jika aku mengundang Sangha ke rumahku, para dewa akan mendatangiku dan berkata, ‘Perumah tangga,
bhikkhu ini telah bebas dari tubuh jasmani, Råpa Kaya dan tubuh batin, Nàma Kàya, yaitu, Ubhatobhàga Vimutta; bhikkhu itu telah mencapai Pembebasan melalui pengetahuan penuh, Pandangan Cerah, Pannà Vimutta; bhikkhu ini adalah seorang yang telah mencapai Nibbàna melalui Nàma Kàya, Kàya sakkhã; bhikkhu itu telah mencapai tiga Magga dan Phala yang lebih tinggi melalui Pandangan Benar, Diññhipatta;
bhikkhu ini adalah seorang yang mencapai Pembebasan melalui keyakinan,Saddhà Vimutta; bhikkhu itu adalah seorang yang menuruti keyakinan, Saddhànusàrã;
bhikkhu ini adalah seorang yang memelajari Dhamma, Dhammànusàrã;
bhikkhu itu memiliki moralitas dan baik; bhikkhu ini tidak bermoral dan jahat.’
Aku tidak menganggap bahwa para dewa yang mendatangiku dan mengucapkan kata-kata itu adalah hal yang luar biasa. Yang Mulia, ketika aku melayani Sangha, aku tidak pernah berpikir bahwa bhikkhu ini tidak bermoral, maka aku hanya akan memberikan sedikit kepadanya, atau bhikkhu itu mulia, maka aku akan memberikan banyak kepadanya. Yang Mulia, aku memberikan baik kepada bhikkhu yang mulia maupun bhikkhu yang tidak bermoral dengan semangat (penghormatan) yang sama. Yang Mulia, memberikan persembahan dengan tidak membeda-bedakan baik kepada bhikkhu yang baik maupun yang jahat adalah hal yang luar biasa keenam dalam diriku.”
Ugga: (7) “Yang Mulia, para dewa sering mendatangiku, berkata, ‘Perumah tangga, Bhagavà membabarkan Dhamma yang baik pada awal, baik pada pertengahan, dan baik pada akhir.’ Aku akan berkata kepada para dewa itu, “O Dewa, apakah engkau mengatakannya atau tidak, Bhagavà sungguh membabarkan Dhamma yang sungguh baik pada awal, baik pada pertengahan, dan baik pada akhir.” Aku tidak menganggap bahwa para dewa yang mendatangiku dan mengucapkan kata-kata itu adalah hal yang luar biasa.
Yang Mulia, aku tidak merasa gembira atas kedatangan mereka dan atas pengalaman berbicara dengan mereka. Yang Mulia, ketidakpedulianku atas kedatangan para dewa dan pengalaman berbicara dengan mereka adalah hal yang luar biasa ketujuh dalam diriku.”
Uggata: (7) “Yang Mulia, para dewa sering mendatangiku, berkata, ‘Perumah tangga, Bhagavà membabarkan Dhamma yang baik pada awal, baik pada pertengahan, dan baik pada akhir.’ Aku akan berkata kepada para dewa itu, “O Dewa, apakah engkau mengatakannya atau tidak, Bhagavà sungguh membabarkan Dhamma yang sungguh baik pada awal, baik pada pertengahan, dan baik pada akhir.” Aku tidak menganggap bahwa para dewa yang mendatangiku dan mengucapkan kata-kata itu adalah hal yang luar biasa. Yang Mulia, ketidakpedulianku atas kedatangan para dewa dan pengalaman berbicara dengan mereka adalah hal yang luar biasa ketujuh dalam diriku.”
Ugga:(8) “Yang Mulia, aku tidak melihat satu dari lima belenggu yang membawa kepada kelahiran kembali di alam rendah (alam indria) yang belum kulenyapkan. (Ini menunjukkan pencapaian Anàgàmi- Magga). Yang Mulia, pencapaian Anàgàmi-Magga olehku adalah hal yang luar biasa kedelapan dalam diriku.”
Uggata: (8) “Yang Mulia, pada kesempatan sebelumnya, Bhagavà mengatakan sesuatu tentang diriku seperti, ‘Uggata si perumah tangga dari Hatthigàma tidak memiliki belenggu yang dapat membawanya menuju kelahiran kembali di alam indria’, pernyataan itu bukanlah suatu hal yang luar biasa. (Ini menunjukkan bahwa ia adalah seorang Anàgàmi Ariya.) Yang Mulia, kenyataan bahwa tidak ada belenggu yang dapat membawaku menuju kelahiran kembali di alam indria adalah hal yang luar biasa kedelapan dalam diriku.”
“Yang Mulia, aku tahu, aku memiliki delapan kualitas luar biasa ini. Tetapi aku tidak yakin delapan kualitas mana yang dilihat oleh Bhagavà yang Beliau sebut menakjubkan.”
Selanjutnya, bhikkhu tersebut meninggalkan tempat itu, setelah menerima dàna makanan dari Ugga/Uggata si perumah tangga. Ia memakan makanannya dan kemudian menghadap Buddha, bersujud kepada Beliau, dan duduk di tempat yang semestinya. Setelah duduk, ia menceritakan kepada Buddha tentang percakapan yang terjadi antara dirinya dengan Ugga/Uggata si Perumah tangga.
Bhagavà berkata, “Bagus, bagus, bhikkhu. Seorang yang akan menjawab pertanyaanmu dengan baik harus memberikan jawaban seperti yang diberikan oleh Ugga/Uggata si perumah tangga. Bhikkhu, aku mengatakan bahwa Ugga/Uggata si perumah tangga memiliki delapan kualitas luar biasa itu yang menakjubkan.
Para bhikkhu, perhatikanlah bahwa Ugga/uggata si perumah tangga memiliki delapan kualitas menakjubkan itu yang telah ia beritahukan kepadamu.” [(utamanya lihat di AN vol.3, Aññhaka Nipàta, Pañhama Paõõàsaka, 3-Gahapati Vagga, dua Sutta pertama, sementara yg ini adalah dari RAPB hal. 2985-2993.)]
Pada suatu ketika Buddha sedang berdiam di:
Vihàra Kåñàgàrasàlà di Hutan Mahàvana di dekat Vesàlã [utk Ugga],
2. di Hatthigàma di Negeri Vajji [Utk Uggata]
Buddha berkata kepada para bhikkhu, “Para bhikkhu, perhatikanlah bahwa:
1. Ugga si perumah tangga dari Vesàlã
2. Uggata si perumah tangga dari Hatthigàma
memiliki delapan kualitas menakjubkan.” Kemudian Beliau masuk ke kuti-Nya.
Pada kemudian hari, seorang bhikkhu datang ke rumah Ugga [dan di kisah lain Uggata] si perumah tangga dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan untuk Saÿgha (lima ratus tempat duduk selalu tersedia untuk Sangha setiap saat). Ugga/Uggata si perumah tangga menyapanya, memberi hormat kepada bhikkhu tersebut, dan duduk di tempat yang semestinya. Kepada perumah tangga itu, bhikkhu tersebut berkata, “Perumah tangga, Bhagavà mengatakan bahwa engkau memiliki delapan kualitas menakjubkan. Apakah delapan kualitas itu?”
Si perumah tangga menjawab, “Yang Mulia, aku tidak yakin delapan kualitas mana yang dilihat oleh Bhagavà dan menganggapnya menakjubkan. Sesungguhnya, aku memang memiliki delapan kualitas yang agak luar biasa. Sudilah Yang Mulia mendengarkan dan mempertimbangkannya.”
“Baiklah, perumah tangga,” bhikkhu tersebut berkata. Dan Ugga si perumah tangga bercerita,
Ugga: (1) “Yang Mulia, sejak saat pertama aku melihat Buddha aku memiliki keyakinan yang kuat dalam diri-Nya sebagai Buddha, tanpa ragu sama sekali. Jadi, Yang Mulia, keyakinanku di dalam Buddha pada pandangan pertama adalah hal yang luar biasa pertama dalam diriku.”
Uggata: (1) “Yang Mulia, saat aku sedang menikmati kenikmatan indria di Taman Nàgavana milikku. [Uggata si perumah tangga sedang minum-minum dan bersenang- senang dilayani oleh gadis-gadis penari selama tujuh hari di Taman Nàgavana. Ketika melihat Buddha ia diliputi oleh rasa malu dan saat ia berada di hadapan Buddha ia mendadak menjadi tenang. Ia bersujud kepada Bhagavà dan duduk di tempat yang semestinya.]. Saat melihat Buddha aku memiliki keyakinan yang kuat dalam diri-Nya sebagai Buddha, dan bangkit pengabdian yang mendalam terhadap Beliau. Aku menjadi sadar dari mabukku. Jadi, Yang Mulia, keyakinanku dan pengabdianku pada Buddha dan kesadaranku dari mabuk pada pandangan pertama adalah hal yang luar biasa pertama dalam diriku.”
[note:
Sejak saat itu ia membebaskan para gadis penari dari pekerjaan mereka dan mengabdikan dirinya dengan melakukan perbuatan- perbuatan kedermawanan. Para dewa akan datang kepadanya di tengah malam dan melaporkan kepadanya tentang perilaku berbagai bhikkhu. Mereka akan berkata, ‘Perumah tangga, bhikkhu ini memiliki enam kekuatan batin, bhikkhu itu memiliki moralitas, bhikkhu ini tidak bermoral.’ Dan seterusnya.
Uggata si perumah tangga tidak memedulikan para bhikkhu gagal yang tidak bermoral, pengabdiannya kepada Saÿgha sebagai kumpulan para bhikkhu yang memiliki moralitas baik, tetap kokoh (suatu teladan yang layak ditiru). Oleh karena itu dalam memberikan persembahan, ia tidak pernah membeda-bedakan bhikkhu yang baik dan yang buruk, (pengabdiannya ditujukan kepada Saÿgha secara keseluruhan.) Saat ia menghadap Buddha, ia tidak pernah menyebutkan tentang bhikkhu yang tidak bermoral tetapi selalu memuji kemuliaan para bhikkhu yang baik.]
(2) “Yang Mulia, aku mendekati Buddha dengan keyakinan murni. Bhagavà membabarkan kepadaku dalam penjelasan yang bertahap tentang (a) Jasa dalam memberi dàna, (b) Kemuliaan moralitas, (c) Penjelasan tentang alam surga, alam para dewa, (d) Praktik Jalan Ariya yang mengarah menuju Magga-Phala-Nibbàna. Hal itu membuat batinku siap menerima, lunak, bebas dari rintangan, gembira dan bersih.
Bhagavà, mengetahui hal ini, membabarkan kepadaku Dhamma yang agung, Empat Kebenaran Mulia Tentang Dukkha, Penyebab Dukkha, Lenyapnya Dukkha, dan Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha. Akibatnya, aku mendapatkan mata Dhamma dan mencapai Anàgàmã-Phala. Sejak saat aku menjadi seorang Anàgàmã Ariya, aku melakukan sumpah Perlindungan Lokuttara seumur hidup dan menjalani Lima Sãla dengan kehidupan suci Brahmacariya sebagai salah satu peraturan rutin. (Ini adalah Lima Sãla biasa dengan mengganti sumpah menghindari perilaku seksual yang salah.) Ini adalah hal yang luar bisa kedua dalam diriku.”
Perhatikan hal ke-3 yg sangat menarik ini:
(3) “Yang Mulia, aku memiliki empat istri yang masih remaja. Ketika aku pulang pada hari aku menjadi seorang Anàgàmi Ariya.
Aku memanggil empat istriku dan berkata kepada mereka, ‘Adik-adikku, aku telah bersumpah untuk menjalani hidup suci. Kalian boleh tetap menetap di rumahku menikmati kekayaanku dan mempraktikkan kedermawanan, atau kalian boleh pulang ke rumah orangtua kalian masing-masing dengan membawa harta yang cukup bagi kalian untuk menjalani kehidupan yang nyaman. Atau jika kalian ingin menikah lagi, katakan saja kepadaku siapa yang akan kalian nikahi. Kalian bebas untuk menentukan pilihan ini.’
Selanjutnya, Yang Mulia, istri pertamaku mengatakan bahwa ia akan menikah lagi dan meyebutkan calon suaminya.
Kemudian aku mengundang laki-laki itu untuk datang ke rumahku, dan dengan memegang istriku dengan tangan kiriku, dan kendi untuk menuang air di tangan kananku, aku menyerahkan istriku kepada laki-laki itu dan meresmikan pernikahan mereka. Yang Mulia, dalam melepaskan istri pertamaku yang masih muda kepada laki-laki lain, aku tidak merasakan apa pun. Yang Mulia, ketidakterikatanku dalam menyerahkan istri pertamaku kepada laki-laki lain adalah hal yang luar biasa ketiga dalam diriku.”
(4) “Yang Mulia, benda apa pun yang kumiliki di dalam rumahku, aku menganggapnya untuk diserahkan kepada orang yang memiliki moralitas. Aku tidak menahan apa pun dari Saÿgha. Seolah-olah semuanya adalah milik Saÿgha. Yang mulia, kedermawanan terhadap Saÿgha, dengan menganggap semua milikku sebagai milik para bhikkhu mulia adalah hal yang luar biasa keempat dalam diriku.”
(5) “Yang Mulia, jika aku melayani seorang bhikkhu, aku melakukannya dengan hormat dan secara pribadi, tidak pernah dengan cara tidak hormat. Yang Mulia, dengan hormat melayani para bhikkhu, adalah hal yang luar biasa kelima dalam diriku.”
Ugga: (6) “Yang Mulia, jika seorang bhikkhu membabarkan khotbah kepadaku, aku akan mendengarkan dengan penuh hormat, tidak pernah dengan cara tidak hormat. Jika bhikkhu tersebut tidak membabarkan khotbah kepadaku, aku akan membabarkan khotbah kepadanya. Yang Mulia, mendengarkan khotbah dengan hormat dari seorang bhikkhu, dan membabarkan khotbah kepada bhikkhu yang tidak membabarkan kepadaku adalah hal yang luar biasa keenam dalam diriku.”
Uggata: (6) “Yang Mulia, jika aku mengundang Sangha ke rumahku, para dewa akan mendatangiku dan berkata, ‘Perumah tangga,
bhikkhu ini telah bebas dari tubuh jasmani, Råpa Kaya dan tubuh batin, Nàma Kàya, yaitu, Ubhatobhàga Vimutta; bhikkhu itu telah mencapai Pembebasan melalui pengetahuan penuh, Pandangan Cerah, Pannà Vimutta; bhikkhu ini adalah seorang yang telah mencapai Nibbàna melalui Nàma Kàya, Kàya sakkhã; bhikkhu itu telah mencapai tiga Magga dan Phala yang lebih tinggi melalui Pandangan Benar, Diññhipatta;
bhikkhu ini adalah seorang yang mencapai Pembebasan melalui keyakinan,Saddhà Vimutta; bhikkhu itu adalah seorang yang menuruti keyakinan, Saddhànusàrã;
bhikkhu ini adalah seorang yang memelajari Dhamma, Dhammànusàrã;
bhikkhu itu memiliki moralitas dan baik; bhikkhu ini tidak bermoral dan jahat.’
Aku tidak menganggap bahwa para dewa yang mendatangiku dan mengucapkan kata-kata itu adalah hal yang luar biasa. Yang Mulia, ketika aku melayani Sangha, aku tidak pernah berpikir bahwa bhikkhu ini tidak bermoral, maka aku hanya akan memberikan sedikit kepadanya, atau bhikkhu itu mulia, maka aku akan memberikan banyak kepadanya. Yang Mulia, aku memberikan baik kepada bhikkhu yang mulia maupun bhikkhu yang tidak bermoral dengan semangat (penghormatan) yang sama. Yang Mulia, memberikan persembahan dengan tidak membeda-bedakan baik kepada bhikkhu yang baik maupun yang jahat adalah hal yang luar biasa keenam dalam diriku.”
Ugga: (7) “Yang Mulia, para dewa sering mendatangiku, berkata, ‘Perumah tangga, Bhagavà membabarkan Dhamma yang baik pada awal, baik pada pertengahan, dan baik pada akhir.’ Aku akan berkata kepada para dewa itu, “O Dewa, apakah engkau mengatakannya atau tidak, Bhagavà sungguh membabarkan Dhamma yang sungguh baik pada awal, baik pada pertengahan, dan baik pada akhir.” Aku tidak menganggap bahwa para dewa yang mendatangiku dan mengucapkan kata-kata itu adalah hal yang luar biasa.
Yang Mulia, aku tidak merasa gembira atas kedatangan mereka dan atas pengalaman berbicara dengan mereka. Yang Mulia, ketidakpedulianku atas kedatangan para dewa dan pengalaman berbicara dengan mereka adalah hal yang luar biasa ketujuh dalam diriku.”
Uggata: (7) “Yang Mulia, para dewa sering mendatangiku, berkata, ‘Perumah tangga, Bhagavà membabarkan Dhamma yang baik pada awal, baik pada pertengahan, dan baik pada akhir.’ Aku akan berkata kepada para dewa itu, “O Dewa, apakah engkau mengatakannya atau tidak, Bhagavà sungguh membabarkan Dhamma yang sungguh baik pada awal, baik pada pertengahan, dan baik pada akhir.” Aku tidak menganggap bahwa para dewa yang mendatangiku dan mengucapkan kata-kata itu adalah hal yang luar biasa. Yang Mulia, ketidakpedulianku atas kedatangan para dewa dan pengalaman berbicara dengan mereka adalah hal yang luar biasa ketujuh dalam diriku.”
Ugga:(8) “Yang Mulia, aku tidak melihat satu dari lima belenggu yang membawa kepada kelahiran kembali di alam rendah (alam indria) yang belum kulenyapkan. (Ini menunjukkan pencapaian Anàgàmi- Magga). Yang Mulia, pencapaian Anàgàmi-Magga olehku adalah hal yang luar biasa kedelapan dalam diriku.”
Uggata: (8) “Yang Mulia, pada kesempatan sebelumnya, Bhagavà mengatakan sesuatu tentang diriku seperti, ‘Uggata si perumah tangga dari Hatthigàma tidak memiliki belenggu yang dapat membawanya menuju kelahiran kembali di alam indria’, pernyataan itu bukanlah suatu hal yang luar biasa. (Ini menunjukkan bahwa ia adalah seorang Anàgàmi Ariya.) Yang Mulia, kenyataan bahwa tidak ada belenggu yang dapat membawaku menuju kelahiran kembali di alam indria adalah hal yang luar biasa kedelapan dalam diriku.”
“Yang Mulia, aku tahu, aku memiliki delapan kualitas luar biasa ini. Tetapi aku tidak yakin delapan kualitas mana yang dilihat oleh Bhagavà yang Beliau sebut menakjubkan.”
Selanjutnya, bhikkhu tersebut meninggalkan tempat itu, setelah menerima dàna makanan dari Ugga/Uggata si perumah tangga. Ia memakan makanannya dan kemudian menghadap Buddha, bersujud kepada Beliau, dan duduk di tempat yang semestinya. Setelah duduk, ia menceritakan kepada Buddha tentang percakapan yang terjadi antara dirinya dengan Ugga/Uggata si Perumah tangga.
Bhagavà berkata, “Bagus, bagus, bhikkhu. Seorang yang akan menjawab pertanyaanmu dengan baik harus memberikan jawaban seperti yang diberikan oleh Ugga/Uggata si perumah tangga. Bhikkhu, aku mengatakan bahwa Ugga/Uggata si perumah tangga memiliki delapan kualitas luar biasa itu yang menakjubkan.
Para bhikkhu, perhatikanlah bahwa Ugga/uggata si perumah tangga memiliki delapan kualitas menakjubkan itu yang telah ia beritahukan kepadamu.” [(utamanya lihat di AN vol.3, Aññhaka Nipàta, Pañhama Paõõàsaka, 3-Gahapati Vagga, dua Sutta pertama, sementara yg ini adalah dari RAPB hal. 2985-2993.)]
Komentar