"Makna Disiplin dan Manfaatnya"
Makna Disiplin dan Manfaatnya.
(sebuah renungan dan kajian serta analisis)
Oleh Sidharto.
Pengamat Sosial dan Hukum.
Fakta & Realita.
Apakah Disiplin itu?
Disiplin adalah satu sikap batin kita yang patuh dan taat pada peraturan atau hukum. Di dunia kehidupan manusia ini ada Peraturan sebagai objek, dan ada orang sebagai subjek. Peraturan ini pecahan atau uraian dari ‘Hukum’ yang dibuat oleh manusia itu sendiri, dengan harapan setiap orang bisa mengikuti, patuh dan taat pada peraturan tersebut. Yang tujuannya untuk mencapai kehidupan manusia agar aman, tentram damai dan bahagia. Jika keduanya berjalan seiring, artinya peraturan sudah ada dan manusia tinggal mengikuti, patuh dan mentaati peraturan, maka kehidupan manusia secara otomatis akan aman-tentram, berkeadilan, rukun-damai, bersatu, sejahtera, maju-makmur dan bahagia. Maka, terciptalah kehidupan manusia yang saling asah, saling asuh, saling asih, saling membantu, bertoleransi, tolong menolong, memiliki dedikasi yang tinggi diantara sesama. Hasilnya, bebas dari permusuhan, pertengkaran, perselisihan, dan peperangan. Namun sebaliknya, jika manusianya tidak mengikuti peraturan, tidak patuh dan tidak taat pada peraturan dan hukum yang sudah dibuat oleh manusia itu sendiri. Secara otomatis dunia kehidupan manusia tak akan pernah ada keamanan, ketentraman, apalagi kedamaian dan kebahagiaan.
Akhirnya, kehidupan manusia tak lepas dari permusuhan, pertengkaran, perselisihan, konflik dan peperangan di mana-mana. Semua itu, awalnya dari sebab manusianya tidak patuh dan tidak taat pada peraturan atau hukum yang telah di buat oleh mereka sendiri. Sebenarnya, bila semua manusia patuh dan taat pada peraturan dan hukum tersebut, saya kira di dunia ini tak perlu adanya agama yang beraneka macam, yang jumlahnya banyak. Dan, apakah ada gunanya manusia menyembah Tuhan/Allah, berteriak Allah Maha Besar, berteriak ‘Tiada Tuhan melainkan Allah’ tiap hari lima kali, tapi kalau manusianya tidak patuh dan tidak taat pada hukum dan peraturan ajaran itu sendiri. Apa ada gunanya menyembah ‘Batu Besar Hitam (Ka’bah)’ di Mekkah lima kali sehari. Namun, kalau manusianya tidak patuh dan tidak taat pada hukum dan peraturan itu sendiri, meskipun ada agama beraneka ragam dan jumlahnya banyak. Tetap saja kehidupan manusia selalu diwarnai bentrokan dan perselisihan, konflik akhirnya perang antar bangsa dan negara di mana para pelakunya justru orang-orang beragama dan taat agama. Semua itu sebabnya, tak lain awalnya karena manusia tak mau patuh dan tidak taat pada hukum dan peraturan itu tadi. Kasarnya, kunci utamanya ialah sikap batin kita (Disiplin) sebagai manusia yang harus patuh dan taat pada peraturan dan hukum yang telah dibuat dan sepakati bersama. Tak peduli bangsa dan negara Amerika, Eropa, Australia, Asia, atau bangsa dan negara Islam seperti Arab Saudi, Iran, Irak, dsb. Maka, Ulama Jatim mengatakan bahwa: “Bila manusia tak patuh dan tidak taat pada hukum dan peraturan, lalu apa bedanya manusia dengan hewan? Meskipun orang itu pakai dasi bertitel profesor, dr, Dr. Ir, Phd, Dra, Sarjana, dsb, tapi kalau tak mau taat dan tidak patuh pada hukum dan peraturan. Maka luarnya saja bentuk manusia (bungkusnya) tapi batinnya adalah mirip hewan. Bahkan seperti ‘Setan Jin Hitam’, yang suka menggoda, merusak, merampok, memperkosa, membunuh, mutilasi, membantai dan hobi menghancurkan milik orang lain. Inilah sebenarnya yang harus diketahui, dipahami dan dimengerti dengan benar”.
Peraturan lalin seperti rambu-rambu lalin dan tanda larangan.
Contoh yang mudah: Di jalan raya dan jalan kereta api atau pesawat terbang pasti ada rambu-rambu lalu-lintas, yang dibuat oleh manusia itu sendiri, baik sebagai petunjuk jalan atau tanda larangan. Apa tujuannya? Tentu tujuannya ialah agar para pengguna jalan (pengendara) bisa selamat terhindar dari kecelakaan, dan sebagainya. Dengan cara itu, akhirnya para pengguna jalan (pengendara) akan merasa aman, tentram, damai dan bahagia, inilah sebenarnya tujuan akhirnya. Dan ingat! Baik Peraturan di jalan raya atau peraturan lainnya dalam kehidupan manusia bukan hanya ada di Indonesia saja, tapi ada di seluruh dunia. Juga peraturan itu di buat bukan hanya di zaman globalisasi saja, tapi sudah dibuat sejak zaman peradaban manusia sudah mulai maju. Bila kita menyaksikan peristiwa terjadinya kecelakaan di jalan raya, biasanya ada lima katagori. Yaitu satu, disebabkan kelalaian, kedua terburu-buru atau ngebut, ketiga sengaja melanggar peraturan lalin, keempat mengantuk dan kelima mabuk. Semua peristiwa kecelakaan di jalan raya, jalan kereta api, atau pesawat terbang, kedua pihak selalu merasa rugi atau dirugikan oleh pihak kedua atau pihak ketiga.
Tak akan pernah ada kecelakaan di jalan raya, dll, akan mendapatkan keuntungan atau bebas dari kerugian. Bahkan harta benda pun kadang ikut hilang atau dicuri, terutama kendaraan pastinya rusak berat atau ringan bahkan hancur total. Buktinya, banyak kecelakaan terjadi hingga banyak merenggut nyawa, bahkan yang tewas dalam kecelakaan kadang bukan hanya satu orang, malah puluhan orang yang mati sia-sia. Misalnya kecelakaan maut sebuah bus atau kereta api masuk jurang, atau bus terguling, atau bus menabrak pohon, dan sebagainya. Juga Pesawat terbang terjun bebas ke laut di Sulawesi hingga lebih dari 200 nyawa mati sia-sia dan hilang tanpa jejak sampai kini. Begitu pula kecelakaan kereta api tabrakan atau menabrak. Herannya, meski sudah dibuat rambu-rambu lalin dan tanda larangan, toh, manusia tetap saja suka atau hobi melanggarnya. Inilah uniknya kehidupan manusia di dunia ini. Dan lebih herannya lagi masih banyak para pejabat yang suka atau hobi melanggar peraturan atau hukum yang telah mereka buat sendiri. Uraiannya ada di bawah.
Berbagai macam produk hukum.
Begitu pula adanya produk hukum atau peraturan berbagai macam cara, yang dibuat oleh manusia itu sendiri dalam kehidupan ini. Tidak lain tujuannya sama yaitu demi mencapai kehidupan manusia agar aman, tentram, damai dan bahagia. Baik peraturan atau hukum Pidana atau Perdata yang ada di pengadilan. Walaupun demikian rapihnya manusia telah menyusun dan membuat berbagai macam produk hukum atau peraturan. Namun anehnya, tetap saja banyak manusia suka dan hobi melanggarnya. Yang buntutnya berujung di pengadilan dan akhirnya masuk kerangkeng bui (penjara-sel). Tidak sedikit manusia yang terjaring hukum berakhir di ruang sel yang sempit, berpenghuni banyak yang sebenarnya tak layak huni. Tapi, apa boleh buat kata mereka yang merasa telah menikmati sedapnya bau harum ruangan sel, dari berbagai macam bau keringat dan kencing manusia itu sendiri. Toh, tetap saja mereka mau bahkan ada yang berulangkali masuk keluar bui, karena tertangkap ketika melakukan kejahatan atau melanggar hukum. Malah banyak diantaranya ada yang bilang, dari pada hidup di luar sana, lebih baik hidup di dalam bui. Alasannya, menurut mereka di dalam bui tak usah pusing cari duit untuk makan, sebab semuanya sudah tersedia makanan dan lain lain. Di era globalisasi yang sudah memasuki era digital (dunia maya) ini, meskipun kehidupan dan peradaban manusia sudah maju, justru anehnya penghuni ‘Hotel Prodeo’ (penjara) malah banyak para pejabat pemerintah pakai dasi baik eksekutif, anggota DPR, DPRD, jaksa dan hakim penegak hukum, polisi, juga anak mantan presiden Soeharto, para artis yang terlibat Narkoba seperti Roy Marten, Ahmad Albar, artis wanita Shely Marselina, dan sebagainya.
Padahal, sebenarnya merekalah para pejabat hukum yang menyusun dan membuat semua produk hukum berbagai macam itu. Kasusnya berbagai macam, ada yang ‘Korupsi’, banyak kasus skandal seks dengan asistennya yang berbuat mesum di ruang istirahat (anggota DPR), ada kasus para selebritis, ada yang memutarbalik fakta, memberi izin menyalahi aturan hukum, dan sebagainya. Jika diteliti lebih jauh, mereka para pejabat pemerintah yang terjaring hukum hingga berakhir di hotel prodeo ini. Bukan orang-orang bodoh tak berpendidikan, tapi mereka semua bersekolah tinggi memiliki titel SH, Drs, Dr. Phd, Profesor, Ir, Dra, paling rendah sarjana dan SMA. Dan yang amat lucunya, malah mereka banyak juga yang sudah naik ‘Haji’ berulangkali, artinya titel hajinya sudah tingkat 2-3-hingga 5. Jadi, ada orang Malaysia yang merasa keheranannya lalu bertanya: “Apa macam manusia seperti itu, sudah naik haji berulangkali malah suka tidur di ‘Hotel Prodeo’ pula. Kalau begitu lebih lanjut orang Malaysia ini mengatakan, rupanya para pejabat yang bertitel sekaligus ‘haji’ ini tak ada bedanya dengan anggota ‘Taman Marga Satwa’ atau anggota ‘Taman Safari’ mirip hewan. Sebab mereka suka dikerangkeng atau bui yang tetap menjadi pilihan satu-satunya bagi mereka yang suka melanggar hukum. Para Abang Wartawan juga sering menggambarkan para pejabat koruptor ini disamakan dengan hewan seekor ‘Tikus’, Jadi, pas lah jika mereka sama dengan anggota taman marga satwa atau anggota taman safari sebab mirip hewan”.
‘Masyarakat Baduy’ contoh suritauladan yang baik.
Masyarakat baduy bisa dijadikan contoh suritauladan yang sangat baik dan benar, serta berguna bagi kehidupan manusia dimanapun. Bila anda pernah ke Baduy atau membaca uraian tentang kehidupan masyarakat Baduy. Anda bisa melihat dan membuktikan bahwa masyarakat Baduy tak bersekolah, tidak punya ‘Agama’, dulu malah tidak punya KTP. Tapi kehidupan mereka aman, tentram, damai, rukun, sejahtera dan bahagia, hidup mereka saling asah, saling asuh saling asih, gotong royong. Sebaliknya tak pernah terjadi tawuran antar kelompok, tak ada pencuri, perkosaan, perampokan, pembunuhan, apalagi mutilasi. Masyarakat Bduy tidak ada yang jadi Teroris, Koruptor, Penjahat, Pembunuh, Pembantai sesama manusia. Sungguh terbalik dengan warga lainnya di Indonesia apalagi di Jakarta, Makasar, Aceh, Ambon, Maluku, Papua, dsb. Walaupun ber-agama, berpendidkan tinggi, taat agama namun hobi tawuran, mencuri, merampok, memperkosa bahkan setelah itu mutilasi, membunuh. Jadi, kalau direnungkan, apa ada gunanya mereka menyembah Tuhan/Allah tiap hari lima kali, berteriak ‘Tuhan/Allah Maha Besar’, berteriak ‘Tiada Tuhan, Melainkan Allah’. Apa ada gunanya menyembah “Batu Besar Hitam Ka’bah”, kalau prilakunya berlawanan dengan ajaran-Nya. Maka, saya anjurkan bagi anda yang suka dengan bentuk-bentuk kejahatan, sebaiknya belajar dulu kepada masyarakat ‘Baduy’. Nanti, setelah bisa sama prilakunya dengan Masyarakat Baduy baru kembali ke masyarakat luas, yang pasti akan aman, tentram, damai, rukun dan bahagia.
KTT Apec akan membahas masalah dagelan para pelawak hukum
Buktinya, kini bangsa Indonesia dan masyarakat dunia sedang melihat ‘dagelan para pelawak hukum’ yang sebenarnya tidak lucu justru memuakkan. Hingga konfrensi dunia KTT Apec akan membahas masalah dagelan para pelawak hukum antara KPK, Polri, Jaksa Agung, DPR dan Tim 8, sungguh memalukan. Jadi, singkatnya bila orang tidak patuh dan tidak taat peraturan dan hukum, maka walaupun di sumpah jabatan pakai kitab paling suci Al-Qu’ran, dan kitab suci Injil, tetap saja lebih suka melanggar peraturan dan hukum. Sebabnya, manusia tersebut isinya hewan yang tak punya rasa malu dan takut. Faktanya, Hewan tak pernah punya rasa malu misalnya telanjang pergi kemana pun, makan kotoran, kawin siri dengan sesama dimana saja bahkan dengan ibunya sendiri, dan dengan saudaranya. Hewan suka mencuri makanan tak punya rasa takut dan tak peduli milik siapa, yang penting perutnya diisi dan kenyang.
Semua manusia rindu akan kedamaian dan kebahagiaan.
Kalau kita mau pelajari dan merenungkan tentang adanya Hukum dan Peraturan ini, dan dengan bukti adanya pelanggaran peraturan atau hukum ini. Maka kita bisa menyimpulkan bahwa betapa semua manusia itu sebenarnya amat ‘Rindu’ dan mengharapkan akan adanya kehidupan yang aman, tentram, damai dan bahagia. Disiplin adalah bagian dari sikap batin kita sebagai manusia yang menunjukkan adanya kepatuhan dan ketaatan pada peraturan atau hukum. Sikap Disiplin manusia juga karena adanya rasa hormat dan menghargai terhadap peraturan atau hukum dengan baik dan benar. Sebab, intinya manusia mengharapkan dan membutuhkan kehidupan yang aman, tentram, damai dan bahagia. Namun, tak urung manusia selalu mudah tergoda untuk melakukan pelanggaran hukum dan peraturan yang sudah di buat dan disepakati bersama, akhirnya kata para Pelawak: ‘Cape Deh’.
Kesimpulan akhir: Tulisan ini bukan untuk menghina dan merendahkan orang atau umat beragama apa pun, namun lebih tepat mengingatkan. Sebab kita manusia yang harus saling tolong menolong, saling mengingatkan, saling menyadarkan. Karena manusia masih penuh dengan kekurangan dan kesalahan. Dengan demikian, bahwa betapa pentingnya; Norma, Etika, dan Moralitas daripada taat Ibadah, taat agama. Alasannya, banyak umat taat beribadah, taat agama, hafal semua isi kitab sucinya, sudah naik haji berulang kali, tapi, menyepelekan Norma, Etika, dan Moralitas. Faktanya: Banyak umat taat ibadah taat agama malah jadi Teroris, Koruptor, Penipu Rakyat, merusak dan menghancurkan tempat ibadah, Radikal, Biadab, dst. Akibatnya, banyak menimbulkan konflik antar sesama umat, apalagi dengan umat lain bahkan dengan orang tak beragama. Namun Ingat! Masyarakat Baduy yang tak beragama justru hidupnya rukun, damai, bersatu saling asah, saling asuh, saling asih. Walaupun mereka tidak sekolah, tapi nyatanya hidup mereka (orang Baduy) sangat menghormati alam dan lingkungan sebagai sumber yang memberi kehidupan, kenapa tidak ditiru? Saya adalah salah satu diantara mereka yang notabene sama-sama manusia, namun saya bukan pejabat pakai dasi penghuni ‘hotel prodeo’ atau penjara. Kadang berpikir: Bagaimana caranya menyampaikan pandangan benar kepada sesama manusia agar kita bisa hidup layak sebagai manusia sejati, yang patuh dan taat kepada hukum atau peraturan. Sebab hukum atau peraturan itu dibuat oleh mereka sendiri, dan tujuannya jelas mereka tahu. Lalu, apalagi yang harus saya sampaikan demi mencapai kehidupan manusia ini menjadi aman, tentram, berkeadilan, rukun-damai, bersatu, sejahtera, maju-makmur dan bahagia. Maka, terciptalah kehidupan manusia yang saling asah, saling asuh, saling asih, saling membantu, bertoleransi, tolong menolong, memiliki dedikasi yang tinggi diantara sesama. Hasilnya, bebas dari permusuhan, pertengkaran, perselisihan, dan peperangan.
Jakarta, 14 November 2009.
Salam damai dan bahagia selalu.
Sidharto.
Pengamat Sosial dan Hukum.
Komentar