Shi Zhengli: Peringatan Bos Lab Wuhan: COVID-19 Hanya Puncak Gunung Es Fino Yurio Kristo - detikInet Rabu, 27 Mei 2020 19:06 WIB
Wuhan -Direktur Center for Emerging Infectious Diseases di Wuhan Institute of Virology (WIV), Shi Zhengli, tampil dalam siaran televisi China setelah tidak muncul beberapa lama. Ia membahas soal COVID-19 sekaligus memberi peringatan.
COVID-19 yang ia sebut menular dari hewan hanyalah puncak dari gunung es. Artinya, ada kemungkinan wabah serupa bakal terjadi di masa depan jika kita tidak waspada. Maka, virus di alam liar harus terus dipelajari.
"Jika kita ingin melindungi manusia dari virus-virus atau mencegah wabah kedua dari penyakit menular baru, kita harus mempelajari virus tak dikenal yang dibawa hewan liar di alam dan
"Virus tersebut eksis di alam apakah Anda mengakuinya tau tidak. Jika kita tidak mempelajarinya, ada kemungkinan munculnya wabah lain dan kita tidak akan tahu," imbuh Shi.
Shi dan laboratorium Wuhan jadi sasaran teori konspirasi bahwa COVID-19 dibuat atau bocor dari sana. Memang, laboratorium tersebut sering meneliti virus Corona dan Shi sendiri dijuluki sebagai bat woman lantaran sering meneliti virus pada kelelawar.
Soal itu, Shi membela diri bahwa pekerjaan mereka di lab berkontribusi besar dalam mengidentifikasi virus baru sekaligus mengantisipasi wabah masa depan. Contohnya setelah kasus pertama COVID-19 muncul di Wuhan, mereka langsung dapat memahami penyebabnya.
Setelah sampel didapat pada 30 Desember, tim Zhengli meyakini biangnya adalah jenis baru virus Corona. Pengalaman mereka selama 15 tahun berguna untuk kejadian semacam itu.
"Contohnya, metode deteksi antibodi dan nucleic acid kami, dan teknologi isolasi virus, membutuhkan waktu eksplorasi lama tapi membuat kami mampu mengidentifikasi patogen saat kami sudah punya sampelnya," papar dia.
Shi sudah menghabiskan waktu bertahun-tahun di laboratorium itu meneliti virus corona dari kelelawar. Setelah meneliti gua kelelawar untuk mencari sampel, Shi dan timnya berhasil mengidentifikasi asal muasal virus SARS yang mewabah di China dari tahun 2002 sampai 2003.
Mengenai tudingan COVID-19 ada sangkut pautnya dengan laboratoriumnya, Shi sudah beberapa kali melontarkan bantahan. Kini pun, dia menyesalkan munculnya teori tersebut dan menilainya sebagai politisasi.
Dia berharap dunia internasional bersatu untuk menghadapi virus semacam ini dan memperoleh manfaat bersama. "Pekerjaan di lab, mengumpulkan sampel dan membuat model peringatan dini membutuhkan ilmuwan dari bidang berbeda dan pengalaman berbeda," cetusnya.
"Satu tim kecil tidak bisa melakukan hal ini sendirian," tambahnya, seperti dikutip detikINET dari South China Morning Post.
COVID-19 yang ia sebut menular dari hewan hanyalah puncak dari gunung es. Artinya, ada kemungkinan wabah serupa bakal terjadi di masa depan jika kita tidak waspada. Maka, virus di alam liar harus terus dipelajari.
"Jika kita ingin melindungi manusia dari virus-virus atau mencegah wabah kedua dari penyakit menular baru, kita harus mempelajari virus tak dikenal yang dibawa hewan liar di alam dan
"Virus tersebut eksis di alam apakah Anda mengakuinya tau tidak. Jika kita tidak mempelajarinya, ada kemungkinan munculnya wabah lain dan kita tidak akan tahu," imbuh Shi.
Shi dan laboratorium Wuhan jadi sasaran teori konspirasi bahwa COVID-19 dibuat atau bocor dari sana. Memang, laboratorium tersebut sering meneliti virus Corona dan Shi sendiri dijuluki sebagai bat woman lantaran sering meneliti virus pada kelelawar.
Soal itu, Shi membela diri bahwa pekerjaan mereka di lab berkontribusi besar dalam mengidentifikasi virus baru sekaligus mengantisipasi wabah masa depan. Contohnya setelah kasus pertama COVID-19 muncul di Wuhan, mereka langsung dapat memahami penyebabnya.
Setelah sampel didapat pada 30 Desember, tim Zhengli meyakini biangnya adalah jenis baru virus Corona. Pengalaman mereka selama 15 tahun berguna untuk kejadian semacam itu.
"Contohnya, metode deteksi antibodi dan nucleic acid kami, dan teknologi isolasi virus, membutuhkan waktu eksplorasi lama tapi membuat kami mampu mengidentifikasi patogen saat kami sudah punya sampelnya," papar dia.
Shi sudah menghabiskan waktu bertahun-tahun di laboratorium itu meneliti virus corona dari kelelawar. Setelah meneliti gua kelelawar untuk mencari sampel, Shi dan timnya berhasil mengidentifikasi asal muasal virus SARS yang mewabah di China dari tahun 2002 sampai 2003.
Mengenai tudingan COVID-19 ada sangkut pautnya dengan laboratoriumnya, Shi sudah beberapa kali melontarkan bantahan. Kini pun, dia menyesalkan munculnya teori tersebut dan menilainya sebagai politisasi.
Dia berharap dunia internasional bersatu untuk menghadapi virus semacam ini dan memperoleh manfaat bersama. "Pekerjaan di lab, mengumpulkan sampel dan membuat model peringatan dini membutuhkan ilmuwan dari bidang berbeda dan pengalaman berbeda," cetusnya.
"Satu tim kecil tidak bisa melakukan hal ini sendirian," tambahnya, seperti dikutip detikINET dari South China Morning Post.
Komentar