“Rakyat (Politisi PDI-P) Prihatin Sikap SBY (si MONYONG Suka Bohong)”
DASAR TOLOL SI –MONYONG
INI, TAPI MAU JADI PEMIMPIN RAKYAT, HERAN….
BANYAK RAKYAT JADI KORBAN KEMISKINAN dan KELAPARAN HINGGA
JUAL BAYI…TAPI si MONYONG (Pemimpin Rakyat dan para Pejabat) TDK PEDULI..BIKIN MALU
NAMA BANGSA, PANTAS MALAYSIA SEBUT “INDON”..
Fakta kalau bicara si MONYONG (Pemimpin Rakyat dan
para Pejabat):
katakan “TIDAK Korupsi” tapi buktinya…?
Sudah di GAJI UANG RAKYAT UTK MAKAN, MULAI BANGUN TIDUR
SAMPAI MATI, PETI MATI juga DIBELIKAN oleh UANG RAKYAT, tapi TIDAK BECUS KERJA
SUKANYA PLESIRAN abiskan Uang Rakyat, MALAH URUS PARTAI…SI Monyong Suka Bohong
ini mau apalagi….
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari memberikan rasa
simpatik atas apa yang terjadi di internal Partai Demokrat. Ia mengaku prihatin
dengan sikap SBY selaku Presiden dan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat yang
lebih mementingkan urusan partai daripada rakyat.
"Ikut prihatin, presiden tambah sibuk urus PD, makin banyak urusan ke wapres yang juga tersandera dua putusan MA soal BLBI dan urusan Century,"kata Eva dalam pernyataannya, Sabtu(9/2/2013).
Eva mengatakan, terlihat jelas SBY sebagai presiden sedang terokupasi (kepikiran banget) isu Partai Demokrat, ini terlihat pada pernyataan presiden justru tidak menyuarakan isu-isu penting.
Anggota Komisi III DPR juga agak menyesalkan desakan dari pejabat internal PD senior yang kebetulan juga pejabat negara untuk menggiring masalah partai ke presiden.
"Pantas jika kemudian presiden jadi kehilangan kontrol pribadi sehingga dalam melaksanakan tugas negara 'terkontaminasi' urusan partai. Sebenarnya ini manusiawi tetap sepatutnya proporsi isu publik lebih besar dan tidak sebaliknya mendominasi tugas negara,"katanya.
"Ikut prihatin, presiden tambah sibuk urus PD, makin banyak urusan ke wapres yang juga tersandera dua putusan MA soal BLBI dan urusan Century,"kata Eva dalam pernyataannya, Sabtu(9/2/2013).
Eva mengatakan, terlihat jelas SBY sebagai presiden sedang terokupasi (kepikiran banget) isu Partai Demokrat, ini terlihat pada pernyataan presiden justru tidak menyuarakan isu-isu penting.
Anggota Komisi III DPR juga agak menyesalkan desakan dari pejabat internal PD senior yang kebetulan juga pejabat negara untuk menggiring masalah partai ke presiden.
"Pantas jika kemudian presiden jadi kehilangan kontrol pribadi sehingga dalam melaksanakan tugas negara 'terkontaminasi' urusan partai. Sebenarnya ini manusiawi tetap sepatutnya proporsi isu publik lebih besar dan tidak sebaliknya mendominasi tugas negara,"katanya.
Abraham: Pimpinan KPK Sepakati Anas Tersangka
KONTEN TERKAIT
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad, menegaskan seluruh pimpinan lembaga
antirasuah telah sepakat untuk menetapkan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas
Urbaningrum, sebagai
tersangka.
Namun, surat perintah penyidikan kasus suap Gedung Olahraga di Bukit Hambalang,
Sentul, Bogor, masih belum diteken, walau sudah disiapkan.
"Sudah sepakat,
tetapi kan harus ditandatangan semua (pimpinan KPK)," ujar Abraham seusai
melantik Direktur Penuntutan KPK, Ranu Mihardja, dan Sekretaris Jenderal KPK,
Anis Zaid Basalama, di kantornya, Jumat, 8 Februari 2013.
Abraham mengatakan KPK
belum meneken surat itu lantaran tiga dari pimpinannya masih bertugas di luar
daerah, yakni Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas, dan Adnan Pandu Praja. Adnan
mengaku akan mengikuti sebuah penandatanganan nota kesepahaman di Selandia Baru
pada pekan depan. "Tapi mudah-mudahan dalam satu atau dua (hari),
tapi kita liat saja lah nanti lah," ujar dia tak melanjutkan kalimatnya.
Beredar kabar Komisi
Pemberantasan Korupsi menetapkan
Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus suap proyek Gedung
Olahraga di Bukit Hambalang, Sentul, Bogor. Dari hasil ekspose KPK, Kamis
malam, 7 Februari 2013, sumber Tempo menyebutkan KPK meyakini Anas menerima
suap berupa duit yang kemudian dibelikan mobil Toyota Harrier pada 2010.
Menurut sumber Tempo, Anas
diduga melanggar pasal suap karena menerima hadiah selaku penyelenggara negara.
Pada saat penerimaan tersebut, Anas menjabat sebagai Ketua Fraksi Demokrat di
DPR. "Dia diduga melanggar Pasal 12 a dan b atau Pasal 11 Undang-Undang
Tindak Pidana Korupsi," ujar sumber yang sempat membacakan surat perintah
penyidikan Anas.
Abraham menegaskan tidak
ada perbedaan pendapat maupun perpecahan dari para pimpinan KPK dalam
menentukan status hukum Anas. Hanya saja, "Ada hal-hal yang mungkin perlu
disinergikan," ujar dia. "Ini tidak mungkin diungkapkan ke hadapan
publik."
Saat ditanyai sejauh mana
bukti dugaan gratifikasi berupa mobil Anas, Abraham belum bersedia memberikan
penjelasan. "Tunggu saja nanti karena kalau disampaikan sepotong-sepotong
nanti jadi tidak utuh."
Komentar