Menyikapi Polemik Buddha Bar
Menyikapi Polemik Buddha Bar
- Dengan Kearifan dan Ketenangan -
- Dengan Kearifan dan Ketenangan -
Utamakan Kebijaksanaan dan Cinta Kasih
Penganut ajaran Ajaran Buddha Gautama dikenal sebagai umat yang mengutamakan kebijaksanaan dan cinta kasih universal. Paradigma ini bukanlah hanya bualan semata, namun banyak fakta dan realita telah membuktikan. Meskipun patung dan situs terbesar Buddha di Afganistan dengan ketinggian 52 meter di bom, Umat Buddha tetap menpraktikkan kesabaran dan cinta kasih. Begitu juga, umat Buddha tidak melakukan penyerangan balik (balasan) ketika Borobudur dibom sebanyak 2 kali oleh esktrimis Islam Indonesia. Hal ini tentu berbeda jika objek pengeboman ditujukan pada simbol-simbol religius umat lain. Bayangkan bagaimana rasanya jika Ka'bah yang menjadi kiblat umat Islam di bom?
Selain pengeboman dan penghancuran simbol umat Buddha, tahun lalu ada patung Buddha yang dipasang penis di letakkan di tengah kota Amerika, namun sekali lagi umat Buddha diam dengan kesabarannya. Saat ini, muncul lagi yang paling baru fenomena ‘Buddha Bar’ yang menjadi menghangat kembali situasi umat Buddha.
Namun, kami tetap menghimbau umat Buddha tetap tenang dan arif bijaksana dalam menyikapi sikap orang-orang yang tidak bertanggungjawab itu. Kelak pasti akan ada lagi yang lebih tidak etis, tapi kami umat Buddha akan bersikap arif bijaksana dan cinta-kasih universal kepada semua pihak yang tak suka dan benci pada ajaran Buddha Gotama. Tentu dalam hal ini umat Buddha berprinsip bahwa tindakan kejahatan (pelecehan) yang dilakukan oleh pihak tertentu tidak akan dibalas dengan kejahatan atau kebencian. Namun dengan cinta kasih kami himbauan kepada para pihak yang terlibat agar menghentikan operasi Buddha Bar di Indonesia.
Demikian juga, bagaimana perasaan umat Kristiani jika patung Yesus di pasang "penis" atau dilecehkan dalam sebuah Bar di Indonesia. Tentunya, umat Buddha tidak tega dan tidak akan berbuat seperti itu, perbuatan keji tak akan abadi hanya kebajikan yang tetap eksis, dipuja dan dipuji oleh para arif bijaksana.
Selain pengeboman dan penghancuran simbol umat Buddha, tahun lalu ada patung Buddha yang dipasang penis di letakkan di tengah kota Amerika, namun sekali lagi umat Buddha diam dengan kesabarannya. Saat ini, muncul lagi yang paling baru fenomena ‘Buddha Bar’ yang menjadi menghangat kembali situasi umat Buddha.
Namun, kami tetap menghimbau umat Buddha tetap tenang dan arif bijaksana dalam menyikapi sikap orang-orang yang tidak bertanggungjawab itu. Kelak pasti akan ada lagi yang lebih tidak etis, tapi kami umat Buddha akan bersikap arif bijaksana dan cinta-kasih universal kepada semua pihak yang tak suka dan benci pada ajaran Buddha Gotama. Tentu dalam hal ini umat Buddha berprinsip bahwa tindakan kejahatan (pelecehan) yang dilakukan oleh pihak tertentu tidak akan dibalas dengan kejahatan atau kebencian. Namun dengan cinta kasih kami himbauan kepada para pihak yang terlibat agar menghentikan operasi Buddha Bar di Indonesia.
Demikian juga, bagaimana perasaan umat Kristiani jika patung Yesus di pasang "penis" atau dilecehkan dalam sebuah Bar di Indonesia. Tentunya, umat Buddha tidak tega dan tidak akan berbuat seperti itu, perbuatan keji tak akan abadi hanya kebajikan yang tetap eksis, dipuja dan dipuji oleh para arif bijaksana.
Menyikapi Buddha Bar
Menyikapi polemik Buddha bar haruslah dengan akal sehat dan sikap yang elegan, jangan terpancing emosi, dendam, atau benci. Mungkin saja ada pihak-pihak lain yang ingin memancing di air keruh, memancing suasana yang mirip ‘Tragedi Mei 1998" dengan aktor intelektual yang sama. Sebab itu, berhati-hati dan tetap waspada, jangan mudah terpancing suasana ‘Pemilu’. Biasanya yang kalah pasti cari “Goro-Goro” atau “Gara-Gara”.
Ingat! Ajaran Buddha Gotama mengutamakan cinta-kasih universal dan kebijaksanaan, yaitu lebih mementingkan akal sehat dari pada grusah-grusuh diiringi emosi meledak-ledak. Umat Buddha relatiif jarang mendapatkan masalah sosial. Jangan sampai ketika ada persoalan serius menimpa, umat Buddha langsung kalang-kabut, hilang kesabaran, cinta-kasih dan kebijaksanaan. Jika sikap ini yang ditunjukkan, maka kita akan kehilangan pengendalian diri. Padahal, ajaran Buddha sangat menekankan kesadaran, eling dan hening, yang artinya memiliki pengendalian diri yang amat kuat tak mudah tergoncang.
Berbagai kasus penyelesaian telah dicontohkan oleh Guru Agung Buddha Gotama dalam mengahadapi segala problematik dalam hidupnya, dari yang ringan, sedang hingga yang sangat berat. Seperti dihina, dicaci-maki, difitnah, hingga mau dibunuh berulang-kali oleh sepupunya sendiri bhikkhu Dewadatta. Namun Buddha tetap diam, tenang, hening, sadar dan penuh pengendalian diri. Bahkan tak ada sepatah kata pun yang keluar, untuk menentang, membela diri, menolak, apalagi mengecam. Karena dengan membantah, menolak, menentang, membela diri apalagi mengecam, berarti melawan hukum alam itu sendiri (hukum karma). Buddha mengerti dengan baik dan benar bahwa semua yang menimpa diri-Nya adalah sebuah ‘proses’ dan ‘fenomena’ kehidupan dari realitas kehidupan sebelumnya.
Dan pengertian tersebut bukan hanya sebatas teori belaka oleh Buddha, tapi diaplikasikan dalam kehidupan nyatanya. Istilahnya, belajar dan praktik hidup itu memang seperti itu, ya risikonya seperti itu dalam hidup dan kehidupan. Contoh lainnya seperti di Myanmar para bhikkhu demonstrasi damai justru jadi korban keganasan oleh junta militer, hingga banyak yang tewas. Lalu di Tibet para bhiksu demonstrasi damai juga jadi korban keganasan oleh komunis China, hingga banyak yang tewas., demikian pula di Thailand, dsb.
Ingat! Ajaran Buddha Gotama mengutamakan cinta-kasih universal dan kebijaksanaan, yaitu lebih mementingkan akal sehat dari pada grusah-grusuh diiringi emosi meledak-ledak. Umat Buddha relatiif jarang mendapatkan masalah sosial. Jangan sampai ketika ada persoalan serius menimpa, umat Buddha langsung kalang-kabut, hilang kesabaran, cinta-kasih dan kebijaksanaan. Jika sikap ini yang ditunjukkan, maka kita akan kehilangan pengendalian diri. Padahal, ajaran Buddha sangat menekankan kesadaran, eling dan hening, yang artinya memiliki pengendalian diri yang amat kuat tak mudah tergoncang.
Berbagai kasus penyelesaian telah dicontohkan oleh Guru Agung Buddha Gotama dalam mengahadapi segala problematik dalam hidupnya, dari yang ringan, sedang hingga yang sangat berat. Seperti dihina, dicaci-maki, difitnah, hingga mau dibunuh berulang-kali oleh sepupunya sendiri bhikkhu Dewadatta. Namun Buddha tetap diam, tenang, hening, sadar dan penuh pengendalian diri. Bahkan tak ada sepatah kata pun yang keluar, untuk menentang, membela diri, menolak, apalagi mengecam. Karena dengan membantah, menolak, menentang, membela diri apalagi mengecam, berarti melawan hukum alam itu sendiri (hukum karma). Buddha mengerti dengan baik dan benar bahwa semua yang menimpa diri-Nya adalah sebuah ‘proses’ dan ‘fenomena’ kehidupan dari realitas kehidupan sebelumnya.
Dan pengertian tersebut bukan hanya sebatas teori belaka oleh Buddha, tapi diaplikasikan dalam kehidupan nyatanya. Istilahnya, belajar dan praktik hidup itu memang seperti itu, ya risikonya seperti itu dalam hidup dan kehidupan. Contoh lainnya seperti di Myanmar para bhikkhu demonstrasi damai justru jadi korban keganasan oleh junta militer, hingga banyak yang tewas. Lalu di Tibet para bhiksu demonstrasi damai juga jadi korban keganasan oleh komunis China, hingga banyak yang tewas., demikian pula di Thailand, dsb.
Perpaduan Seluruh Lapisan Bikkhu
Jika fenoemena Buddha Bar Jakarta harus terpaksa disikapi dengan demonstrasi karena terpanggil atas dorongan hati nurani, untuk meluruskan kebenaran dan mengingatkan pihak-pihak yang tak bertanggung jawab, maka alangkah baiknya (lebih apdol) bila melibatkan semua "golongan" bhikkhu dalam demonstrasi damai. Dari golongan etnis Tionghoa, Jawa, Nusa Tenggara, Lombok, hingga Bali. Salah salah tujuannya adalah agar semua golongan bhikkhu merasa dihargai dan dihormati jika diajak demonstrasi. Disisi lain, ini juga mengubah stereotife bahwa agama Buddha adalah agamanya orang keturunan China. Padahal di daerah Jatim, Jateng, Bali dan terutama di daerah sekitar area Candi Borobudur banyak sekali orang pribumi (Jawa) beragama Buddha.
Jadi dengan melibatkan para bhikkhu berbagai etnis (pribumi) dapat juga menjadi ikatan kejiwaan saling membangun, saling memiliki dalam komunitas yang rukun, kokoh, dan harmonis. Sehingga dengan metode ini diantara komunitas beragama dapat lebih tanggap menghadapi ini secara bersama dengan terciptanya kesatuan , kebersamaan, dan keharmonisan antar agama, khususnya agama Buddha yang telah diakui dan disahkan sebagai agama resmi Negara Indonesia.. Selain itu, pemerintah dan para pejabat akan dapat lebih cepat tanggap terhadap masalah yang dihadapi sesama sukunya.
Mengingat relasi antar Bhikku dan umatnya, maka wajar jika bikkhu dari non-tionghoa ikut demonstrasi damai. Demonstrai damai telah dilakukan oleh berbagai komunitas bikkhu di negara lain, seperti di Myanmar, Tibet, dan Thailand. Perlu diingat, bahwa demonstrasi bukanah ‘perang’, tapi hanya sekadar menggugah hati nurani dan mengingatkan pihak-pihak yang berkepentingan, dalam hal ini ‘Buddha Bar’. Jadi, kita harus bersama-sama menjaga ketertiban dan ketenangan serta kedamaian dalam berdemonstrasi. Hanya itulah usul dari saya, dan cobalah dikordinasikan dengan para bhikkhu dari berbagai latar belakang, yakni Jawa, Thailand, Medan, Trawas, Jateng dan Jatim, pasti mereka mau dan siap. Semoga semuanya berjalan lancar, aman dan damai serta berbahagia.
Jadi dengan melibatkan para bhikkhu berbagai etnis (pribumi) dapat juga menjadi ikatan kejiwaan saling membangun, saling memiliki dalam komunitas yang rukun, kokoh, dan harmonis. Sehingga dengan metode ini diantara komunitas beragama dapat lebih tanggap menghadapi ini secara bersama dengan terciptanya kesatuan , kebersamaan, dan keharmonisan antar agama, khususnya agama Buddha yang telah diakui dan disahkan sebagai agama resmi Negara Indonesia.. Selain itu, pemerintah dan para pejabat akan dapat lebih cepat tanggap terhadap masalah yang dihadapi sesama sukunya.
Mengingat relasi antar Bhikku dan umatnya, maka wajar jika bikkhu dari non-tionghoa ikut demonstrasi damai. Demonstrai damai telah dilakukan oleh berbagai komunitas bikkhu di negara lain, seperti di Myanmar, Tibet, dan Thailand. Perlu diingat, bahwa demonstrasi bukanah ‘perang’, tapi hanya sekadar menggugah hati nurani dan mengingatkan pihak-pihak yang berkepentingan, dalam hal ini ‘Buddha Bar’. Jadi, kita harus bersama-sama menjaga ketertiban dan ketenangan serta kedamaian dalam berdemonstrasi. Hanya itulah usul dari saya, dan cobalah dikordinasikan dengan para bhikkhu dari berbagai latar belakang, yakni Jawa, Thailand, Medan, Trawas, Jateng dan Jatim, pasti mereka mau dan siap. Semoga semuanya berjalan lancar, aman dan damai serta berbahagia.
Jl.Terusan Lembang.
Jakarta Pusat. Tlp 021-319-319-61.
Salam sejahtera.
Indro Anggoro.
Komentar