Dampak Psikologis Krisis Global
DAMPAK PSIKOLOGIS KRISIS GLOBAL
Bhikkhu Sudhammacaro
Dampak Krisis Global Secara Umum.
Memasuki tahun baru Imlek krisis global mulai nampak tanda-tanda bahaya terhadap roda perekonomian secara umum di seluruh dunia. Yang mulai terasa adalah dampak ekonomi secara makro maupun mikro. Misalnya, saat ini satu-persatu perusahaan otomotif dan elektronik mengurangi produksinya, disertai pem-PHK-an sebagian karyawannya atau dirumahkan. Sementara itu, perusahaan menengah ke bawah yang modalnya 50% pinjam dari bank pasti berguguran satu persatu. Buktinya, perusahaan elektronik Panasonic Jepang akan menutup 27 perusahaannya, dan akan merumahkan 15 ribu karyawannya. Begitupula perusahaan otomotif terbesar di Dunia, Toyota, pada bulan Oktober-akhir 2008 saja merugi lebih dari 4 miliar dolar US, apalagi Mitzubishi dan Honda, sudah menyiapkan skenario penutupan dan pengurangan produksi serta PHK karyawannya.
China pun ikut terkena dampak krisis ekonomi global, ekspornya menurun tajam, hingga karyawannya banyak diberhentikan, akhirnya Perdana Menteri Wen Jia Bau jadi kalang kabut. Dan IMF mengingatkan negara-negara berkembang yang tergantung nilai barang ekspor, bahwa tahun ini akan turun tajam akibat lesunya daya beli masyarakat di negara tujuan, dan akan memakan waktu lama untuk pulih. Karena itu, jauh-jauh hari Pemerintah Malaysia sudah memberi ultimatum kepada para majikan perusahaan melarang PHK maupun merumahkan para pekerjanya, dan meminta agar mengurangi waktu kerjanya saja. Contohnya, dulu satu minggu bisa kerja 5-6 hari, tapi saat ini diberi izin boleh kerja 3 hari saja dalam satu minggu. Dengan harapan utama adalah para pekerja tidak di PHK atau dirumahkan, yang akibatnya mereka bisa tidak kerja atau menganggur sama sekali.
Pemerintah Malaysia rupanya tahu persis apa akibat terburuk jika para pekerjanya di PHK atau dirumahkan. Sebab itu, melihat gejala lesunya daya beli masyarakat di tiap supermarket maupun di tempat-tempat perbelanjaan dan di pasar tumpah. Pemerintah Malaysia, langsung membuat peraturan ultimatum seperti itu, daripada menanggung risiko yang lebih jauh dan lebih berat lagi.
Barack Obama berteriak keras kepada Pecundang Politik.
Baru seminggu diangkat pelantikan sumpah jabatan sebagai presiden Amerika yang baru, Barack Obama memimpin rapat perdana bersama kabinet dan DPR (Kongres). Dalam pidatonya, Obama berteriak keras bahwa Amerika sedang dalam keadaan “genting” dan tak ada waktu lagi untuk menunda-nunda pelaksanaan paket stimulus ekonomi bernilai $820-900 miliar dolar US. Barack Obama sekaligus menekan para pecundang politik dari kalangan Republik agar tidak menggunakan hak politiknya untuk menghalangi niatnya memperbaiki sistem perekonomian yang hampir ambruk itu. “Jika dibiarkan, persoalan ekonomi bisa berubah menjadi ‘bencana’ kemanusiaan yang menelantarkan 30 juta pengangguran dan akan terus bertambah 5 juta tiap tahunnya. Maka itu, hal ini benar-benar masalah serius menyangkut kehidupan manusia, jangan main-main. Mereka sudah tak punya kerja dan tak berdaya, sedangkan biaya hidup terus membumbung naik, sungguh berbahaya” kilah-nya.
“Tak ada jalan lain kecuali pemerintah harus bertanggung-jawab penuh terhadap rakyatnya sendiri, yang sudah menunggu harap-harap cemas, demi kesejahteraan mereka”, tambah-nya. Terakhir, tindakan Barack Obama yang terpuji ialah Beliau dengan tegas dan berani membuat peraturan memangkas pembayaran ‘Bonus Tahunan’ kepada para pegawai direktur eksekutif di berbagai bank di Amerika. Beliau mengatakan bahwa: “Hal itu tindakan yang tidak terpuji dan tak tahu malu, sebab keadaan ekonomi sedang buruk, banyak rakyat yang menjerit justru kalian berpesta-pora menerima bayaran tinggi (istilahnya pesta-pora di atas penderitaan rakyat)”.
Inilah namanya tindakan ‘bijaksana’ seorang presiden baru Amerika pertama ‘kulit hitam Barack Obama’, yang benar-benar berpihak kepada rakyat kecil yang sudah tak berdaya. Patut ditiru oleh para pemimpin negara di dunia mana pun, jangan hanya asal mau jadi presiden, setelah tercapai dipilih oleh rakyat malah justru jadi ‘bumerang atau pagar makan tanaman’, yang banyak sekali terjadi di dunia. Betapa menyakiti hati rakyatnya sendiri, hanya janji-janji muluk ‘Tebar Pesona’ sebelum dipilih, begitu naik panggung presiden lupa daratan dan lautan.
Oleh karena itu, para pengamat politik mengatakan: Hati-hati memilih calon presiden baru, jangan memilih karena ‘Ganteng, penyanyi, pengarang lagu, pandai bersilat lidah, janji muluk (mulut besar), tebar pesona, tapi tebang pilih dalam hal hukum’. Jangan memilih keturunan orde baru atau anak angkat mantan presiden Soeharto, sebab hanya untuk melindungi keluarga dan kroninya saja. Pasti sikon Indonesia tak akan berubah sampai seumur hidup anda hingga sepuluh turunan. Akhirnya, rakyat kecillah yang terus menjadi korban selama hidupnya: Miskin, kelaparan, busung lapar, bodoh, hanya menjadi penonton sambil gigit jari menangisi nasib buruknya, akibat ulah para ‘koruptor’.
Kemiskinan hanya dijadikan komoditas politik demi mencari bantuan atau hibah dari bangsa asing lalu ditelan oleh mereka saja. Banyak fakta menunjukkan bahwa para pemimpin dan para pejabat kita tidak berpihak kepada rakyat kecil, buktinya kasus PT.Lapindo, kasus sejumlah 2300 nomor rekening ‘siluman’ (bukan orang), kasus pembunuhan Munir, kasus mantan presiden Soeharto dan kroninya, surat wasiat Supersemar, Peristiwa G.30 S. PKI dan Gerwani, Tragedi Mei ‘98, kasus Trisakti, dll. Kalau ditanya balik kenapa kasus besar tak diungkap? Jawaban yang keluar ialah bersilat lidah (mulut besarnya) misalnya: “Itu bukan hak dan urusan saya, saya tak punya kapasitas menuntaskan masalah itu”. Lalu, saling tuding, saling menyalahkan, lepas tangan, cuci tangan, lepas tanggung-jawab. Bukannya tindakan dan solusi untuk memperbaiki bangsa dan negara yang sudah sakit parah dan carut-marut ini. Satu bukti baru ‘insiden Medan’ dalam pemekaran daerah Tapanuli, yakni masih adanya ‘Hukum Rimba’ yang mengakibatkan tewasnya ketua DPRD Abdul Azis Angkat, yang diserang oleh para demonstran. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Problematik Tragedi Banjir Jakarta adalah Buktinya.
Jakarta adalah kota Metropolitan yang menjadi pusat pemerintahan dan pusat roda perekonomian negara Indonesia, ibarat rumah sekaligus toko (ruko) yang bisa digunakan untuk tempat tinggal sekaligus dapat menghasilkan uang untuk hidup keluarganya. Perputaran uang di metropolitan jelaslah sangat besar bagaikan tulang punggung atau urat nadi perekonomian Indonesia. Mestinya, baik presiden maupun para pejabat Eksekutif, DPR, DPRD DKI harus fokus menata rumahnya sendiri dengan baik, indah, menarik, bersih, rapih, aman-tentram, lancar, termasuk bebas macet, dan bebas banjir.
Semua yang merasa sebagai pemimpin dan para pejabatnya harus bertanggung –jawab penuh terhadap sikon Jakarta, bukan saling menyalahkan dan saling tuding, lepas tangan, cuci tangan, lepas tanggung-jawab. Coba kita lihat contohnya kota metropolitan di negara lain, sebut saja Singapura yang begitu nyaman, aman-tentram, bersih, rapih, lancar, bebas macet, bebas banjir. Kenyataan itu bisa menarik minat para turis asing datang ke Singapura hanya sekadar untuk shopping sambil menikmati keindahan, kebersihan, kenyamanan, keamanan, disiplin, keteraturan dan rapihnya yang jarang ditemui di negara Asia lainnya.
Hingga ada berita artis yang sangat terkenal dari China bernama ‘Gong Lie’ rela berpindah warga negara China menjadi warga negara Singapura. Ketika ditanya oleh wartawan Gong Lie menjawab: “Saya pindah warga negara Singapura dengan satu alasan yaitu ‘keamanan dan kenyamanan’ yang sulit ditemui di negara lain kecuali Singapura. Saya bisa pergi sendiri waktu tengah malam sehabis shooting untuk makan malam, tanpa harus ditemani bersama keluarga atau bodygard (tukang pukul sewaan), inilah alasan utama saya” jawabnya, memang klise jawabannya.
Bagaimana dengan kota metropolitan Jakarta? Selain problem keamanan dan kenyamanan, Jakarta menghadapi problematik tragedi tiap tahun yakni langganan “banjir”. Sampai saat ini, presiden sudah enam kali ganti bergiliran dan gubernur DKI entah sudah berapa kali ganti, namun Jakarta tetap ‘Banjir’ tiap awal tahun. Berapa banyak biaya dana RAPBN dan dana kas pemerintah DKI yang habis katanya untuk mengatasi banjir di Jakarta. Boleh jadi ‘banjir’ juga bisa dijadikan alat untuk mencari bantuan atau hibah dari negara asing, lalu ....(tebak sendiri).
Dengan berbagai macam alasan bagai lidah tak bertulang saja (mulut besar), janji-janji selalu dilontarkan oleh para calon pemimpin kita. Tapi nyatanya Jakarta tetap saja langganan banjir tiap awal tahun, sepertinya tak ada yang sanggup menangani dan mengatasi problem banjir dan macet parah di Jakarta. Walaupun sudah dapat ahlinya mengatasi banjir yakni ‘Fauzi Wibowo’. Namun, nyatanya yang ada hanyalah ahli menghabiskan dana anggaran negara saja, tapi tak menyelesaikan masalah.
Belum lagi problem kemacetan lalu lintas, kejahatan, polusi kotor, sampah, anak jalanan, para gelandangan (gepeng), preman jalanan yang tak terhitung jumlahnya, dari ke hari terus bertambah kasusnya, sungguh kompleks. Rupanya sampai dunia ini nanti ‘kiamat’ tapi Jakarta tetap seperti itu, maka bagi anda penduduk Jakarta jangan terlalu mengharapkan yang lebih dari itu. Padahal, jika kita melihat kota metropolitan negara lain, seperti Thailand saja sudah memiliki kereta api bawah tanah dan airport yang megah, Malaysia punya ‘genting’ dan menara kembar Petronas, apalagi Korsel, Jepang, Taiwan, China. Jadi, rasanya Indonesia yang paling tertinggal diantara negara Asia yang berkembang dan maju. Alasannya sederhana, karena para pemimpin dan para pejabat kita lebih suka berpangku tangan duduk manis di balik meja kerjanya sambil perintah sana-sini, berteori muluk setinggi langit, namun praktiknya kosong melompong ibarat pepatah mengatakan: ‘Tong kosong pasti nyaring bunyinya’, itulah bapak kita.
Dampak Prikologis Krisis Global.
Banyak orang tak mengira bahwa ‘krisis global’ berdampak besar. Saat ini, barangkali belum tampak nyata dampaknya secara ‘psikologi’. Namun jangan heran bila satu saat nanti anda akan sering mendengar orang bertengkar dalam keluarga akibat in come atau pemasukan terus menyusut, hingga dapur tak bisa mengebul alias untuk memenuhi dapur pun tak cukup. Anak-anak sekolah tiba-tiba tak dapat meneruskan sekolahnya lagi, alias putus sekolah, pilihan satu-satunya akhirnya menjadi anak jalanan. Boleh dibayangkan, bagaimana andaikata anda sebagai kepala keluarga beranak dua-tiga yang hanya satu-satunya tumpuan harapan keluarga, karena penghasilan dari nafkah anda bisa menutupi semua risiko hidup. Namun, tiba-tiba saja suami anda di PHK atau in come atau dana pemasukan keluarga berkurang terus menerus, sedangkan kebutuhan hidup terus naik, lalu apa yang anda lakukan? Inilah yang disebut ‘Dampak Psikologis Krisis Global’ yang pasti akan meledak di Indonesia terutama di Jakarta. Sebab itu, saya sarankan jaga diri baik-baik dan hindari dari penggunaan perhiasan yang amat menyolok hanya mengundang kejahatan, pakai mobil mewah, dan pemborosan yang tak perlu, berhura-hura di tempat-tempat hiburan diskotik, club malam, cofe, panti pijat.
Nasihat Bang Napi perlu dipegang yang mengatakan: “Kejahatan bisa terjadi bukan hanya disebabkan adanya penjahat, tapi disebabkan anda memberi kesempatan atau peluang mengundang penjahat”. Jadi, saat ini bukan waktunya berhura-hura lagi, anda semua harus terlibat berpikir dan mencari solusi untuk mengatasi ‘Dampak Psikologis Krisis Global’ ini yang akan berlangsung lama. Berhati-hatilah dan waspada setiap saat.
Kesimpulan akhir
Negara Indonesia sebenarnya negara paling kaya di Asia. Dengan kekayaan sumber daya alam, ditambah populasi penduduk Indonesia yang sudah mencapai 230 juta. Dalam ilmu ekonomi, ada sebuah teori praktis tentang jumlah populasi yang dianggap sebagai pangsa pasar yang amat menggiurkan dan menjanjikan kesuksesan dikemudian hari. Dengan jumlah populasi penduduk 230 juta saja mestinya pemerintah tak perlu lagi berhutang ke sana-sini (buktinya China, dan India). Justru seharusnya penduduknya bisa menikmati kekayaan alam, dan penghasilan dari populasi penduduk saja sudah mencukupi. Contohnya negara China, India, Amerika Rusia, Eropa, yang populasi penduduknya di atas 200 jutaan, menjadi negara maju. Misalnya: Andaikata ada satu perusahaan yang memproduksi satu jenis barang yang bisa laku jual di pasaran, dengan populasi penduduk saja yang jumlahnya 230 juta sebagai pangsa pasarnya, maka perusahaan itu akan cepat menjadi kaya-raya. Namun, mengapa justru negara Indonesia jadi terbalik; miskin dan berhutang banyak ke IMF hingga ratusan trilyun, belum lagi SUN atau surat utang Negara artinya pemerintah malah berhutang kepada rakyatnya sendiri. Pasti hal ini akibat salah urus, tak becus cara mengelola atau manajemen bangsa dan negara Indoneisa.
Apakah anda sudah bisa menebak apa sebab dan jawabannya? Kalau tak bisa menebak dan tak ada yang bisa menjawab silahkan saja tanya pada ‘Karang, Laut dan Rumput yang Bergoyang’ kata Ebiet G. Ade.
Demikianlah uraian sederhana ini semoga berguna bagi anda dalam belajar mencari solusi mengapa bangsa dan negara Indonesia tidak kaya, tapi para pejabatnya kaya-raya? Ya itu tadi K-O-R-U-P-S-I. Maka, para wartawan menggambarkan para Koruptur seperti seekor ‘Hewan Tikus’. Lalu saya bertanya bagaimana kalau para anggota DPR, DPRD, pemerintahan DKI, dan para pejabat lainnya banyak Koruptur? Jawabannya ialah berarti anggota DPR, DPRD, pemerintahan DKI dan para pejabat lainnya berarti anggota “Taman Marga Satwa” atau anggota “Taman Safari” yang saat ini lebih keren panggilannya, kira-kira begitu.
Sabbe satta bhawantu sukhitatta.
Semoga semua mahkluk hidup bahagia.
2 Pebruari 2009.
Salam damai dan bahagia selalu.
Bhikkhu Sudhammacaro.
Komentar