Kisah Cara me-RUBAH TAKDIR NASIB BURUK jadi BAIK & CEMERLANG…



Empat Nasehat Liao Fan Bagian 2 - Cara Merubah Nasib.

 

 

·          07 December, 2010- Written by  Hengky Suryadi


Budaya-Tionghoa.Net | Pada zaman Chun Ciu (tahun 722 SM - 481, zaman musim semi dan rontok) banyak  penasehat  yang  mampu  menebak  dengan  tepat  rejeki  dan  bencana yang akan dialami seseorang, hal ini juga tertulis di buku Cho Chuan dan buku syair   lainnya.   Pada   umumnya,   seseorang   akan   mendapat   rejeki   atau menanggung bencana pasti ada gejala sebelumnya yang bersumber dari dalam hati dan terekspresi keluar yaitu di wajah atau fisiknya, orang yang bertampang 
welas asih, jujur, tulus, memegang janji, tingkah laku mantap tidak sembrono, biasanya dapat memperoleh rejeki. Sedang orang yang wajahnya judes, kejam, bertingkah   laku   sembrono,   kebanyakan   mendekati   bencana,   rejeki   atau bencana pasti dapat diramalkan sebelumnya.

Artikel Terkait:
{module [201]}


Niat   baik,   buruk   seseorang   pasti   akan   kontak   dengan   Yang   Kuasa. Keberuntungan akan tiba, dapat ditebak dari sikapnya yang tenang dan mantap, demikian pula bencana yang akan menimpa, dapat ditebak dari sikapnya yang kontradiksi,  bengis.  Bagi  orang  yang  ingin  mendapat  rejeki  dan  menghindari bencana,  boleh  tidak  mengutamakan  pelaksanaan  kebajikan  terlebih  dahulu, tetapi   gigih   berusaha   mengoreksi   kesalahan   diri,   pasti   akan   mendapat keberuntungan. 

Tiga faktor utama untuk mengoreksi diri : 

1.  Faktor pertama "TAHU MALU" 

Dahulu  kala,  banyak  orang  bijak  dapat  dikenang  orang  sepanjang  masa, sedangkan  kita  tidak,  malahan  bereputasi  buruk,  dicaci  maki  orang.  Jika seseorang hanya mementingkan kesenangan, reputasi, kekayaan, sehingga membuat  hal-hal  yang  tercela  dan  sewenang-wenang  untuk  mendapatkan semua  yang  diinginkannya,  masih  membanggakan  diri  atas  perbuatannya dan dikira tidak ada orang yang mengetahui tindakannya tersebut. Orang ini tidak  menyadari  bahwa  lambat  laun  dia  tidak  lain  tidak  bukan  hanyalah seekor  binatang  yang  berkedok  manusia!  Di  dunia  tidak  akan  ada  lagi kelakuan yang lebih memalukan dan rendah dari ini.


Mencius : Perasaan "Tahu Malu" ini sangat mempengaruhi seseorang dalam melakukan  suatu  tindakan  sepanjang  hidupnya.  Orang  yang  "Tahu  Malu" adalah orang suci/bijak, orang yang tidak "Tahu Malu" sudah pasti adalah binatang.  Kunci  utama  untuk  mengoreksi  kesalahan  adalah  terletak  pada sehelai  niat  "Tahu  Malu"  ini,  manusia  berbeda  dari  binatang,  hanyalah karena adanya rasa "Tahu Malu" ini juga.


Sesuai yang dikatakan Mencius di atas, Kunci utama untuk mengoreksi diri adalah  sehelai  niat  "Tahu  Malu"  ini,  orang  yang  tidak  "Tahu  Malu"  adalah binatang.  Renungkanlah  selalu  :  Segala  tingkah  laku  saya  sehari-hari memalukankah?  Saya  adalah  seorang  bijak  atau  hanya  seekor  binatang yang berkulit manusia? Ingatlah! Tingkah laku kita yang memalukan bukan hanya  mencoreng  nama  baik  keluarga  sendiri,  tetapi  juga  perusahaan tempat kita kerja, lingkungan masyarakat kita, yang lebih berat lagi NEGARA, IBU PERTIWI kita. Ini adalah dosa yang besar sekali, karena seluruh rakyat negara turut menanggung kesalahan yang kita buat. 

2.  Faktor kedua  "RASA TAKUT" 

Apa yang kita lakukan? Yang Kuasa, Bumi, Dewa, Malaikat, Makhluk halus berada  di  sekeliling  kita  dan  selalu  memperhatikan  seluruh  tindakan  kita. Mereka  berbeda  dengan  manusia,  mereka  dapat  melihat  segala  sesuatu 
tanpa  halangan.  Sehingga  tidak  mungkin  kita  dapat  menyembunyikan  diri dari mereka. 

Walaupun  kita  berbuat  kesalahan  di  tempat  yang  tidak  ada  orang  yang menyaksikan,  tetapi  Yang  Kuasa,  Bumi,  Dewa,  Malaikat,  Makhluk  halus, ibarat sebuah cermin, jelas-jelas mencerminkan semua kesalahan kita. Bila berbuat  kejahatan  besar,  maka  semua  bencana  akan  menimpa  kita,  bila kejahatan  ringan,  akan  mengurangi  keberuntungan  yang  sudah  ada. Bagaimana  kita  tidak  takut  akan  hal  ini.  Setiap  saat,  bila  kita  berada  di kamar yang kosong, para Dewa, Malaikat mengawasi kita dengan teliti dan mencatat semuanya. Kita dapat menutupi kesalahan kita dari orang lain . . 

Akan tetapi Yang Kuasa, para Dewa, Malaikat, Makhluk halus dapat melihat sampai ke dalam hati kita, karena itu, mereka mengetahui segala niat dan perbuatan kita. 

Yang  penting  kita  tidak  boleh  menipu  diri  sendiri.  Kita  akan  merasa  malu dan tidak jujur jika orang melihat kesalahan kita. Karena itu, bagaimana kita tidak  ekstra  hati-hati  dalam  melakukan  setiap  perbuatan  dan  takut  akan akibat yang akan muncul? Tetapi lebih dari itu! Sepanjang seseorang masih bernafas,  dia  masih  mempunyai  kesempatan  untuk  menyesal,  walaupun kesalahan atau kejahatan fatal.

Dahulu  kala,  ada  seseorang  yang  seumur  hidupnya  berbuat  kejahatan, merasa  bersalah  dan  sangat  menyesal  lalu  bertekad  akan  membuat  suatu kebaikan dan memperoleh akhir ajal yang baik. 

Ini  menjelaskan  :  bila  seseorang  dapat  berniat  baik  dan  menyesali kesalahannya pada saat yang sangat penting ini, akan membersihkan segala kesalahan  yang  telah  dibuat  ratusan  tahun.  Sama  seperti  sebuah  lampu dapat  menerangi  lembah  yang  telah  mengalami  kegelapan  ribuan  tahun. Tidak masalah kesalahan yang dibuat besar atau kecil, yang penting adalah bertekad mau mengoreksinya. 

Bila  berbuat  kesalahan,  adalah  baik  untuk  mengoreksinya.  Akan  tetapi jangan  ada  pikiran  untuk  membuat  kejahatan  sekarang  karena  kita  selalu dapat  menyesal  dan  dikoreksi  belakangan.  Ini  sama  sekali  dilarang.  Bila seseorang  sengaja  berbuat  kejahatan,  maka  balasannya  akan  jauh  lebih berat dari sebelumnya. 

Di samping itu, kehidupan manusia tidak kekal, badan kita yang terdiri dari daging dan darah mudah rusak. Bila nafas berhenti, maka badan ini bukan milik kita lagi, tidak ada kesempatan untuk mengoreksi kesalahan tersebut lagi. 

Masih seberapa panjangkah umur kita? 100 tahun? 50 tahun? Waspadalah! Panjangnya  umur  kita  hanya  diantara  nafas,  sekali  nafas  tidak  sambung, kita meninggal. Jangan ada pikiran bahwa saya masih muda, masih banyak waktu.  Juga  bila  seseorang  meninggal,  segala  barang  duniawi  tidak  dapat dibawa, hanya karma baik dan buruknya yang mengikuti arwahnya, sebagai dasar untuk diadili di akhirat dan penentuan tempat tujuan arwahnya. 

Karena itu, bila seseorang berbuat kesalahn, akibatnya adalah menanggung nama  buruk  sepanjang  masa,  bahkan  anak  cucu  yang  berbakti  juga  tidak sanggup  membersihkan  namanya.  Di  akhirat,  dia  akan  menanggung penderitaan  yang  tidak  dapat  diutarakan.  Oleh  karena  itu  bagaimana seseorang tidak merasa takut? 

3.  Faktor ketiga "TEKAD DAN KEBERANIAN" 

Seseorang  yang  ragu-ragu  untuk  mengoreksi  kesalahannya  adalah  orang yang  benar-benar  tidak  ingin  mengubah,  dan  puas  dengan  keadaan  yang sedang berlangsung. 

Karena keinginan mengubah tersebut tidak kuat, membuat kita takut untuk mengoreksi kesalahan kita. Untuk mengubah kesalahan, kita harus berusaha keras untuk segera mengubahnya. Kita tidak boleh ragu-ragu atau tunggu dulu, ditunda sampai besok atau hari berikutnya untuk mengubah kesalahan kita tersebut. 

Kesalahan  kecil  adalah  ibarat  sebuah duri  menusuk  daging  kita  dan  harus segera  dicabut.  Kesalahan  besar  adalah  ibarat  jari  kita  yang  digigit  ular berbisa  yang  harus  segera  dipotong  tanpa  ragu-ragu  untuk  menghindari racun tersebut menjalar ke bagian lain dan mematikan. 

Bila kita mengikuti ketiga cara tersebut di atas untuk mengoreksi diri, sudah pasti kepribadian kita akan berubah. Seumpama matahari melumerkan salju di musim semi. Kesalahan kita akan hilang melalui tiga cara tersebut. 

Tiga tahapan dalam mengubah kesalahan: 

1.  Mengubah kesalahan berdasarkan masalahnya
Misalnya,  bila  saya  membunuh  makhluk  hidup  kemarin,  mulai  hari  ini saya  berjanji  tidak  akan  membunuh  lagi.  Bila  saya  marah  besar,  mulai hari  ini  saya  berjanji  tidak  akan  marah  lagi.  Inilah  cara  bagaimana seseorang   mengubah   kesalahan   berdasarkan   masalahnya   dengan berjanji    tidak    mengulangi    lagi    kesalahan    yang    telah    dibuat. 
Bagaimanapun  akan  lebih  sulit  ratusan  kali  lipat  bila  kita  memaksa  diri tidak  berbuat  sesuatu  daripada  kita  hanya  berhenti  berbuat  sesuatu secara normal. Bila kita tidak mencabut akar kesalahan kita, tetapi hanya menahannya,  kesalahan  akan  muncul  lagi  bahkan  kita  kadang-kadang telah    berhenti    melakukannya.    Karena    itu,    metode    mengubah 
berdasarkan masalahnya tidak dapat membantu kita melepaskan diri dari perbuatan salah secara permanen. 

2.  Mengubah berdasarkan peraturannya 


Metode  ini  adalah  yang  lebih  efektif.  Kita  dapat  mengoreksi  kesalahan diri  dari  pengertian  terhadap  kebenarannya  mengapa  kita  tidak  boleh melakukan  perbuatan  tersebut,  misalnya  dalam  hal  membunuh,  kita dapat  berpikir  bahwa  .  .  .  .  .  Mencintai  semua  makhluk  hidup  adalah hukum kebenaran alam. Semua makhluk berjiwaingin hidup dan takut mati.  Bagaimana  kita  boleh  membunuhnya  untuk  menyambung  nyawa kita?  Kadang  kala,  hewan  dimasak  hidup-hidup,  seperti  ikan  atau kepiting,   belum   dipotong   sudah   dimasukkan   ke   dalam   periuk. Kesakitannya  akan  menusuk  sampai  ke  tulang,  bagaimana  kita  dapat sedemikian kejam terhadap hewan? 

Bila  kita  makan,  kita  menggunakan  bahan  makanan  yang  mahal  dan enak-enak  untuk  kesehatan  kita,  makanan  memenuhi  seluruh  meja. Tetapi  setelah  dimakan  bahkan  makanan  yang  paling  enakpun  belum tentu dapat diserap oleh badan dan akan dibuang oleh badan juga. 

Berpikir  lagi  bahwa  hewan  mempunyai  daging,  darah  dan  perasaan seperti  kita.  Kita  dapat  melatih  diri  dengan  membiarkan  hewan  tetap hidup  di  sekitar  kita,  bagaimana  kita  terus  menerus  mencelakakan mereka  dan  membuatnya  membenci  kita?  Bila  kita  memikirkannya, secara  wajar  kita  akan  merasa  kasihan  dan  tidak  tega  membunuh  dan memasaknya sehingga menghilangkan kebiasaan untuk membunuh. 

Hal  yang  sama  juga  seperti  orang  yang  mudah  marah,  bahwa  semua orang mempunyai kekurangan dan kelebihan, tidak ada yang sempurna, bila  ada  yang  menggangu,  itu  adalah  urusannya,  tidak  ada  urusan dengan  saya,  tidak  ada  gunanya  saya  marah  dan  merasa  tersinggung. Saya juga dapat berpikir . . 

Orang yang mengira dirinya selalu benar, maunya orang lain yang selalu berbuat  begini  begitu,  tetapi  mengapa  tidak  meminta  diri  sendiri  juga berbuat  yang  sama?  Orang  ini  adalah  orang  bodoh.  Seseorang  yang beretika dan yang selalu melatih diri, pasti selalu rendah hati, koreksi diri dan  memperlakukan  segala  sesuatu  dengan sabar.  Maka  orang  yang selalu  mengkritik  dan  mengeluh  terhadap  orang  lain  adalah  bukan seorang manusia sejati. 

Oleh karena itu, bila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan kita, itu  adalah  karena  kita  belum  cukup  melatih  etika  dan  moral,  belum mengumpulkan kebajikan untuk dapat menyentuh hati orang, kita harus selalu  introspeksi  diri  apakah  kita  sendiri  yang  telah  memperlakukan orang lain dengan tidak baik. 

Bila kita rajin mempraktekkan cara ini untuk melatih etika maka fitnahan orang  lain  kepada  kita  adalah  merupakan  suatu  lapangan  latihan  kita untuk mengoreksi sifat pemarah, sehingga mencapai tujuan baik. 

Oleh  karena  itu,  kita  harus  gembira  untuk  menerima  kritik,  caci  maki, fitnahan  orang.  Apa  yang  perlu  kita  marah  dan  kesalkan?  Sebagai tambahan  pula,  tetap  tenang  dan  sabar  menghadapi  fitnahan  orang adalah  seumpama  membiarkan  sebuah  obor  terbakar  di  udara,  akan padam  dengan  sendirinya.  Bila  kita  mendengar  fitnahan  langsung membela diri dan marah, adalah ibarat ulat sutra yang membelenggu diri dengan kepompongnya. Seperti pepatah kuno . . . . . 

"Orang     yang     membelenggu     diri     dalam kepompong adalah mencari penderitaan sendiri". 

Oleh karena itu, bila kita marah, kesal akan menganggu fungsi hati/lever, tidak  ada  untung  malahan  rugi.  Demikian  juga  kita  memperlakukan kesalahan  yang  sejenis.  Bila  kita  dapat  mengerti  dan  berpikir  dengan baik dan teliti, kesalahan tidak akan terulang lagi. 

3.  Mengubah berdasarkan hati 
Walaupun  kesalahan  yang  dibuat  manusia  beribu  jenis  dan  juga berbeda-beda,  semua  itu  adalah  berasal  dari  hati/pikiran.  Bila  tanpa pikiran, maka tidak ada tindakan dan tidak mungkin berbuat kesalahan. Bila  hati  kita  selalu  dipenuhi  oleh  keinginan,  nama,  untung,  sex, kemarahan, kita tidak mungkin dapat terlepas dari perbuatan salah. Kita  memerlukan  hati  yang  tulus,  baik  dan  keinginan  untuk  melakukan perbuatan yang baik. Selama kita selalu berhati baik, sudah tentu tidak akan muncul pikiran kacau. 

Semua kesalahan berasal dari hati, maka kita harus mengubah dari hati. Ibarat membuang sebatang pohon beracun, kita harus mencabut sampai ke   akar-akarnya   agar   tidak   dapat   tumbuh   lagi,   mengapa   mau membuangnya  dengan  mencabuti  daun  per  daun,  cabang  per  cabang? Cara  yang  terbaik  untuk  mengubah  kesalahan diri  adalah  melatih  hati kita.  Bila  kita  dengan  tulus  dan  tekun  melatih  hati  kita,  maka  akan 
segera menghapus segala kesalahan.  "Karena  segala  kesalahan  adalah  bersumber  di hati". 

Membersihkan  hati  dapat  menghapus  pikiran-pikiran  yang  tidak  baik sebelum  menjadi  perbuatan.  Bila  hati  kita  bersih  murni,  kita  dapat segera  menghentikan  pikiran-pikiran  tidak  baik  yang  muncul,  ide-ide yang amoral akan segera hilang pada saat kita menyadarinya. 

Bila  kita  tidak  berhasil  mengubah  pikiran  tidak  baik  berdasarkan  hati, maka kita akan coba pada level mengubah berdasarkan kebenaran, yaitu mengapa  kita  perlu  mengubah.  Bila  kita  tidak  berhasil  dengan  kedua metode  ini,  maka  kita  akan  mencoba  metode  mengubah  berdasarkan masalah dan memaksa memusnahkan pikiran tersebut. 

Cara  paling  baik  adalah  melatih  hati  kita  dan  mengerti  alasan  untuk mengubah.  Cara  alternatif  lain  adalah  memaksa  diri  jangan  berbuat salah lagi. Kadang-kadang ke 3 metode tersebut dapat digunakan untuk mencapai hasil yang baik. 

"Adalah   bodoh   bila   meninggalkan   cara   yang terbaik  yaitu  mengubah  kesalahan  berdasarkan hati daripada berdasarkan masalah". 

Akan tetapi bila seseorang berjanji untuk berubah, memerlukan bantuan teman  sejati  yang  selalu  mengingatkan  kita  dan  sebagai  saksi  atas perbuatan kita sehari-hari. Sedangkan utnuk pikiran yang baik atau tidak baik, kita minta Yang Kuasa, Dewa, Malaikat sebagai saksi. 

Saya   mempraktekkannya   dengan   menulis   semua   kesalahan   saya   dan melaporkan  kepada  Langit,  Bumi,  Dewa,  Malaikat.  Kita  juga  perlu  menyesal dengan tulus dan sepenuh hati dari pagi sampai malam tanpa lengah. Bila kita dapat  menyesal  dengan  tulus  dari  waktu  ke  waktu,  kita  pasti  berhasil.  Pada saat ini, kita akan merasa berlapang hati, damai, bijak, dalam situasi kacau kita tetap  tenang,  bertemu  musuh/orang  yang  tidak  kita  sukai  malahan  senang,  atau bermimpi memuntahkan banyak kotoran hitam, bermimpi para orang suci membimbing kita, bermimpi melayang-layang di angkasa, melihat hal-hal yang menakjubkan,   gejala-gejala   ini   menunjukkan   bahwa   kita   telah   berhasil membersihkan kesalahan/karma buruk, akan tetapi jangan bangga dan merasa puas, tetaplah melatih diri sampai akhir hayat kita. 

Pada zaman Chun Chiu, ada seorang pegawai pemerintah di Wei, bernama Bwo Yu  Chu.  Ketika  berumur  20  tahun,  ia  sudah  menyadari  kesalahan  yang  telah diperbuat pada masa sebelumnya dan berusaha mengkoreksinya, saat berumur 21  tahun,  ia  merasa  masih  belum  mengkoreksi  semua  kesalahannya,  saat berumur 22 tahun, ia merasa kehidupannya selama 21 tahun yang lalu hanya sebagai mimpi, tanpa ada kemajuan, tahun berlanjut tahun, ia terus menerus mengkoreksi  kesalahannya.  Ketika  berumur  50  tahun,  Bwo  Yu  masih  merasa bahwa kehidupannya selama 49 tahun penuh dengan perbuatan tidak baik. 

Ini  adalah  cara  leluhur  kita  mengkoreksi  dan  menyesali  kesalahan  yang  telah dibuat. 

Kita  semua  adalah  manusia  biasa  yang berbuat kesalahan seperti duri landak banyaknya.  Kita  sering  tidak  dapat  melihat  kesalahan  yang  telah  dibuat.  Ini adalah  karena  kelengahan  kita  tidak  dapat  mengintrospeksi  diri,  seperti  mata telah  ditumbuhi  katarak,  kita  menjadi  buta  sehingga  tidak  melihat  kesalahan yang kita buat setiap hari. Ini adalah indikasi bahwa manusia telah membuat banyak kesalahan dan kejahatan. 

Orang yang banyak dosa dan karma buruk, kebanyakan sering bingung, tidak konsentrasi, pelupa, bila bertemu orang suci/bijak, selalu merasa bersalah dan tertekan, tidak senang mendengar ajaran baik, hukum sebab akibat, membalas budi orang dengan kedendaman. Sering bermimpi buruk, selalu mengeluh. Ini adalah  gejala  bahwa  orang  tersebut  telah  banyak  berbuat  kesalahan  dan kejahatan. 

Bila kita mempunyai gejala tersebut di atas, kita harus segera mengaku salah dan berusaha keras untuk mengubah kesalahan serta berbuat kebajikan untuk mengubah diri, jangan menunda-nunda lagi.
Hengky Suryadi
Tulisan ini terdiri dari beberapa bagian :


Komentar

Postingan populer dari blog ini

" NAMA-NAMA BUDDHIS "

“大悲咒 | Ta Pei Cou (Mahakaruna Dharani) & UM-MANI-PAD-ME-HUM”

“ Fangshen cara membayar Hutang Karma Buruk dengan cepat dan Instan “